TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Repdem yang merupakan sayap PDI Perjuangan (PDIP) Wanto Sugito menyebut kritikan Andi Alfian Mallarangeng terhadap pertemuan Megawati-Prabowo di Istana Kepresidenan, bisa diibaratkan menepuk air di dulang terpercik muka sendiri.
"Peribahasa itulah mungkin yang pantas disematkan untuk Andi Mallarangeng kala mengomentari pertemuan Ibu Megawati, Prabowo dan Puan Maharani di Istana Negara saat pelantikan Jenderal TNI Andika Perkasa menjadi Panglima TNI. Andi seharusnya saat ini introspeksi dan memperbaiki diri, tidak elok berkomentar buruk terhadap pertemuan tersebut," kata Wanto Sugito.
"Lucu, dia mengomentari pertemuan yang dia sendiri tidak tahu apa yang dibahas oleh Ibu Mega, Pak Prabowo dan Mbak Puan di istana. Ngaca diri aja lah, bukan kapasitasnya," ujar Wanto, yang juga Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Tangerang Selatan, Senin (22/11/2021).
Menurutnya, Andi Mallarangeng tidak perlu memberikan komparasi tentang apa yang terjadi pada zaman SBY ataupun zamannya Jokowi.
Justru, kata Wanto, kalau dijabarkan lebih dalam nanti akan membuat malu Partai Demokrat, partainya Andi.
Baca juga: Pernyataan Andi Mallarangeng soal Pertemuan Megawati-Prabowo Dianggap Politisi PDIP Tidak Etis
"Andi ini seharusnya malu dong, kalau Bu Mega, Pak Prabowo dan Mbak Puan bertemu berbicara masalah kebangsaan, apa kabarnya saat SBY berkuasa? Istana dipakai untuk merancang apa?," tegas mantan aktivis 98 ini.
Wanto menjelaskan, pertemuan yang terjadi di Istana tersebut tentunya bukan agenda yang dirancang khusus untuk pertemuan politik.
Karena momentum pelantikan Panglima TNI dan semua hadir di acara itu. Sehingga tidak masalah jika mereka bertemu dan berdiskusi tentang kebangsaan disana.
Seperti diberitakan, eks Juru Bicara Presiden era pemerintahan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Andi Mallarangeng mengatakan, pertemuan politik kepartaian sebaiknya tidak dilakukan di Istana Kepresidenan.
Menurut Andi, SBY tidak pernah menggelar pertemuan partai politik di Istana Negara ataupun Istana Merdeka pada saat SBY menjabat sebagai kepala negara.