Laporan Reporter Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Diah Pitaloka prihatin dengan masih maraknya kasus kawin kontrak bermodus nikah siri.
Harus ada upaya mencegah praktik kawin kontrak terus berlangsung karena banyak rentan terjadi kasus kekerasan.
Untuk itu, Diah meminta, Kementerian Agama melalui Kantor Urusan Agama (KUA) melakukan pencegahan kawin kontrak berkedok nikah siri.
Caranya dengan memberikan pembekalan, pembinaan dan pengawasan kepada para penghulu atau amil.
Sebelumnya, Sarah (21), perempuan asal Kampung Munjul Desa Sukamaju Cianjur, yang meninggal dunia akibat luka bakar serius yang mencapai 99 persen.
Baca juga: Baru 2 Bulan Nikah, Sarah Tewas Disiram Air Keras Suami Sirinya, Motif Pelaku Cemburu kepada Korban
Hal itu diakibatkan perbuatan keji Abdul Latif (29), Warga Negara Timur Tengah yang tak lain suaminya sendiri.
"Tentu saya berharap temen KUA memberikan pembekalan dan pembinaan serta melakukan pengawasan kepada para amil saat akan menikahkan warga negara asing guna mencegah kawin kontrak," kata Diah di Kantor Kemenag Kota Bogor, Selasa (23/11/2021).
Ketua Presidium Kaukus Perempuan Parlemen menerangkan, KUA tidak hanya memfasilitasi pernikahan, tetapi juga harus berupaya memberikan perlindungan pada pasangan pernikahan. Namun kondisi ini menjadi rumit lantaran nikah siri tidak tercatat di Kemenag.
"Perlu diupayakan pemberian perlindungan, terutama kalau ada yang nikah sama warga negara asing. Cuman bagaimana memberikan perlindungan padahal enggak tercatat," terangnya.
"Kemenag memiliki posisi baik. Kemenag bisa membuat program khusus berupa pembekalan, pembinaan dan pengawasan praktik kawin kontrak. Bila perlu buka pengaduan bagi masyarakat, jika mereka menemukan pelanggaran hukum kawin kontrak dapat melaporkannya," kata politikus PDIP itu.
Baca juga: Seorang Suami di Bali Aniaya Istri Sirinya Hingga Tewas: Pelaku dan Korban Sempak Cekcok
Diah mengungkapkan, kawin kontrak terutama dengan warga negara asing (WNA) berpotensi menyebabkan kekerasan, dimana sebagian besar terjadi pada perempuan.
"Ini menjadi masalah sosial yang sangat serius, pedih warga kita diperlakukan buruk dalam kasus kawin kontrak dengan WNA terutama di Kabupaten Bogor sampai puncak Cianjur," terangnya.
Diah mengungkapkan, masyarakat di kawasan pedesaan sangat resah dengan maraknya kasus kawin kontrak.
Masyarakat bingung harus melapor kemana bila ada kekerasan atau penyiksaan yang kerap terjadi di lingkungan mereka.
"Pengambil kebijakan maupun penegak hukum harus segera harus membangun rencana aksi dalam menyikapi persoalan kawin kontrak, tidak cukup hanya dengan mengeluarkan regulasi," ujarnya.