TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo selama 2021 berhasil mengembalikan penguasaan Sumber Daya Alam (SDA).
Capaian tersebut ditorehkan oleh Jokowi setelah puluhan tahun dikuasai asing.
Sepanjang 2021 ini, Jokowi mengambil alih tiga perusahaan besar yang kini sudah dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Diantaranya adalah Blok Rokan, Freeport Indonesia dan Vale Indonesia.
Blok Rokan sudah dikuasai oleh PT Chevron Pasific Indonesia (CPI), perusahaan asal Amerika Serikat sejak Indonesia belum merdeka.
Total 97 tahun Chevron memproduksi minyak dan gas bumi yang berlokasi di Sumatera.
Baca juga: Menteri BUMN akan Resmikan 5G Mining Kerjasama Freeport dan Telkom
Kini, berkat kerja nyata Jokowi, wilayah kerja minyak dan gas bumi (WK Migas) terbesar kedua di Indonesia ini berhasil kembali ke tangan rakyat.
Hal itu telah tertuang pada putusan Menteri ESDM No. 1923 K/10/MEM/2018 Tanggal 6 Agustus 2018 sejak tanggal 9 Agustus 2021.
Selain Blok Rokan, Jokowi juga mengambil tambang tembaga dan emas di Papua yang sudah sejak 1967 dikuasai oleh perusahaan Amerika, PT Freeport Indonesia.
Setelah bernegosiasi alot, akhirnya Indonesia berhasil menguasai 51 persen sahamnya.
Kini Freeport Indonesia sudah membangun pabrik smelternya di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Gresik, Jawa Timur.
Jokowi ingin tidak ada lagi ekspor barang mentah untuk luar negeri.
Ia berharap cadangan tembaga, emas dan mineral lainnya yang ada di Indonesia bisa diolah di dalam negeri, baru kemudian bisa diekspor dengan harga yang jauh lebih tinggi.
Mantan Walikota Solo ini juga menyebut Indonesia memiliki cadangan tembaga yang besar.
Bahkan, Indonesia masuk kategori tujuh negara yang memiliki cadangan tembaga terbesar di dunia.
“Potensi yang sangat besar ini harus kita manfaatkan sebaik-baiknya, sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dengan menciptakan nilai tambah setinggi-tingginya bagi ekonomi kita,” ujar Jokowi.
“Freeport juga kita mendorong agar Freeport membangun smelter di dalam negeri. Sekali lagi, kita ingin nilai tambah ada di sini," tambahnya.
Setelah berhasil menguasai Freeport Indonesia, Jokowi langsung fokus ke PT Vale Indonesia Tbk (INCO) yang sudah dikuasai perusahaan asal Kanada selama puluhan tahun lamanya.
Berkat kerja besar Jokowi, Indonesia kini sudah menguasai 20 persen saham Vale lewat perusahaan BUMN Mining Industry Indonesia (MIND ID).
Indonesia berpeluang menguasai lebih besar perusahaan tambang nikel tersebut.
Pasalnya Kontrak Kerja (KK) PT Vale akan berakhir pada 28 Desember 2025.
Vale kini sedang membangun pabrik smelter High Pressure Acid Leaching (HPAL) di Pamalla, Sulawesi Tenggara dan smelter foronikel di Bahdopi, Sulawesi Tengah.
Nilai tambah
Jokowi mengatakan Indonesia harus meningkatkan nilai tambah dari industri pertambangan.
Oleh karenanya, pemerintah berusaha mengambil alih kepemilikan saham perusahaan asing atas pengelolaan sejumlah industri pertambangan Indonesia.
"Kita harus menjamin dan meningkatkan nilai tambah. Jadi nilai tambah ini penting sekali, nilai tambah yang maksimal untuk kepentingan nasional kita dan rakyat kita," ujar Jokowi saat memberi pengarahan kepada peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LXII dan Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) XXIII Tahun 2021 Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia di Istana Negara beberapa waktu lalu dikutip dari Kompas.com.
"Itulah mengapa kepemilikan beberapa perusahaan asing kita ambilalih. Freeport misalnya yang sudah 54 tahun dikelola oleh Freeport-McMoRan, dua tahun lalu mayoritas telah kita ambil sahamnya sehingga dari 9 persen menjadi mayoritas 51 persen," jelasnya.
Kemudian, Blok Mahakam yang sudah 43 tahun dikelola oleh Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation dari Perancis, lalu 100 persen diambil alih dan berikan ke PT Pertamina Persero.
Terakhir adalah Blok Rokan, yang sudah dikelola 97 tahun oleh Chevron, juga sudah 100 persen diberikan ke PT Pertamina Persero.
"Sekarang tinggal kita lihat kita bisa tidak melanjutkan meningkatkan produksi dari yang sudah kita ambil alih ini. Inilah yang jadi pertanyaan," ungkap Jokowi.
"Tapi kita lihat nanti setahun, dua tahun, tiga tahun, empat tahun akan kita lihat mampukah kita (meraih nilai tambah," lanjutnya.
Sumber: Kompas.com/Tribunnews.com