TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masalah defisit keuangan sampai saat ini masih mendera Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Untuk membendung persoalan itu, perlu dipikirkan sumber-sumber pendanaan alternatif untuk meringankan anggaran negara.
Kepala Staf Kepresidenan RI Moeldoko menyampaikan itu, dalam audensi bersama Pusat Kebijakan Jaminan Sosial (PJKS) Universitas Indonesia (UI) di gedung Bina Graha Jakarta, Senin (29/11/2021).
“Silahkan PJKS UI memitigasi kemungkinan dilakukannya crowd funding untuk pendanaan jaminan sosial,” kata Moeldoko.
Menurut Moeldoko, di tengah sulitnya kondisi keuangan negara saat ini, memang diperlukan sebuah terobosan untuk menyelesaikan masalah pendanaan BPJS kesehatan.
“Kami akan mengundang BPJS untuk membahas masalah ini,” ujarnya.
Seperti diketahui, Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang menjadi komitmen Presiden Joko Widodo untuk mencapai Cakupan Kesehatan Semesta (Universal Health Coverage), mengalami kemajuan pesat.
Baca juga: Akses bpjsketenagakerjaan.go.id atau kemnaker.go.id untuk Cek Status Penerima BSU Rp 1 Juta
Ditunjukkan dengan peningkatan akses kepada pelayanan kesehatan dan pertumbuhan ekonomi makro yang semakin baik.
Namun capaian tersebut, tidak dibarengi dengan kenaikan iuran, karena terjadi penurunan kolektabilitas iuran peserta mandiri dan keaktifan peserta.
Dampaknya BPJS Kesehatan mengalami defisit Dana Jaminan Sosial (DJS) yang cukup signifikan selama 5 (lima) tahun terakhir.
Data PJKS UI menyebutkan, pada 2018 defisit DJS sebesar Rp 12,33 triliun dengan klaim rasio 110 persen.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo juga sudah mengeluarkan kebijakan untuk menyelesaikan masalah defisit Dana Jaminan Sosial.
Diantaranya menaikkan iuran dan mendorong upaya efisiensi melalui bauran kebijakan, yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan dan Kementerian Keuangan.