News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

OTT KPK di Kalimantan Selatan

Ini Alasan KPK Baru Menetapkan Tersangka dan Tahan Bupati Hulu Sungai Utara Abdul Wahid

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Bupati Hulu Sungai Utara, Abdul Wahid mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (18/11/2021). KPK resmi menahan Abdul Wahid terkait dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan (Kalsel) tahun 2021-2022. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) Abdul Wahid (AW) sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap serta gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa Kabupaten HSU tahun anggaran 2021-2022.

Setelah diumumkan sebagai tersangka, Abdul Wahid langsung ditahan KPK selama 20 hari pertama, terhitung sejak 18 November hingga 7 Desember 2021.

Kasus Abdul Wahid merupakan pengembangan dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK di HSU pada 15 November 2021.

Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, Abdul Wahid baru ditahan sekarang karena saat itu buktinya belum mencukupi.

"Kita menghormati prinsip-prinsip hukum acara pidana," kata KFirli Bahuri di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (17/11/2021).

Firli mengatakan penyidik butuh pendalaman materi sebelum menahan Abdul Wahid.

Setelah ada bukti yang cukup, KPK langsung tancap gas memanggil Abdul Wahid untuk ditahan.

Baca juga: Terima Suap Rp18,9 Miliar, KPK Tetapkan Bupati Hulu Sungai Utara Abdul Wahid Sebagai Tersangka

"Penyidik berdasarkan undang-undang untuk mencari, mengumpulkan keterangan saksi, dan bukti dengan demikian akan membuat terang suatu perkara dan menemukan tersangka," kata Firli.

Firli mengatakan pihaknya tidak bisa sembarangan tangkap orang saat OTT.

Alasannya, nasib orang ditentukan dalam tindakan KPK saat operasi senyap itu.

"Itu azasnya ada, azas kepastian hukum, profesionalitas, azas akuntabel, transparan, dan juga kita menegak hormati hak asasi manusia (HAM). karena pada prinsipnya tiap tersangka, kita juga harus paham siapa tersangka itu," jelas Firli.

Dalam konstruksi perkara, Abdul Wahid menunjuk Maliki sebagai Kepala Dinas PU pada Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara pada awal 2019.

Atas penunjukan itu, Maliki sebelumnya diduga menyerahkan sejumlah uang melalui perantara ajudan bupati atas permintaan Abdul Wahid pada Desember 2018.

Baca juga: KPK Nyatakan Berkas Perkara 2 Pemberi Suap Terkait Proyek Irigasi di Kabupaten HSU Lengkap

Sekitar awal 2021, Maliki melaporkan plotting paket pekerjaan lelang pada Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPRP Hulu Sungai Utara tahun 2021 kepada Abdul Wahid di rumah dinas bupati.

"Dalam dokumen laporan paket plotting pekerjaan tersebut, MK telah menyusun sedemikian rupa dan menyebutkan nama-nama dari para kontraktor yang akan dimenangkan dan mengerjakan berbagai proyek dimaksud," ucap Firli.

KPK menduga Abdul Wahid menerima uang senilai Rp 500 juta dari Marhaini dan Fachriadi melalui perantara Maliki.

Pemberian uang itu diduga merupakan komitmen fee sebesar 10 persen dari nilai proyek yang menjadi syarat pemenangan perusahaan Marhaini dan Fachriadi pada paket pekerjaan lelang pada Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPRP Hulu Sungai Utara tahun 2021.

Maliki diduga turut menerima fee sebesar 5 persen dari nilai proyek.

Baca juga: OTT di Kalsel, KPK Jerat Plt Kepala Dinas PU HSU dan 2 Direktur Perusahaan Sebagai Tersangka

Selain itu, KPK juga menduga Abdul Wahid menerima uang senilai total Rp18,4 miliar selama kurun 2018-2019 dari sejumlah proyek lain di Dinas PUPRP Hulu Sungai Utara melalui perantara pihak-pihak tertentu.

"Selama proses penyidikan berlangsung, Tim Penyidik telah mengamankan sejumlah uang dalam bentuk tunai dengan pecahan mata uang rupiah dan juga mata uang asing yang hingga saat ini masih terus dilakukan penghitungan jumlahnya," kata Firli.

Atas perbuatannya, Abdul Wahid disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 KUHP Jo. Pasal 65 KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!

Berita Populer

Berita Terkini