Begitu juga, lanjut dia, dengan Dadang Hendra Yuda.
Bahkan, kata dia, sejak awal dirinya tidak dikenai hukuman tambahan berupa pemecatan.
Dengan demikian, kata dia, setelah menjalani hukuman tentu saja kembali berdinas sebagai anggota TNI.
"Artinya? mereka clear. Hukuman sudah dijalani, selanjutnya ya kembali aktif meniti karier. Nah hal-hal seperti ini kan kerap kita jumpai dalam Peradilan Militer. Hukuman maksimal di peradilan tingkat pertama ketika kasus masih disorot publik, lalu dianulir di tingkat banding atau di atasnya, tanpa publikasi dan sorotan," kata Fahmi.
Menurutnya hal tersebut tidak hanya terkait Yulius serta Dadang dengan Tim Mawarnya namun juga terjadi di sejumlah kasus lain.
Bukan cuma yang menyangkut pelanggaran HAM, kata dia, namun juga dalam kasus lain seperti yang terjadi pada kasus Agus Isrok putra mantan KSAD Soebagyo HS.
Fahmi mengatakan Agus dulu sempat divonis bersalah dalam kasus narkoba dan dipecat.
Namun belakangan, kata dia, kabarnya mendapat pengampunan dan pemecatannya dibatalkan sehingga karir militernya tetap dapat berjalan tanpa hambatan.
Praktik-praktik peradilan militer yang tidak terungkapkan dengan baik ke publik dan cenderung tampak ditutup-tutupi tersebut, kata Fahmi, semakin meyakinkannya bahwa agenda reformasi Peradilan Militer itu sangat mendesak untuk dilanjutkan.
Jika tidak, menurutnya hentikan saja omong kosong soal Tim Mawar, pelanggaran HAM, penculikan, aksi kekerasan negara dan lain-lain.
Fahmi melanjutkan itu karena toh mereka yang namanya disebut-sebut sudah menjalani hukuman, tidak dipecat, dan dengan begitu masih berhak mengembangkan karier hingga setinggi-tingginya.
"Kalimat terakhir itulah yang menurut saya melandasi pengangkatan. Walaupun menyakiti hati kerabat dan sahabat para aktivis yang hingga kini tak tentu rimbanya, nyatanya tak ada yang bisa menghentikan," kata dia.
Fahmi mengatakan, bagaimanapun DPR juga berperan dalam hal tersebut.
Seharusnya, kata dia, DPR mengingatkan agar presiden dan TNI berhati-hati dalam hal pengisian jabatan terutama yang dinilai strategis dan berhadapan dengan publik.
"Kebersihan dari catatan pelanggaran HAM dan kasus pidana lainnya, harus menjadi pertimbangan agar dapat menjadi pembelajaran bagi para prajurit untuk selalu berhati-hati dan patuh pada hukum. Juga untuk menjaga fairness bagi para perwira/prajurit lainnya dalam berkarir," kata Fahmi.