News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Presidential Threshold

Pemohon Perkuat Alasan Hukum Soal Gugatan Ambang Batas Pencalonan Presiden di MK

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ilustrasi.Sejumlah aktifis pro demokrasi yang mendaftarkan Pengujian Undang-Undang No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, membentangkan spanduk seusai melengkapi syarat gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (21/6/2018). Mereka meminta MK untuk menghapus ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden dalam Pilpres 2018 mendatang. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji materiil UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), Selasa (25/1/2022).

Perkara bernomor 68/PUU-XIX/2021 ini menyoal ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.

Gugatan ini diajukan oleh dua anggota DPD RI Bustami Zainudin dan Fachrul Razi, dengan memberikan kuasa kepada Refly Harun.

Dalam sidang agenda perbaikan permohonan ini, Refly menyampaikan telah melakukan sejumlah perbaikan.

Antara lain kedudukan hukum para Pemohon dan menguatkan alasan hukum gugatan, lewat penguraian pendekatan teks, perbandingan sosiologis, dan sejarah untuk menjabarkan persoalan ambang batas pencalonan presiden.

Refly menjelaskan bahwa akibat adanya aturan PT ini berpotensi hanya ada calon presiden tunggal.

Baca juga: Gugat Presidential Threshold ke MK, Gatot Nurmantyo Bilang Indonesia Menuju Proses Kepunahan

Sedangkan terkait pendekatan sosiologis, PT membuat masyarakat terbelah. Hal ini sudah terlihat di tengah masyarakat saat Pemilu 2019 lalu.

“Sementara dari sisi sejarah, sepanjang informasi yang ada kami mendapati tidak ada pembahasan mengenai PT sejak dilakukannya amendemen/perubahan konstitusi dari 1999 – 2002," kata Refly di persidangan, Selasa (25/1/2022).

"Tidak pernah adanya singgungan tentang PT yang berkaitan dengan pencalonan presiden ini. Adapun ketentuan PT hanya untuk pemilihan legislatif," imbuh dia.

Sebagai informasi, gugatan ini menyoal Pasal 222 UU Pemilu yang dianggap bertentangan dengan Pasal 6 ayat (2), Pasal 6A ayat (2), dan Pasal 6A ayat (5) UUD 1945.

Pemohon menyebut bahwa tidak benar jika ketentuan PT memperkuat sistem pemerintahan presidensial.

Menurut Pemohon, adanya PT sama saja mengabaikan hak konstitusional para Pemohon untuk mendapat pilihan calon presiden yang sebanyak - banyaknya dalam Pemilu.

Hal ini dicerminkan oleh Pemohon pada saat Pemilu 2019 lalu, di mana para Pemohon kehilangan hak konstitusional untuk mendapat banyak pilihan calon pemimpin dari partai politik peserta pemilu.

Namun adanya ambang batas pencalonan presiden mengakibatkan tereduksinya fungsi partai politik dalam memberikan sosok dari aspirasi masyarakat.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini