TRIBUNNEWS.COM - Pengamat Kebijakan Publik UNS Rino Ardhian menilai saat ini pemerintah lebih siap menghadapi jika terjadi lonjakan Covid-19, ketimbang periode sebelumnya.
Hal ini, kata Rino, karena pemerintah telah berhasil menerapkan kebijakan tarik ulur atau gas-remnya dalam mengatur mobilitas masyarakat.
Hingga akhirnya status kondisi pandemi di Indonesia mulai menunjukkan perbaikan dari minggu-ke minggu.
Hal tersebut disampaikan oleh Rino dalam program Panggung Demokrasi Tribunnews 'PPKM Level 3 Serentak Nataru', Rabu (1/12/2021).
"Data-data menunjukkan Indonesia menjadi salah satu negara yang pengendalian Covid-nya baik."
"Sehingga itu menunjukkan kebijakan tarik ulur ini pada akhirnya berhasil."
"Meskipun kita merasakan trial and error yang lama," kata Rino.
Baca juga: Arab Saudi Konfirmasi Kasus Pertama Varian Covid-19 Omicron
Baca juga: Kombinasi Cedera & Covid-19 Bikin AS Roma Pincang, Pemain Muda Favorit Mourinho Termasuk
Rino mengatakan memang pemberlakuan kebijakan tarik ulur tidak mudah dilakukan.
Apalagi menyangkut kepentingan dan kelangsungan hidup banyak orang.
"Kita lihat dari sebelumnya (aturan) di sejumlah negara (lain) tidak ada yang seratus persen berhasil."
"Seperti di antaranya di Jerman dan New Zeland yang dulunya berhasil (menghadapi Covid-19) sekarang (dapat dikatakan) gagal," sambung Rino.
Kendati demikian, Rino berharap dengan adanya sikap tegas pemerintah dalam melakukan pembatasan kepada WNA dari 11 negara yang diidentifikasi ada kasus varian Omicron.
Dan diberlakukannya perpanjangan masa karantina yang sebelumnya 3 hari menjadi 7 hari ini, maka Covid-19 dapat terkendali.
Baca juga: PCR dan Antigen Disebut Masih Relevan Digunakan untuk Deteksi Virus Covid-19 Varian Omicron
"Tapi mudah-mudahan dengan adanya kepastian aturan leveling ini dan lebih tegasnya pemerintah dalam melakukan pembatasan-pembatasan, menurut saya, pemerintah lebih siaplah dibandingkan sebelumnya yang terkesan abai," jelas Rino.
Mengenai evalusinya, Rino menyebut baiknya kebijakan itu tidak hanya bicara makro tapi juga mikro dan juga ada mitigasinya apabila misalnya ada plan A tidak berhasil maka ada plan B dan C nya.
Sehingga kita mendorong orang untuk tidak coba-coba melanggar aturannya.
Rino juga sedikit mengritisi mengenai sanksi kerja sosial apabila ada masyarakat tak terbukti melanggar atuaran prokes.
Menurutnya, hal itu kurang pas untuk dilakukan.
Mengingat bisa saja prakteknya di lapangan ada oknum-oknum yang memanfaatkan situasi untuk kepentingan tertentu.
Baca juga: Simak Syarat Terbaru Penerbangan Domestik Garuda Indonesia, Anak di Bawah 12 Tahun Wajib PCR
Jika memang haru mengerjakan sanksi kerja sosial, harus dijelaskan secara rinci dalam aturannya.
Yakni kerja sosial yang seperti apa dan bagiamana cara melakukannya.
Sehingga, semuanya menjadi jelas dan tidak semu.
"Ketika pemerintah akan melakukan penegakan aturan, itu harus ada jelas instrumen aturannya seperti apa,"
"Sehingga di lapangan tidak berbeda-beda (sanksinya)," jelas Rino.
Termasuk bagaimana cara membuat suatu sistem rotasi yang baik agar para petugas yang berjaga di lapangan tidak kelelahan dan efektif dalam menegakkan aturannya.
"Perlu diperhatikan juga birokrat di lapangan itu kan lelah ya saat bertugas."
"Jadi perlu diberlakukan juga sistem rotasinya seperti apa, sehingga mereka tidak kelelahan, dan aturan tersebut dapat ditegakkan," harap Rino.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani)