Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan pemeriksaan saksi untuk mengusut kasus dugaan suap terkait pengadaan barang/jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur Tahun Anggaran 2021.
Para saksi itu antara lain Yuniar Dyah Prananingrum selaku Kasubdit Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah pada Kementerian Dalam Negeri dan Dudi Hermawan selaku Kasubdit Pembiayaan dan Penataan Daerah pada Kementerian Keuangan.
Tim penyidik juga akan memeriksa seorang sopir bernama Budi Susanto.
Pemeriksaan ketiganya dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
"Hari ini pemeriksaan saksi untuk perkara tindak pidana korupsi pengadaan barang/jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur tahun 2021," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (23/12/2021).
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Bupati Kolaka Timur Andi Merya Nur (AMN) dan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kolaka Timur Anzarullah (ANZ) sebagai tersangka.
Baca juga: KPK Sebut Berkas Perkara Kepala BPBD Kolaka Timur P21
Untuk konstruksi perkaranya, pada Maret hingga Agustus 2021, Andi Merya Nur dan Anzarullah menyusun proposal dana hibah BNPB berupa dana Rehabilitasi dan Rekonstruksi (RR) serta Dana Siap Pakai (DSP).
Di awal September, Andi dan Anzarullah datang ke kantor BNPB Pusat di Jakarta untuk menyampaikan paparan terkait dengan pengajuan dana hibah logistik dan peralatan.
Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur memperoleh dana hibah BNPB yaitu Hibah RR senilai Rp 26,9 miliar dan Hibah DSP senilai Rp 12,1 miliar.
Atas pemaparan itu, Anzarullah kemudian meminta Bupati agar beberapa proyek pekerjaan fisik yang bersumber dari dana hibah BNPB bisa dilaksanakan oleh orang-orang kepercayaannya dan pihak-pihak lain yang membantu mengurus agar dana hibah tersebut cair ke Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur.
Khusus untuk paket belanja jasa konsultansi perencanaan pekerjaan jembatan 2 unit di Kecamatan Ueesi senilai Rp 714 juta dan belanja jasa konsultansi perencanaan pembangunan 100 unit rumah di Kecamatan Uluiwoi senilai Rp 175 juta akan dikerjakan oleh Anzarullah.
Andi menyetujui permintaan Anzarullah dan sepakat akan memberikan fee kepada Andi sebesar 30 persen.
Selanjutnya, Andi memerintahkan Anzarullah untuk berkoordinasi langsung dengan Dewa Made Ratmawan (Kabag ULP) agar memproses pekerjaan perencanaan lelang konsultan dan mengunggahnya ke LPSE sehingga perusahaan dan/atau grup Anzarullah dimenangkan serta ditunjuk menjadi konsultan perencana pekerjaan dua proyek dimaksud.
Baca juga: Periksa Pejabat BNPB, KPK Telusuri Pengajuan Dana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Kolaka Timur
Sebagai realisasi kesepakatan, Andi diduga meminta uang sebesar Rp 250 juta atas dua proyek pekerjaan yang akan didapatkan Anzarullah.
Anzarullah kemudian menyerahkan uang sebesar Rp 25 juta lebih dahulu kepada Andi dan sisanya sebesar Rp 225 juta sepakat akan diserahkan di rumah pribadi Andi di Kendari.
Atas perbuatannya, Andi Merya disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara Anzarullah disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.