TRIBUNNEWS.COM - Sikap Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini terhadap difabel atau penyandang tuli menuai kritik, termasuk dari cucu Luhut Binsar Pandjaitan, Faye Simanjuntak.
Pada acara peringatan Hari Disabilitas Internasional yang digelar di Kantor Kementerian Sosial, Jakarta, pada Rabu (1/12/2021), Risma meminta difabel tuli untuk berbicara, alih-alih menggunakan bahasa isyarat.
Alasannya, agar para difabel bisa memaksimalkan indera pemberian Tuhan.
Risma mengaku dirinya memang tidak melarang penggunaan bahasa isyarat.
Namun, menurutnya akan lebih baik lagi jika difabel tuli bisa berbicara.
Baca juga: Soal Risma Memaksa Penyandang Tunarungu Bicara, Aktivis Tuli: Komunikasi Tak Harus dengan Bicara
Baca juga: Mensos Risma Klarifikasi Soal Paksa Tunarungu Bicara
"Kenapa Ibu paksa kalian untuk bicara? Ibu paksa memang, supaya kita bisa memaksimalkan pemberian Tuhan kepada kita."
"Mulut, mata, telinga, jadi Ibu tidak melarang menggunakan bahasa isyarat, tapi kalau kamu bisa bicara maka itu akan lebih baik lagi," kata Risma, Rabu, dikutip dari YouTube KompasTV.
Faye yang mengetahui viralnya pemberitaan mengenai sikap Risma terhadap difabel, turut buka suara.
Gadis berusia 19 tahun ini mengaku kecewa berat pada sikap Risma sebagai Mensos.
Pasalnya, menurut Faye, Risma selaku Mensos seharusnya berkontribusi melindungi para difabel, terutama anak-anak.
Hal ini disampaikan Faye dalam unggahan Instagram Story-nya, Kamis (2/12/2021).
"Masa Mensos yang seharusnya berkontribusi untuk melindungi teman-teman difabel - terutama anak-anak - bisa begini. Gue kecewa banget.
Dengan kata-katanya, Bu Risma bertingkah seakan-akan bahasa isyarat itu sekedar permainan saja, bukan bagian krusial dalam budaya teman-teman tuli (dan, seharusnya kita semua).
Bagaimana kita mau berkembang kalo menghormati dan memahami situasi orang lain aja ga bisa?" protes Faye.
Lebih lanjut, Faye menilai sikap seperti yang ditunjukkan Risma terhadap difabel, adalah hal yang berbahaya.
Baca juga: Mensos Risma Beri Motivasi Anak Panti Asuhan Korban Pelecehan di Malang
Baca juga: Mensos Risma Minta Pemda Perbaiki Data Penerima Bansos Tiap Bulan
Di mana, menurut Faye, Risma terlihat bersikap seolah-olah menunjukkan seseorang yang berbadan sehat (bukan difabel) lebih berharga atau bahwa disabilitas dapat dikontrol.
"This isn't just dumb, it's harmful as well - acting as if able-boded people are worth more or that disabilities can be chosen/controlled. This is beyond disappointing.
(Ini bukan hanya bodoh, ini juga berbahaya - bertindak seolah-olah orang yang berbadan sehat, lebih berharga atau bahwa disabilitas dapat dipilih/dikontrol. Ini sangat mengecewakan.)" ungkap Faye.
Seperti diketahui, Faye adalah putri Pangdam Udayana, Mayjen TNI Maruli Simanjuntak, dan Paulina Pandjaitan.
Paulina sendiri merupakan anak Luhut Binsar.
Klarifikasi Tri Rismaharini
Terkait sikapnya yang menuai kritik, Tri Rismaharini membantah jika ia memaksa difabel tuli untuk berbicara.
Risma mengklaim dirinya hanya mencoba melatih penyandang tuli agar terbiasa berbicara.
Karena itu, ia mengaku sedih atas kritikan dan tudingan yang ditujukan padanya.
"Saya enggak maksa. Untuk apa saya maksa. Itu pilihan."
"Tapi, saya ingin kalau kondisi tertentu dia bisa menyelamatkan dirinya dengan seluruhnya," kata Risma di Kantor Kementerian Sosial (Kemensos), Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat, Kamis (2/12/2021), dikutip dari Kompas.com.
"Jadi maksud saya, Tidak ada niat apapun dari saya. Sedih saya terus terang," tambahnya.
Baca juga: Mensos Tri Rismaharini Semangati Anak-anak di Indramayu yang Orang Tuanya Meninggal Karena Covid-19
Baca juga: Mensos Risma Akan Bangun Sistem Command Center untuk Percepat Penanganan Masalah Sosial
Lebih lanjut, Risma mengungkapkan alasannya mengapa ia mengeluarkan statement sedemikian rupa saat peringatan Hari Disabilitas Internasional.
Ia ingin agar difabel tuli bisa mengeluarkan suara jika berada dalam kondisi bahaya.
Pasalnya, saat Risma masih menjabat sebagai Wali Kota Surabaya, ia pernah mendengar ada teman tuli dirudapaksa dan hampir tenggelam.
Namun, korban tidak bisa bersuara untuk meminta tolong.
"Kalau enggak dua kali, tiga kali. Itu ada anak tunarungu diperkosa."
"Itu yang saya sedih kenapa saya kemarin mengajarkan (berbicara). Minimal dia bisa bilang tolong," terangnya.
Selain itu, pengalaman Risma bertemu Staf Khusus Presiden, Angkie Yudistia, juga mendasari dirinya meminta agar teman tuli bisa berbicara.
Menurutnya, sekitar empat atau lima tahun lalu, Angkie yang juga tuli, masih belum lancar bicara.
Namun, sekarang ini Risma menilai kemampuan bicara Angkie lancar.
"Saya ketemu lagi setelah sekian tahun dan saya bisa jadi menteri."
"Saya pikir Mbak Angkie kok bagus ngomongnya. Ternyata dia melatih diri terus," tandasnya.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W, Kompas.com/Rahel Narda Chaterine)