TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi vonis yang dijatuhkan majelis hakim kepada mantan Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II Richard Joost Lino alias RJ Lino dalam perkara korupsi pengadaan quay container crane (QCC).
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, putusan RJ Lino ini menuntaskan proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan oleh KPK yang telah memakan waktu hingga lintas tiga periode kepemimpinan KPK karena kendala penghitungan kerugian keuangan negaranya.
"KPK juga mengapresiasi Majelis Hakim yang telah mempertimbangkan penghitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh Accounting Forensic pada Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK," kata Ali dalam keterangannya, Rabu (15/12/2021).
Di mana dalam putusannya, lanjut Ali, majelis kemudian menilai bahwa perbuatan RJ Lino telah merugikan keuangan negara hingga 1,99 juta dolar AS atau sekitar Rp28 miliar.
"Hal ini menjadi langkah maju bagi pemberantasan korupsi bahwa KPK dapat menghitung kerugian keuangan negara dengan tetap berkoordinasi bersama BPK [Badan Pemeriksa Keuangan] dan BPKP [Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan] yang memiliki kewenangan tersebut," katanya.
Lebih jauh, Ali mengatakan, putusan majelis hakim telah menjunjung tinggi azas-azas penegakkan hukum tindak pidana korupsi sebagai extraordinary crime.
Baca juga: Hakim Ketua Sebut KPK Kurang Cermat Hitung Kerugian Negara di Kasus RJ Lino
"Yang tidak hanya untuk memberikan keadilan dan efek jera bagi pelaku, namun juga mengedepankan optimalisasi asset recovery yang akan menjadi penerimaan keuangan bagi negara," katanya.
Diberitakan, RJ Lino divonis hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subisder 6 bulan kurungan.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan RJ Lino terbukti melakukan korupsi dalam pengadaan tiga unit QCC tahun 2010 di pelabuhan Panjang Lampung, Pontianak, dan Palembang.
RJ Lino dinilai telah merugikan negara senilai Rp28,82 miliar. Namun, ia dinyatakan tidak terbukti menikmati uang tersebut.
Majelis hakim menilai, kerugian itu karena pengadaan QCC tidak sesuai prosedur dan justru memperkaya perusahaan pengada asal China yaitu Wuxi Hua Dong Heavy Machinery (HDHM).