News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Buku Menumpas Bandar Menyongsong Fajar: Sejak Dulu Hingga Kini Narkoba Sangat Berbahaya

Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

“Menumpas Bandar Menyongsong Fajar: Sejarah Penanganan Narkotika di Indonesia”.

TRIBUNNEWS.COM, Jakarta - Awal Januari 2022 menjadi saat kelam bagi musisi Ardito Pramono, yang dikenal lewat sejumlah film layar lebar karena harus berurusan dengan polisi karena terjerat narkoba.

Kemudian, komika Fico Fachriza juga tersandung kasus serupa. Bahkan, sebelumnya sejumlah nama publik figure juga terjerembab dalam lubang narkoba ini.

Dengan penangkapan itu, karir mereka pasti sangat terganggu. Suatu pelajaran berharga bagi para artis tapi sayangnya kerap dilupakan, sehingga kasus serupa terulang pada sosok lain.

Dari sisi dampak, jelas narkoba sangat berbahaya. Penyalahgunaan zat tersebut bisa menyebabkan keseimbangan elektrolit berkurang.

Akibatnya badan kekurangan cairan. Jika efek ini terus terjadi, tubuh akan kejang-kejang, muncul halusinasi, perilaku lebih agresif, dan rasa sesak pada bagian dada. Halusinasi menjadi salah satu efek yang sering dialami oleh pengguna narkoba seperti ganja.

Pemakai yang menggunakan obat-obatan tersebut dalam dosis yang berlebih, efeknya justru membuat tubuh terlalu rileks sehingga kesadaran berkurang drastis.

Beberapa kasus si pemakai tidur terus dan tidak bangun-bangun. Dampak narkoba yang paling buruk terjadi jika si pemakai menggunakan obat-obatan tersebut dalam dosis yang tinggi atau yang dikenal dengan overdosis. Ujungnya, bahaya yang fatal adalah kematian.

Baca juga: Anggota Polres Karanganyar Meninggal akibat Kecelakaan Saat Mengejar Target Pelaku Narkoba

Dari sisi potensi kerugian, Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebut negara mengalami kerugian sebesar Rp84 triliun setiap tahun, akibat narkoba. Deputi Pencegahan BNN Sufyan Syarif, pernah mengungkapkan hal ini beberapa waktu lalu.

Dia menyebut sejumlah tantangan masih dihadapi pihaknya dalam menekan maraknya peredaran narkoba, mulai dari letak geofrafis Indonesia, jumlah penduduk, hingga budaya diskriminasi terhadap pengguna yang menjadi korban bujukan oknum tak bertanggung jawab.

Narkoba dengan beragam jenisnya bukan kali ini saja melanda negeri kita, tapi jauh di masa lampu, sejak masa penjajahan Belanda, yang dikenal dengan opium. Tapi saat ini, sesuai Laporan PBB, Indonesia termasuk negara dengan jumlah pemakai narkoba yang cukup tinggi dan jaringan pengedar serta bandar yang perlu diantisipasi.

Bagaimana lika-liku dan perjalanan panjang tentang Opium yang belakangan lebih dikenal sebagai narkoba ini, diulas dalam buku baru dengan judul “Menumpas Bandar Menyongsong Fajar: Sejarah Penanganan Narkotika di Indonesia”. Buku yang diterbitkan Prenada, Jakarta, Desember  2021 ini  ditulis oleh tiga alumni Jurusan Ilmu Sejarah FIB UI, Ardi Subandri, Suradi, dan Toto Widyarsono.

Buku setebal 196 halaman ini merangkum sejarah panjang Narkoba, dan dampak penyalahgunaannya. Dibahas pula perkembangan kelembagaan yang menangani pemberantasan Narkoba dan banda-bandarnya hingga terbentuk apa yang dikenal dengan Badan Narkotika Nasional (BNN). Selain itu ada 11 tokoh yang mengungkapkan testimoninya soal penanganan Narkotika.
 
 Dikuasai Koloni Belanda

Sejarah narkotika di Indonesia dimulai ketika diperkenalkan Opium di Jawa yang merupakan sekumpulan alkaloid yang disarikan dari tanaman Papaver Somniferum. Senyawa yang digolongkan dalam obat narkotik ini terkenal dengan efek ketergantungan yang ditimbulkannya.

Pada awal abad ke-17 VOC (Verenigde Oost India Company) membeli bahan mentah opium di pantai barat India; tetapi baru pada tahun 1659 secara langsung mengimport dari Bengal.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini