News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Guru Rudapaksa Santri

Apa Itu Kebiri? Ahli Psikolog Sebut Kebiri Bukan Hukuman Tetapi Pengobatan

Penulis: Lanny Latifah
Editor: Whiesa Daniswara
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Hukuman Kebiri - Simak penjelasan apa itu kebiri

TRIBUNNEWS.COM - Kasus rudapaksa dan kekerasan seksual pada anak-anak di Indonesia semakin meningkat.

Pemerintah Indonesia mulai melirik hukuman yang sudah diterapkan di negara-negara lain, yakni kebiri.

Diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.

Baca juga: Pelaku Rudapaksa Dihukum Kebiri, Apakah Masalah Selesai? Ada Kemungkinan Muncul Masalah Baru

Baca juga: Kejati Jabar Pertimbangkan Hukum Kebiri Herry Wirawan, Ahli: Itu Bukan Hukuman, Justru Pengobatan

Apa itu Kebiri?

Mengutip KBBI, kebiri adalah tindakan menghilangkan kelenjar testis pada jantan atau ovarium pada betina (menjadikan mandul).

Dikutip dari laman Farmasi UGM, kebiri adalah upaya menurunkan dorongan seksual yang biasanya dilakukan untuk pelaku kekerasan seksual dengan cara menurunkan kadar hormone androgen, yaitu testosterone (T) pada pria.

Testosteron adalah hormone utama yang diperlukan untuk libido/hasrat seksual dan fungsi seksual (sexual behavior).

Kebiri sudah dikenal sejak lama seperti tersebut dalam sejarah kerajaan di negeri China dan kerajaan di Nusantara di masa lalu.

Denmark adalah negara pertama yang menerapkan hukuman kebiri fisik (bedah) pada tahun 1929, kemudian menerapkan kebiri kimia pada tahun 1973.

Mengutip PP 70 Tahun 2020, peraturan kebiri ini dibuat untuk mengatasi kekerasan seksual terhadap anak, memberi efek jera terhadap pelaku, dan mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak.

Baca juga: PBNU Kecam Kasus Rudapaksa Belasan Santri di Bandung, Minta Pelaku Dihukum Kebiri

Baca juga: Selain Pidana, KPAI Desak Guru Pesantren yang Rudapaksa 12 Santri Diberi Hukuman Kebiri

Pada pasal 1 ayat (2) dijelaskan, Tindakan Kebiri Kimia adalah pemberian zat kimia melalui penyuntikan atau metode lain, yang dilakukan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, sehingga menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, untuk menekan hasrat seksual berlebih, yang disertai rehabilitasi.

Tindakan kebiri kimia, tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik, dan rehabilitasi ini dikenakan terhadap Pelaku Persetubuhan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Pelaksanaan tindakan kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, dan rehabilitasi dilakukan oleh petugas yang memiliki kompetensi di bidangnya atas perintah jaksa.

Adapun dijelaskan pada pasal 5, tindakan kebiri kimia dikenakan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun.

KPAI Desak Guru Pesantren yang Rudapaksa 12 Santri Diberi Hukuman Kebiri

Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti meminta Herry Wirawan alias HW, guru pesantren yang merudapaksa 12 santrinya dihukum seberat-beratnya.

Diketahui, jaksa penuntut umum (JPU) menuntut HW dihukum 20 tahun penjara.

Jaksa mendakwakan HW dengan pasal 81 UU Perlindungan Anak.

Retno menilai, hukuman 20 tahun penjara sudah pantas diberikan ke pelaku.

"Untuk kasus ini tuntutannya 15 tahun maksimal. Namun karena pelaku orang terdekat korban maka ada pemberatan."

"Pemberatan itu sepertiga dari 15 tahun itu 5 tahun, maka ditambahkan jadi 20 tahun. Ini sudah tepat sesuai dengan peraturan perundang-undangan," kata Retno, Jumat (10/12/2021).

Baca juga: UPDATE Guru Pesantren Rudapaksa 12 Santri: Muncul Desakan Hukuman Kebiri, Diduga Pakai Dana Bantuan

Baca juga: Kasus Rudapaksa 12 Santri, Tanggapan MUI Bandung hingga PKS Desak Penerapan Hukuman Kebiri

Selain pidana, Retno menilai perlu adanya hukuman tambahan bagi HW yakni berupa hukuman kebiri.

Hukuman tambahan itu bisa dilakukan setelah pelaku sudah menyelesaikan masa hukum pokoknya.

"Hukuman tambahan yang saya maksud adalah Kebiri, karena dalam UU ini kebiri ini diperkenankan pada pelaku yang tentu saja perbuatan bejat ya," ujarnya.

Menurut Retno, fakta-fakta yang terungkap soal aksi bejat HW itu bisa mengabulkan hukuman kebiri bagi pelaku.

"Ini bisa dilakukan karena korbannya lebih dari satu,yang kedua pelaku melakukannya berkali-kali tidak mungkin satu kali, ketika korbannya bisa hamil."

"Oleh karena itu, memenuhi unsur hukum tambahan kebiri. Jadi bersangkutan bisa dihukum kebiri. Itu akan menjadi keputusan hakim yang harus didorong bersama," tegas Retno.

Sementara itu, Ahli Psikolog Forensik, Reza Indragiri Amriel juga menanggapi soal permintaan hukuman kebiri bagi pelaku rudapaksa santri di Bandung, Jawa Barat.

Hukuman kebiri ini dianggap sebagai hukuman pedih, menyiksa, serta hukuman setimpal bagi pelaku.

"Masyarakat murka dan mendesak oknum guru bejat di Bandung dikebiri. Kebiri dianggap sebagai hukuman pedih, menyiksa, yang setimpal dengan kejahatan si predator," kata Reza dalam keterangannya kepada Tribunnews.com, Sabtu (11/12/2021).

Namun menurut Reza, hukuman kebiri ini justru salah kaprah.

Kebiri di Indonesia tidak diposisikan sebagai hukuman, melainkan untuk penanganan therapeutic.

Sehingga, kebiri ini bukan hukuman menyakitkan bagi pelaku, justru kebiri ini menjadi pengobatan.

"Itu jelas salah kaprah. Kebiri di Indonesia tidak diposisikan sebagai hukuman, melainkan sebagai perlakuan atau penanganan therapeutic. Jadi, bukan menyakitkan, kebiri justru pengobatan," jelasnya.

(Tribunnews.com/Latifah/Faryyanida Putwiliani)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini