TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Yahya Cholil Staquf akhirnya resmi terpilih sebagai Ketua Umum PBNU setelah memenangi pemungutan suara putaran kedua dalam Muktamar ke-34 NU di Lampung, Jumat (24/12/2021) pagi.
Pria yang kerap disapa Gus Yahya ini mengalahkan petahana Said Aqil Siraj.
Pemilihan calon ketua umum PBNU digelar di GSG Universitas Lampung, Jumat (24/12/2021) pagi.
Penghitungan suara digelar secara terbuka dan disiarkan secara virtual.
Yahya Staquf resmi menjadi Ketum PBNU setelah menang di dua tahapan penghitungan suara.
Di tahap pemilihan bacalon ketum, Yahya Staquf unggul dengan suara sebanyak 327.
Perolehan suara Yahya Staquf juga unggul cukup telak di tahap pemilihan caketum PBNU.
Yahya Staquf meraih suara 337, sementara Said Aqil 210 suara.
Dalam penghitungan calon ketua umum PBNU, Yahya Staquf juga unggul cukup telak.
Yahya Staquf meraih suara 337, sementara Said Aqil 210 suara.
Gus Yahya memastikan bahwa dirinya tak berminat mencalonkan diri sebagai presiden dalam Pemilu 2024 mendatang.
Dia pun tak ingin jika dicalonkan sebagai presiden.
Dia beralasan menjadi presiden itu tidak enak.
Bahkan sambil bercanda, Gus Yahya menyatakan bahwa dia pernah menjadi presiden.
Pernyataan ini diungkapkan Gus Yahya saat wawancara eksklusif dengan Tribunnews sebelum pelaksanaan Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama (NU) di Provinsi Lampung, tepatnya pada Sabtu (4/12/2021) lalu.
Berikut rangkuman wawancara eksklusif Tribunnews dengan Yahya Cholil Staquf beberapa waktu sebelum pelaksanaan Muktamar NU.
Baca juga: Gus Yahya Jadi Ketum PBNU, Said Aqil Beri Ucapan Selamat: Semoga Bisa Pimpin NU Lebih Baik Lagi
Gus Yahya, saat ini diketahui menjabat sebagai Katib Aam PBNU.
Kepada Tribunnews.com, Gus Yahya memang mengakui dirinya menawarkan agar dapat menjadi orang nomor satu di PBNU.
Keinginannya itu tak lepas karena dia ingin mengubah konstruksi organisasi NU agar menjadi organisasi yang lebih optimal.
"Saya memang menawarkan diri untuk dipilih sebagai Ketum dalam Muktamar nanti," ujar Gus Yahya, ketika wawancara khusus dengan Wakil Direktur Pemberitaan Tribunnetwork Domu Ambarita, Sabtu (4/12/2021).
"Karena saya melihat ada sejumlah hal penting yang harus dilakukan NU segera yaitu yang tema besarnya adalah transformasi konstruksi organisasi NU, supaya NU ini bisa lebih optimal di dalam mengaktualisasikan potensi-potensinya," ujar Gus Yahya.
Tak main-main, Gus Yahya bahkan sampai berkeliling pelosok Indonesia ke cabang-cabang NU di daerah.
Dari sekitar 540-an cabang, dia telah mengunjungi 400-an cabang di antaranya sejak September lalu.
Kakak kandung dari Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas itu juga meyakini dirinya bakal terpilih sebagai Ketua Umum PBNU.
Namun andaikata tidak terpilih pun, Gus Yahya mengaku sudah memberikan sebuah prestasi dengan bertandang ke cabang-cabang pengurus NU di daerah.
"Yakin ya yakin, InsyaAllah. Tapi pertama ya soal begini, ini kan kehendak Allah, itu yang pertama. Tapi lebih lebih dari semua itu buat saya ini terpilih atau tidak terpilih sudah ada prestasi," katanya.
"Karena saya sekarang, saya berani katakan saya berhasil mentransformasikan cara pandang cabang-cabang dan wilayah ini tentang jabatan ketum," imbuhnya.
Tak Mau Nyapres
Gus Yahya menepis isu pencapresan pada 2024.
Dia menegaskan sama sekali tak memiliki niatan maju capres.
Pengalamannya sebagai juru bicara di era Presiden Keempat RI Abdurrachman Wahid atau Gus Dur itu membuat dirinya enggan menjadi seorang presiden.
Yahya Cholil Staquf mengatakan tak berminat mencalonkan diri maju sebagai calon presiden RI pada pemilu presiden 2024.
"Menurut saya ini mutlak, saya pribadi tidak akan mencalonkan diri (jadi presiden) atau bersedia dicalonkan juga, tidak mau maju," ujar Gus Yahya.
Menurutnya, menjadi Presiden RI itu tidak enak.
Bukan tanpa sebab Gus Yahya, menolak dan mengatakan menjadi presiden itu tidak enak.
Dengan bercanda, Gus Yahya mengatakan dia sudah pernah menjadi presiden.
Pernyataannya merujuk peristiwa ketika dirinya masih menjadi juru bicara Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.
Kala itu Gus Dur mengikuti konferensi Organisasi Kerjasama Islam (OKI) di Doha, Qatar.
"Saya ikut Gus Dur sebagai juru bicara dalam konferensi OKI di Doha, Qatar. Waktu itu saya enggak ada kerjaan di sana itu, berapa hari cuma keluyuran di lobi ketemu orang sana sini ngobrol," kenang Gus Yahya.
Saat perhelatan tersebut, Gus Yahya hanya berkeliaran di sekitar venue, menunggu acara berakhir pada pukul 22.00 malam waktu Qatar.
Baca juga: Gus Yahya Datangi dan Peluk Said Aqil Siradj Setelah Dinyatakan Terpilih Menjadi Ketua Umum PBNU
"Presiden (Gus Dur) keluar dengan Menlu (Alwi Sihab) kemudian disambut oleh para staf, termasuk saya ikut menggerombol di situ menyambut presiden," tutur Gus Yahya.
Gus Dur pun diingatkan oleh para staf, termasuk Gus Yahya, bahwa pertemuan akan berakhir sebentar lagi setelah jeda sejenak.
"Tiba-tiba Gus Dur bilang saya capek sekali ini, saya sudah enggak kuat, mau istirahat saja," katanya.
Namun, Gus Dur tetap tidak mau ikut dan justru menyuruh Gus Yahya menggantikan posisinya pada sesi penutupan.
Terus diingatkan bahwa ini cuma break sebentar, sesudah ini ada acara penutupan.
"Nggak, nggak saya sudah nggak kuat, mau tidur, tiba-tiba Gus Dur bilang itu. Biar Yahya saja yang masuk nanti, beliau bilang begitu," ucapnya.
Keadaan bertambah runyam ketika itu bagi Gus Yahya, karena dia harus duduk di kursi yang disediakan bagi presiden RI.
"Kita enggak ada pilihan selain patuh ya. Akhirnya saya masuk bersama Menlu Alwi Sihab, sampai di sana itu setiap delegasi negara disediakan dua kursi: Presiden dan Menlu," katanya.
"Saya sampai di sana bingung. Loh ini saya duduk di mana?”
"’Di situ,’ kata Pak Alwi kan. Lah ini kursinya Presiden saya enggak berani. ‘Tukaran saja pak saya enggak berani.’”
"’Enggak bisa,’ kata Pak Alwi, ‘saya Menlu, harus duduk di kursi saya," ucapnya menirukan perkataan Alwi Sihab.
"Loh saya bagaimana ini? Menlu bilang, ‘perintah Presiden ya kamu duduk di situ. Duduklah saya di kursi presiden itu,’" katanya.
Tak berhenti sampai di sana, Gus Yahya menceritakan setelah duduk di kursi yang seharusnya ditempati Gus Dur, saat juru kamera acara menyorot setiap delegasi yang hadir, sorotan berheni pada dirinya.
Wajah Gus Yahya disorot hingga memenuhi layar.
Kemudian sorotan kamera menyorot name tag di bawahnya yang bertuliskan President of Republic Indonesia.
"Kamera itu tadinya shoot memutar dari jauh ke delegasi satu per satu. Lewatin saya, tapi lewatin saya sedikit, balik lagi dia.”
"Tadinya kan longshot, terus di zoom in akhirnya saya di close up sebesar tembok itu muka saya. Saya kan terus bagaimana rasanya itu," katanya.
"Saya mau senyum malah kayak meringis, saya mau kelihatan serius malah kayak cemberut, jadi nggak karu-karuan saya.”
"Habis itu gambar kameranya turun menyorot name tag di depan saya, yang bertuliskan President of Republic Indonesia.”
"Jadi sudah pernah saya (jadi presiden) dan serius nggak enak," ucapnya diikuti gelak tawa.
Baca juga: Yahya Cholil Staquf Ketua Umum PBNU 2021-2026, Raih 337 Suara, Petahana Said Aqil 210 Suara
Tak Manfaatkan Status Sebagai Kakak Menteri Agama
Majunya Khatib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf sebagai salah satu calon ketua umum PBNU juga menimbulkan spekulasi di publik.
Spekulasi yang muncul menyasar nama sang adik, Yaqut Cholil Qoumas, yang kini menjabat sebagai Menteri Agama RI.
Saat berbincang dengan Tribun-Network, Gus Yahya, menjawab hal tersebut.
"Kalau saya mau menggunakan, memanfaatkan Kementerian Agama, minta tolong adik saya, mungkin saya gak perlu berkeliling."
"Dia bisa suruh jaringan pegawai-pegawai Kemenag apalagi yang menjadi pengurus (NU)."
"Tapi saya tidak, saya tetap datang, saya bertemu langsung, saya sampaikan pikiran-pikiran saya dan saya dengarkan mereka bicara," ujar Gus Yahya, saat berbincang dengan Tribun-Network di kediamannya, Sabtu (4/12/2021).
Pertemuan dengan para pengurus PCNU dan PWNU, dikatakan Gus Yahya, biasanya terjadi hingga larut dan hari berganti.
"Itu karena saya harus dengarkan satu per satu. Semua orang bicara dan kita diskusi, biasanya sekali ketemu itu rata-rata 20-30 cabang sehingga ya memang cukup melelahkan," katanya.
"Dan saya yakin ini harus dilakukan karena saya ingin ada konsensus. Saya katakan kepada mereka kalau setuju dengan saya dan kebetulan bapak-bapak pilih saya dan saya berhasil jadi ketua umum, itu artinya insyaallah bapak-bapak akan tambah kerjaannya dan insyaallah mungkin tambah pusing juga," tambahnya.
Mantan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Joko Widodo itu mengatakan semua yang dia lakukan ada konsekuensinya.
"Dan alhamdulillah banyak dari cabang-cabang dan saya kira sudah sebagian besar menerima itu," jelasnya.
Profil Gus Yahya
KH Yahya Cholil Staquf atau yang akrab disapa Gus Yahya, lahir di Rembang, Jawa Tengah pada 16 Februari 1966.
Sebelum menjadi Ketua Umum PBNU, ia adalah Katib Aam NU.
Mengutip Tribunnews Wiki, Gus Yahya adalah putra tokoh NU di Rembang dan satu di antara pendiri Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), KH Muhammad Cholil Bisri.
Tak hanya itu, ia juga keponakan dari KH Mustofa Bisri atau Gus Mus, tokoh besar NU dan budayawan.
Ia merupakan anak pertama dari delapan bersaudara.
Adiknya, Yaqut Cholil Qoumas, saat ini menjabat sebagai Menteri Agama.
Dilansir Kompas.com, Gus Yahya pernah menjadi juru bicara Presiden keempat RI, Abdurrahman Wahid alias GusDur.
Ia juga pernah menjadi Anggota Dewan Pertimbangan Presiden periode 2014-2019.
Mengutip setkab.go.id, ia dilantik sebagai anggota Wantimpres oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 31 Mei 2018.
Baca juga: Sorak Sorai Menggema Seiring Terpilihnya Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya Jadi Ketua Umum PBNU
Gus Yahya mengaku ia dihubungi untuk menjalani pelantikan sebagai anggota Wantimpres saat masih berada di Amerika Serikat (AS).
Kala itu, ia tak tahu alasan mengapa dirinya dipilih menjadi anggota Wantimpres.
"Saya, waktu saya masih di Amerika saya dihubungi untuk pelantikan tanggal 25 (Mei), tapi waktu itu saya belum pulang."
"Saya baru pulang tanggal 28 (Mei), sehingga baru diatur hari ini," kata Gus Yahya usai pelantikan.
Pada 2018 silam, Gus Yahya pernah menjadi sorotan lantaran hadir memenuhi undangan dari American Jewish Committee (AJC) Global Forum.
Saat itu, ia terbang ke Israel untuk menghadiri pertemuan tersebut.
Bagi sebagian kalangan, sikap Gus Yahya tersebut bertentangan dengan komitmen terhadap kemerdekaan Palestina.
Namun, Sekretaris Jenderal PBNU, Helmy Faishal Zaini, menilai langkah Gus Yahya selaras dengan apa yang dilakukan Gus Dur untuk mewujudkan kemerdekaan Palestina lewat diplomasi segala cara.
Diketahui, Gus Dur pernah diundang AJC Global Forum pada 2002 di Washington DC, AS. (dirangkum dari berbagai sumber: Tribunnews.com, Vinsensius/Tribun Lampung/wikipedia)