TRIBUNNEWS.COM - Berikut asal-usul nama Nusantara yang bakal menjadi nama ibu kota baru Indonesia yang disetujui oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Seperti yang diberitakan Tribunnews sebelumnya, Jokowi telah menyetujui nama ibu kota negara baru yaitu Nusantara.
Informasi ini diungkapkan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Suharso Monoarfa pada Senin (17/1/2022).
Terkait penamaan ibu kota negara baru ini, Suharso menjelaskan awalnya nama tersebut belum diisi dalam surat presiden (surpres).
Baca juga: Kepala Bappenas Ungkap Nama IKN Baru Pilihan Jokowi: Nusantara
Baca juga: Dinamai Nusantara, Ini Harapan Presiden Jokowi tentang Ibu Kota Negara yang Baru
Kemudian pihaknya menahan nama itu karena belum mendapat persetujuan dari Jokowi.
“Mengenai nama ibu kota titik-titik itu memang semula ingin dimasukkan pada waktu penulisan surpres itu tapi kemudian ditahan,” ucap Suharso.
Sebenarnya Jokowi sudah menyetujui naman ibu kota negara baru yaitu Nusantara pada Jumat (14/1/2022).
“Ini saya baru mendapatkan konfirmasi langsung dan perintah langsung dari Bapak Presiden itu pada hari Jumat. Jadi ini sekarang hari Senin pada hari Jumat lalu,” jelasnya.
Lalu apa itu Nusantara dan bagaimana asal-usul dari nama tersebut?
Nusantara adalah istilah yang kerap digunakan untuk menyebut Indonesia.
Bahkan istilah ini sudah ada sebelum Indonesia ada.
Dikutip dari Kompas.com, awalnya nama Nusantara lahir di masa Kerajaan Majapahit di sekitar abad ke-14.
Diketahui pada saat itu Nusantara digunakan dalam konteks politik.
Kemudian untuk geografisnya sendiri, kawasan Nusantara terdiri dari gugusan pulau yang terdapat di antara benua Asia dan Australia serta Semenanjung Malaya.
Wilayah yang disebutkan tersebut dikategorikan oleh Majapahit sebagai Nusantara.
Lalu orang yang pertama kali mengucapkan nama Nusantara adalah patih Majapahit, Gajah Mada.
Gajah Mada pertama kali mengucapkannya lewat sebuah sumpah yang dikenal dengan Sumpah Palapa ketika upacara pengangkatan menjadi Patih Amangkubumi Majapahit.
Bunyi dari Sumpah Palapa adalah sebagai berikut:
“Lamun huwus kalah Nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, Samana isun amukti palapa.”
Artinya adalah:
“Jika telah mengalahkan Nusantara, saya melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikian saya melepaskan puasa.
Namun terdapat fakta unik terkait istilah Nusantara ini di mana Jawa Tengah dan Jawa Timur tidak termasuk dalam istilah yang dimaksud Gajah Mada ini.
Hal tersebut karena kerajaan di tanah Jawa berada langsung di bawah pemerintahan Majapahit.
Terdapat tujuh kerajaan di Pulau Jawa yang melakukan aturan dari Majapahit yaitu Singasari, Daha, Kahuripan, Lasem, Matahun, Wengker, dan Pajang.
Sehingga bisa dikatakan Nusantara digunakan ketika menyebu daerah di luar Majapahit yang saat itu perlu ditaklukan.
Seiring berjalannya waktu, istilah Nusantara sempat terlupakan dan baru kembali digunakan pada abad ke-20 oleh tokoh pendidikan, Ki Hajar Dewantara.
Selain itu juga digunakan sebagai alternatif dari Nederlandsch Oost-Indie atau Hindia Belanda.
Hingga kini pun istilah Nusantara masih kerap digunakan untuk padanan Indonesia.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Chaerul Umam)(Kompas.com/Nibras Nada Nailufar)