Laporan Wartawan Tribunnews.com Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Menurut Nurul Qoiriah dari ASEAN Act, fenomena tindak pidana perdagangan orang (TPPO) ibarat gunung es.
Sesuai dengan Protokol Palermo, tindak pidana perdagangan orang (TPPO) adalah perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan orang, dengan ancaman.
Tujuannya untuk mencapai persetujuan dari seseorang yang memiliki kendali atau orang lain untuk tujuan pemerasan. Ini menyangkut pelacuran orang lain atau bentuk pemerasan seksual.
Pada data Organisasi Perburuhan Internasional atau ILO di tahun 2016, di waktu tertentu diperkirakan bahwa 40,4 juta orang berada situasi perbudakan modern.
Dari 40,4 juta tadi, sekitar 24,9 juta dalam kondisi mengalami ekploitasi kerja paksa atau terlibat pernikahan paksa sebanyak 15,4 juta.
Data ILO juga menunjukkan bahwa diperkitakan 5,4 orang perbudakan modren di setiap 1000 orang.
Baca juga: Menteri PPPA Terima Kunjungan 9 Dubes RI Bahas Perlindungan PMI dari TPPO
Di sisi lain, pada gender ILO merilis jika korban mayoritas perempuan dan anak perempuan yaitu sekitar 71 perempuan. Kondisi korban sekitar 50 persen nya mengalami jeratan hutang.
"Selanjutnya Laporan Global UNODC ada sebanyak 50.000 kasus TPPO yang teridentifikasi selama 2020 di 104 negara," ungkapnya pada acara Voice Of Integrity secara virtual, Rabu (15/12/2021).
Namun menurut Nurul, kasus di lapangan kemungkinan jauh lebih banyak. Lalu fakta lainnya di lapangan TPPO paling banyak adalah eksploitasi seksual. Sebagian besar korbannya adalah perempuan dan anak perempuan.
Bentuk TPPO kedua adalah kerja paksa. Hingga saat ini ekploitasi kerja, kata Nurul memang jarang terdeteksi dibandingkan sebelumnya.
Baca juga: Bareskrim Tangkap 10 Buronan Pelaku Kasus TPPO Hingga Penipuan 2.705 Calon Jemaah Umrah
Nurul pub mengungkapkan beberapa modus baru yang kerap ditemui lapangan. Dirinya mengaku pernah menangani kasus perdagangan orang dengan alibi magang di Korea.
"Bekerja pada seafood prosesing di Korea. Tapi, mendapatkan jam kerja luar biasa dan situasi pekerjaan yang buruk. Lalu ada pengantin pesanan di Cina," kata Nurul menambahkan.
Karenanya ASEAN ACT dalam komitmen jangka panjang, melakukan program anti TPPO selama 10 tahun dengan anggaran USD 80 Milliar.
Selain itu program ini telah bermitra dengan negara-negara ASEAN selama 17 tahun terakhir. Lalu secara internal negara, ASEAN CT pun bermitra dengan pihak polisi, kehamikan dan penegak hukum lainnya.