Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan pemberian hukuman pidana mati bagi terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi bertujuan untuk memberikan efek jera.
Menurutnya, hal tersebut juga dapat menjadi upaya pencegahan kasus-kasus serupa seperti kasus korupsi ASABRI dan Jiwasraya terjadi lagi di masa mendatang.
"Hukuman mati pada para terdakwa tindak pidana korupsi. Hal ini bertujuan menimbulkan efek jera sekaligus sebagai upaya preventif penegakan hukum di bidang tindak pidana korupsi," kata Burhanuddin dalam keterangannya, Kamis (16/12/2021).
Ia pun membantah jika upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh pihaknya selama ini hanya berorientasi pada pemberian hukuman semata.
Baca juga: SOSOK ST Burhanuddin, Jaksa Agung yang Ingin Para Koruptor Mendapat Hukuman Mati Supaya Jera
Menurutnya, Kejaksaan turut berfokus pada upaya pengembalian kerugian keuangan negara dari tindak pidana korupsi yang terjadi.
Sehingga, kata dia, penegakkan hukum pidana juga dapat memberikan mafaat yang berarti bagi masyarakat.
"Muncul kegelisahan bagaimaan cara merubah paradigma penegakkan hukum dalam menghadirkan tujuan hukum dapat tercapai secara tepat dalam menyeimbangkan yang tersurat dan tersirat," jelasnya.
Selain terobosan hukum pemberian tuntutan mati bagi terdakwa korupsi, dia juga mengatakan bahwa kebijakan penghentian tuntutan berdasarkan keadilan restoratif juga menjadi salah satu cara untuk memecahkan masalah tersebut.
Ia mengatakan bahwa kebijakan itu merubah paradigma hukum di kalangan jaksa yang semula berorientasi pemidaan retributif atau pada pelaku, yang kini turut memperhatikan perspektif keadilan bagi korban juga.
Diberitakan sebelumnya, terdakwa kasus korupsi Asabri Heru Hidayat diyakini jaksa bersalah melakukan korupsi bersama mantan Direktur Utama Asabri Adam Damiri dan Sonny Widjaja dkk hingga merugikan negara sebesar Rp 22,7 triliun.
Heru juga diyakini jaksa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Menghukum Terdakwa Heru Hidayat dengan pidana mati," ucap jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (6/12/2021).
Heru Hidayat diyakini jaksa bersalah melanggar Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Dan Pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.