TRIBUNNEWS.COM - Wakil Direktur Pendidikan dan Penelitian sekaligus Jubir Satgas Covid-19 RS UNS Solo, dr Tonang Dwi Ardyanto, memberikan tanggapannya terkait kasus joki vaksin yang terjadi di Pinrang, Sulawesi Selatan.
Diketahui, seorang pria bernama Abdul Rahim (49) asal Pinrang mengaku telah menjadi joki vaksin Covid-19.
Bahkan, Rahim juga mengaku telah disuntik vaksin sebanyak 17 kali.
Baca juga: Viral Joki Vaksin Covid-19 Sudah 16 Kali Disuntik, dr Tirta Ungkap Efek Sampingnya
Menanggapi hal tersebut, dr Tonang mengatakan diperlukan data yang valid untuk membuktikan pengakuan dari Rahim.
Pasalnya, dalam proses vaksinasi selalu ada tahapan skrining data maupun skrining kondisi pasien.
"Itu baru sebatas pengakuan. Kita perlu data lebih valid nggih (ya). Mengingat dalam proses vaksinasi, ada tahapan skrining data maupun skrining kondisi pasien."
"Tentu menjadi pertanyaan bila sampai bisa 16 kali, bahkan katanya pernah tiga kali dalam sehari. Itu dulu yang perlu kita pastikan bila hendak dikomentari," kata dr Tonang kepada Tribunnews.com, Sabtu (25/12/2021).
Baca juga: Buntut Pengakuan Abdul Rahim Jadi Joki Vaksin: Pengguna Jasa Diperiksa, Proses Vaksinasi Diperketat
Belum Ada Laporan Ilmiah yang Membahas Efek Vaksinasi Melebihi Dosis
dr Tonang mengungkapkan, hingga kini masih belum ada laporan ilmiah yang membahas tentang pemberian vaksin yang melebihi dosis.
Karena dalam uji klinis, dosis yang dicari adalah dosis optimal yang bisa memicu antibodi, serta dosis dengan risiko efek samping yang minimal.
"Dalam laporan-laporan ilmiah, belum ada yang membahas bagaimana bila terjadi pemberian vaksinasi melebihi dosis. Dari uji klinis, yang dicari adalah dosis optimal."
"Yaitu dosis yang mampu memicu antibodi, tetapi sekaligus dengan risiko efek samping dan efek simpang yang minimal," terang dr Tonang.
Baca juga: Sosok Abdul Rahim, Joki Vaksin Covid-19 yang Sudah Terima 17 Suntikan, Kini Diproeses Polisi
Memang secara teori, semakin tinggi dosis suatu vaksin, maka akan semakin kuat vaksin tersebut memicu respons antibodi.
Namun, juga bisa mengakibatkan tingginya risiko dan terjadinya efek samping yang tidak diinginkan.
"Secara teori, dosis yang semakin tinggi, semakin kuat memicu respons antibodi, tapi juga semakin tinggi risiko terjadi efek tidak diinginkan," imbuhnya.
Lebih lanjut, dr Tonang menuturkan, dalam uji klinik vaksin biasanya didahului oleh uji pra-klinik pada hewan.
Baca juga: Kasus Joki Vaksin di Pinrang Berlanjut, Polisi Periksa 9 Saksi dan Belum Tetapkan Tersangka
Selanjutnya, jika sudah diketahui rentang dosis yang aman, maka baru diujikan pada manusia.
"Maka dalam uji klinik, sudah didahului oleh uji pra-klinik di hewan. Jika sudah diketahui rentang dosis yang masih aman, baru kemudian diujikan pada manusia."
"Selanjutnya dalam tahap uji klinik 1, diuji dulu hasil dari hewan tadi, untuk mencari dosis yang optimal dari dasar uji pada hewan. Dan tentu saja pengetahuan sebelumnya tentang obat dan vaksin sejenis," pungkasnya.
Baca juga: Polisi Sebut Joki Vaksin di Pinrang Sempat Rasakan Efek Disuntik 17 Kali: Badan Panas, Sulit Tidur
Imbas Kasus Joki Vaksin, Satgas Covid-19 Pinrang Lakukan Evaluasi
Imbas dari kasus joki vaksin di Pinrang, Satgas Covid-19 Kabupaten Pinrang akan mengevaluasi pelaksanaan vaksinasi Covid-19.
Baca juga: 5 FAKTA Joki Vaksin di Pinrang Mengaku Disuntik 17 Kali, Dibayar Rp800 Ribu hingga Diduga ODGJ
Salah satunya, dengan memperketat prosedur verifikasi warga saat pelaksanaan vaksinasi.
Hal itu diungkapkan Ketua Satgas Covid-19 Kabupaten Pinrang, Andi Irwan Hamid.
"Setelah dengan adanya kejadian-kejadian ini, kita akan lebih ketat lagi memverifikasi semua masyarakat yang akan divaksinasi," kata Andi, dikutip dari tayangan YouTube Kompas TV, Kamis (23/12/2021).
Dari adanya kasus joki vaksin, Andi menilai petugas di lapangan agak kesulitan dalam memastikan siapa yang disuntik.
Baca juga: Joki Vaksin Covid di Pinrang Disuntik 16 Kali, Apa Dampaknya Pada Tubuh? Ini Penjelasan Komnas KIPI
Terlebih, masyarakat datang dengan memakai masker yang menutupi bagian wajah.
Namun, pihaknya memastikan akan mengevaluasi pelaksanaan vaksinasi agar kasus joki ini tak kembali terulang.
"Cuman memang secara administrasi ini memang agak sulit dijangkau petugas vaksinator kita."
"Mereka (masyarakat) kan memperlihatkan KTP dengan memakai masker ini kan agak sulit," kata dia.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Shella Latifa A)