Dalam UU No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran disebutkan bahwa pelayaran adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas angkutan di perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan, serta perlindungan lingkungan maritim.
Baca juga: Tingkatkan Perlindungan Lingkungan Maritim, Kemenhub Gelar Refresher Operator SROP Dan VTS
Oleh karena itu dia pun merekomendasikan untuk memperketat pengawasan guna meminimalisasi kecelakaan yang melibatkan kapal penyeberangan (Kapal Ferry) – ASDP.
Dikatakan dia juga bahwa pengertian kapal sebagai jembatan sebagaimana yang tertuang dalam Bab I Pasal 1 butir 7 PP No. 20 tahun 2010 tentang angkutan perairan juga perlu dikaji kembali.
Sebab, deskripsi kapal tersebut patut diduga telah menyebabkan misinterpretasi yang dalam di tataran pelaksana dimana kapal-kapal ASDP hanya dianggap sebagai benda atau jembatan dan bukan sebagai alat transportasi apalagi kapal.
Capt. Hakeng juga melihat adanya regulasi yang tumpang tindih.
"Pengertian kapal sebagai alat transportasi di laut, namun regulator serta regulasi yang mengontrolnya saling tumpang tindih. Hal ini saya yakini telah keluar dari semangat mempersingkat birokrasi yang terus digaungkan oleh Pemerintahan Presiden Jokowi.
Kapal-Kapal tersebut ketika sudah berada di lautan menyebabkan para pihak yang mewakili regulator di pelabuhan-pelabuhan terkait juga kebingungan terkait dasar mereka dalam bekerja. Lautan yang diatur oleh peraturan Dirjen Hubdar," jelasnya
Hal lain yang menjadi perhatian dari Capt. Hakeng adalah kekurangdispilinan dari pelaksana atau kru kapal dan pelabuhan.
Misalnya, terkait jumlah crew manifest di kapal yang tidak sebanding atau presisi.
"Tak adanya crew manifest dengan jumlah yang presisi, kerap kali pula menghambat proses penyelamatan dan penyelidikan sebab kecelakaan kapal. Karena itu hal ini perlu mendapat perhatian serius pula.
Alasan yang sering muncul ke permukaan dan sering diucapkan oleh operator adalah mengenai waktu di pelabuhan yang ketat dan pendek.
"Seringkali saat kapal berangkat, kendaraan tidak diikat (lashing). Itu jadi potensi bergeraknya muatan di atas kapal, sehingga itu mengubah stabilitas kapal secara drastis.
Saya melalui AKKMI mengusulkan agar dibuat waktu sandar kapal yang ideal di tiap-tiap pelabuhan sehingga tidak ada lagi alasan para pihak untuk tidak mengikuti peraturan yang telah ada," sarannya.
Hal lain yang patut disayangkan adalah dengan adanya pembiaran truk-truk ODOL yang masuk ke dalam kapal-kapal ASDP.