TRIBUNNEWS.COM – Stunting kerap kali menghantui masa tumbuh kembang anak. Kondisi anak yang gagal tumbuh di seribu hari pertama kehidupannya ini patut diwaspadai sebab dapat menyebabkan kekurangan gizi kronis hingga infeksi yang berulang.
Stunting bahkan dapat mempengaruhi perkembangan fisik dan otak anak. Dampaknya pun menurunkan perkembangan intelektual yang dapat mempengaruhi produktivitas anak saat dewasa nanti.
Tak hanya itu saja, stunting juga dapat meningkatkan risiko penyakit tidak menular, seperti diabetes melitus, hipertensi, jantung koroner, hingga stroke. Maka itu, jika tidak segera ditangani, kegagalan tubuh kembang pada anak ini akan bersifat permanen.
Apalagi stunting juga berpotensi mengganggu potensi sumber daya manusia sebab berhubungan dengan tingkat kesehatan, bahkan kematian pada anak.
Melihat banyaknya dampak yang ditimbulkan stunting, membuatnya menjadi perkara penting yang harus segera diselesaikan. Mengingat status Indonesia berada di urutan ke-4 dunia dan urutan ke-2 di Asia Tenggara terkait kasus balita stunting.
Meskipun data prevalensi stunting di Indonesia pada tahun 2013 (Riskesdas) telah turun dari 37,2% menjadi 27,67% di tahun 2019 (SSGBI), tetap saja masih terdapat 1 dari 4 anak balita, atau lebih dari 8 juta anak Indonesia mengalami stunting.
Pemerintah berkolaborasi dengan Tanoto Foundation berantas stunting
Menyelesaikan permasalahan stunting di Indonesia, Presiden Joko Widodo menunjuk Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menjadi Ketua Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting.
Langkah yang diambil oleh pemerintah ini juga didukung organisasi filantropi independen di bidang pendidikan, Tanoto Foundation. Sejauh ini, Tanoto Foundation telah bekerja sama dengan World Bank dalam mendukung implementasi program Investing in Nutrition and Early Years (INEY), dan bekerja sama dengan beberapa kementerian.
Dengan Kementerian Sosial RI kerja sama dilakukan dalam peningkatan kapasitas Pendamping PKH untuk menyampaikan modul pencegahan dan penanganan stunting kepada 10 juta Keluarga Penerima Manfaat.
Dengan Kementerian Kesehatan, TP2AK/Setwapres dan Pemerintah Daerah, kerja sama dilakukan dalam hal penyusunan dan pelaksanaan strategi Komunikasi Perubahan Perilaku di tujuh kabupaten.
Dengan UNICEF, kerja sama dilakukan dalam hal pendampingan teknis kepada pemerintah provinsi serta kampanye pemahaman dan pencegahan stunting, juga mengajarkan penggunaan metode desain berbasis masyarakat guna perbaikan pola makan ibu, bayi dan anak bersama dengan Alive & Thrive.
Adakan Forum Nasional Stunting 2021
Bentuk dukungan lain dari Tanoto Foundation terhadap BKKBN ialah pengadaan Forum Nasional Stunting 2021 dengan tema “Komitmen dan Aksi Bersama untuk Upaya Percepatan Penurunan Stunting di Indonesia” pada 14-15 Desember 2021 lalu.
Dalam sambutannya, Wakil Presiden Republik Indonesia Prof. Dr. (H.C) K.H. Ma’ruf Amin menyampaikan dengan diadakannya Forum Nasional Stunting 2021 ini, diharapkan terbangun komitmen dari seluruh pemangku kepentingan sehingga dapat terbentuk input dan rekomendasi bagi rencana aksi nasional percepatan penurunan stunting.
Ma’ruf Amin juga menuturkan, tema pada Forum Nasional Stunting 2021 ini menjadi pengingat bahwa proses penurunan stunting memerlukan komitmen yang kuat dari berbagai pihak.
“Tidak hanya komitmen di tingkat pusat, upaya advokasi komitmen pemerintah daerah juga harus optimal. Hingga tahun 2021, seluruh Bupati dan Wali Kota dari 514 kabupaten/kota telah menandatangani komitmen bersama untuk melakukan percepatan penurunan stunting di daerah. Komitmen ini harus tetap dijaga dan betul-betul dibuktikan pelaksanaannya di daerah,” ujar Ma’ruf Amin.
Selain itu, Ma’ruf Amin juga menuturkan bahwa kunci untuk memastikan konvergensi antar program hingga ke tingkat desa/kelurahan adalah kolaborasi yang baik dari berbagai pihak.
“Upaya ini tidak bisa hanya dilakukan oleh satu lembaga saja, atau hanya dari unsur pemerintah pusat saja. Upaya penurunan stunting membutuhkan keterlibatan semua pihak, termasuk pemerintah daerah dan desa/kelurahan, akademisi, media, swasta, lembaga swadaya masyarakat, dan mitra pembangunan,” ujar Ma’ruf Amin.
Cegah stunting sebelum pernikahan
Sementara itu, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengungkapkan, “BKKBN berusaha untuk bagaimana stunting di 2024 itu betul-betul tercapai 14%, sehingga BKKBN dengan strategi mencegah jangan sampai terjadinya stunting.”
Hal ini pun diwujudkan BKKBN dengan membentuk Tim Pendamping Keluarga (TPK) beberapa bulan lalu.
“Jadi stunting itu dimulai dari keluarga, pendekatan melalui keluarga di mana tim pendamping keluarga itu ada tiga unsur, yaitu dari Kesehatan atau Bidan, Tim Penggerak PKK, dan Kader-kader yang ada di daerah,” ucap Hasto.
Selain itu, Hasto juga menghimbau agar para calon pengantin mendaftarkan diri ke KUA minimal 3 bulan sebelum pernikahan.
“Kita bekerja sama dengan Kementrian Agama, agar melihat data-data dari calon pengantin tersebut apakah memang sudah sehat dan memenuhi syarat kesehatannya. Bagi calon pengantin yang ingin melaksanakan pernikahan namun belum sehat, tetap bisa melaksanakan akad nikah tapi ditunda dulu kehamilannya. Sebab harapannya begitu hamil dan melahirkan anaknya akan sehat,” ujarnya.
Perencanaan dalam kehamilan sangatlah penting, apalagi menurut Hasto, banyak perempuan yang tidak menyadari bahwa dirinya hamil, sehingga ketika datang ke dokter baru diketahui telah hamil 3 bulan.
“Padahal, masa kritis ketika seorang Ibu mengandung mulai ketika usia janin belum masuk 56 hari (8 minggu). Pada masa inilah organ janin (organogenesis) mulai tumbuh, sehingga bakat bibir sumbing, cacat atatupun stunting dapat dilihat pada masa ini,” terangnya.
Ia juga menambahkan, “Laki-laki juga jangan sampai tidak mengambil peran, dengan membiasakan hidup sehat 75 hari sebelum konsepsi (pertemuan sel telur dan sperma) dengan mengurangi atau berhenti merokok. Karena sperma berkualitas yang dibutuhkan untuk membuahi sel telur sudah terbentuk pada rentang waktu tersebut.”
Ajak mahasiswa cegah stunting
Demi mengedukasi penting persiapan jauh sebelum kehamilan, BKKBN telah meluncurkan program Mahasiswa Peduli Stunting (Mahasiswa Penting). Program ini sebagai bentuk pendampingan kepada keluarga berisiko stunting dalam mewujudkan Indonesia emas 2045.
Hasto menambahkan bahwa pihaknya menggandeng para mahasiswa agar mereka dapat mengedukasi pada calon pengantin, ibu hamil berisiko, dan ibu menyusui.
“Kualitas sumber daya manusia (SDM) ditentukan dari 1000 hari pertama sejak kehamilan, meskipun tinggal ditempat tidak layak, tidak boleh ada stunting. Program Mahasiswa Penting digaungkan hingga ke seluruh perguruan tinggi, jangkauannya pun akan secara luas menyentuh masyarakat hingga pelosok tanah air,” ucapnya.
Anggota Dewan Pembina Tanoto Foundation, Belinda Tanoto juga mengajak berbagai pihak untuk memberi perhatian lebih dalam mengambil aksi melawan stunting.
“Tanoto Foundation mendukung target pemerintah untuk menurunkan prevalensi stunting balita di Indonesia melalui kerja sama. Karena kami percaya salah satu kunci keberhasilan pencegahan stunting adalah kolaborasi antara semua pihak, baik itu pemerintah maupun swasta. Dan tidak hanya pemerintah pusat, namun juga para pemegang tanggung jawab di daerah. Kita harus menyingsingkan lengan baju, terlibat langsung, mengedukasi dan mengerjakan bagian kita masing-masing agar target untuk menurunkan stunting dan memastikan kesejahteraan rakyat Indonesia, tercapai,” ucap Belinda Tanoto.
Forum Nasional Stunting 2021 merupakan kerja sama Tanoto Foundation dan BKKBN. Forum ini diharapkan dapat menjadi komitmen bersama untuk menyelesaikan percepatan penurunan stunting di Indonesia.