Laporan wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI Ratu Ngadu Bonu Wulla mengatakan ada beberapa hal yang harus dicermati dalam proses menjadikan Nusa Tenggara Timur (NTT) sebagai destinasi pariwisata kelas premium.
Salah satunya terkait dengan konflik agraria.
Kemunculan rencana penetapan wisata premium di Labuan Bajo dan Taman Nasional Komodo nyatanya justru membuat banyak praktek jual beli tanah bermunculan.
"Akan muncul banyak sengketa kepemilikan. Nah kita dapat menemukan banyak sekali papan kayu yang mengklaim lahan yang terhampar di bukit-bukit," ujar Ratu, dalam webinar HUT Ke-63 Provinsi NTT bertema 'Mengembangkan Pariwisata Modern di NTT', yang digelar Tribunnetwork, Kamis (16/12/2021).
Politikus Nasdem itu mengatakan fenomena tersebut tak hanya terjadi di Labuan Bajo.
Melainkan terjadi juga di Pulau Sumba dan pulau lainnya di NTT.
Baca juga: DPR: Kawasan NTT Siap Berkembang Cepat Ditilik dari Travel and Tourism Competitiveness Index
"Nah di Sumba kepemilikan tanah di pantai sudah beralih kepada pihak ketiga alias spekulan tanah, tapi hingga sekarang masih banyak lahan yang belum dibangun," kata Ratu.
"Ini yang harus mendapat perhatian dari pemerintah terkait konflik agraria sehingga tidak terjadi dan dapat memperlancar investasi serta pembangunan sektor pariwisata di NTT," katanya.
Selain itu, Ratu menyoroti pula perihal ketersediaan air bersih. Di NTT, kata Ratu, umumnya air bersih untuk minum masyarakat atau di hotel hingga restauran diperoleh dari sumur bor.
Baca juga: Wagub NTT: Butuh Rantai Pasok untuk Jadikan Labuan Bajo Wisata Premium
"Penggunaan PDAM masih sangat terbatas," jelasnya.
Padahal, menurutnya penggunaan air dari sumur bor secara berlebihan akan memberikan dampak buruk bagi lingkungan.
"Nah ini harus menjadi perhatian terkait ketersediaan air bersih khususnya pada daerah pengembangan pariwisata dan umumnya pada NTT," pungkasnya.