Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) kembali menghadirkan saksi fakta dalam sidang lanjutan dugaan pembunuhan di luar hukum alias unlawful killing yang menewaskan 6 anggota eks Laskar FPI atas dua terdakwa yakni Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M. Yusmin Ohorella.
Sidang yang beragendakan mendengar keterangan saksi ini sendiri digelar di ruang sidang utama Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (16/11/2021).
Berdasarkan pantauan Tribunnews.com, majelis hakim PN Jakarta Selatan membuka jalannya persidangan sekitar pukul 10.30 WIB.
Rencananya dalam sidang ini jaksa mengatakan pihaknya memanggil delapan orang saksi, namun yang terkonfirmasi ada empat orang yang dihadirkan jaksa.
"Kami memanggil delapan orang saksi dan yang terkonfirmasi hadir empat orang yang mulia," kata Jaksa dalam ruang sidang.
Baca juga: Kasubdit Resmob Sebut Anggota Laskar FPI Sempat Ambil Alih Senjata Api Milik Briptu Fikri
Keseluruhan saksi tersebut diketahui bernama Yoga Prianggoro, Aris Wibowo dan Budi Hidayat yang bekerja sebagai karyawan di PT. Jasamarga Operator serta satu saksi lainnya yakni Resa Marasabessy yang merupakan anggota Polri.
Setelah empat saksi tersebut diminta masuk ruang sidang, keseluruhannya langsung diambil sumpah oleh petugas pengadilan.
Hingga kini, jalannya persidangan masih berlangsung.
Adapun pertanyaan kepada saksi itu masih dilayangkan oleh jaksa penuntut umum.
Keterangan Dirkrimum Polda Metro Jaya
Direktur Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Metro Jaya Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) sebagai saksi dalam sidang lanjutan perkara dugaan pembunuhan di luar hukum alias unlawful killing, Selasa (9/11/2021).
Diketahui dalam perkara yang menewaskan 6 anggota eks Laskar FPI ini turut menjerat dua anggota Polda Metro Jaya sebagai terdakwa yakni Briptu Fikri Ramadhan dan IPDA M. Yusmin Ohorella.
Dalam sidang lanjutan ini, Tubagus turut menjabarkan terkait dengan standar operasional prosedur (SOP) penggunaan senjata api (senpi) oleh petugas kepolisian saat menjalankan tugas.
Hal itu bermula saat Jaksa menanyakan soal laporan yang diterima Tubagus sebagai pimpinan, kala kejadian penembakan yang terjadi di dalam mobil saat empat anggota laskar FPI ingin di bawa ke Polda Metro Jaya dari rest area KM.50 Cikampek.
"Mereka (anggota Polda Metro Jaya) melaporkan seperti apa, apa yang terjadi di dalam mobil?," tanya jaksa dalam persidangan.
"Hasil laporan daripada anggota, pada saat di dalam mobil itu dipertanyakan kepada mereka. Saat mobil berjalan tidak terlalu lama dari lokasi rest area KM.50 mereka diserang oleh ke 4 anggota laskar tersebut diserang dan juga untuk merebut senjata, ini hasil laporan," jawab Tubagus.
Atas penyerangan yang dilakukan anggota laskar FPI itu, Tubagus menyebut anggotanya melakukan perlawanan sehingga melesatkan tembakan ke arah anggota Laskar FPI.
Adapun penyerangan dari anggota laskar FPI yang dimaksud Tubagus yakni, mencekik leher dan berupaya merebut senjata api milik terdakwa Fikri.
"Kemudian secara spontan, mereka (anggota polisi) mengambil langkah untuk mengamankan daripada senjata tersebut, kemudian mereka melakukan tembakan ke arah anggota laskar dan akibatnya meninggal dunia, itu yang dilaporkan anggota," beber Tubagus.
Mendengar pernyataan Tubagus, jaksa lantas menanyakan terkait ada atau tidaknya SOP dari kepolisian soal penggunaan senjata api.
Tubagus mengatakan, SOP itu ada dan hingga kini masih berlaku yang di mana salah satu indikatornya yakni, senjata api bisa digunakan oleh anggota kepolisian jika berada dalam kondisi tertekan dan membahayakan.
"Penggunaan senjata api itu ada SOP nya, salah satu indikator penggunaan senjata api itu adalah digunakan ketika sudah membayakan diri dan masyarakat, maka senjata wajar dan patut digunakan ketika serangan yang dilakukan itu membahayakan jiwa baik terhadap dirinya maupun orang lain," kata Tubagus.
Jaksa kemudian kembali mencecar Tubagus dengan menanyakan teknis penembakan yang seharusnya dilakukan oleh pihak kepolisian jika sudah menghadapi kondisi seperti itu.
Dalam hal ini, jaksa bertanya soal bagian tubuh mana yang sewajarnya dijadikan sasaran oleh pihak kepolisian.
"Digunakan senjata api jika sesuai SOP itu menyasar bagian tubuh seperti apa?," tanya jaksa.
Menjawab pertanyaan itu, Kombes Tubagus mengatakan, pelesatan tembakan itu hanya dikhususkan untuk melumpuhkan target.
Namun, kondisi yang terjadi pada insiden itu, Tubagus mengatakan, keadannya tidak dalam posisi normal, sebab berada di dalam mobil dengan ruang yang sempit.
Alhasil, penembakan itu dilakukan dalam keadaan spontan, sebab berdasarkan laporan yang diterima Tubagus, bagian tubuh yang terlihat hanya posisi badan ke atas.
"Kalau dalam kondisi normal itu ditujukan untuk melumpuhkan, tetapi dalam kondisi yang dilaporkan oleh anggota itu kondisinya spontan, kejadian itu secara spontan dalam ruangan yang sempit dalam mobil posisi yang terlihat adalah bagian (tubuh) atas karena di dalam mobil," beber Tubagus.
"Kalau menanyakan kondisi sesuai SOP saya menjawabnya kondisi normal, tetapi ini berada dalam kondisi lingkungan yang terbatas (di dalam mobil) situasi cukup mencekam dan kemudian dilakukan tembakan oleh anggota polisi terhadap bagian (tubuh) yang terlihat. Itu fakta di lapangan, dalam kejadian ini berada dalam mobil di mana anggota badan yang untuk melumpuhkan itu tidak terlihat," sambungnya.
"Kalau kondisi tidak normal itu ditembakkan kemana?," tanya lagi jaksa.
"Anggota badan yang terlihat," jawab Tubagus.
"Bisa dijelaskan?," cecar Jaksa.
"Yang terlihat kalau di dalam mobil gambaran dalam diri saya ibu, gambaran pribadi saya, otomatis bagian kaki kebawa tertutup, tentu yang terlihat adalah bagian atas, dan mohon jangan dibayangkan dalam posisi (di mobil) yang ideal, tolong dibedakan posisi yang ideal dengan posisi spontan. SOP itu mengatur hanya dalam kondisi yang normal posisi," imbuh Tubagus.
Dakwaan Jaksa
Pada perkara ini, terdakwa Briptu Fikri Ramadhan dan IPDA M. Yusmin Ohorella didakwa telah melakukan penganiayaan yang membuat kematian secara sendiri atau bersama-sama terhadap 6 orang anggota eks Laskar FPI.
"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan, dengan sengaja merampas nyawa orang lain," kata jaksa dalam persidangan Senin (18/10/2021).
Atas hal itu, jaksa menyatakan, perbuatan para terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 351 Ayat (3) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.