News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Suap Pegawai Pajak

Jika Terbukti Terlibat, Siwi Widi Tetap Akan Dijerat Pidana Meski Kembalikan Uang

Penulis: Milani Resti Dilanggi
Editor: Suut Amdani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Siwi Widi Purwanti alias Siwi Sidi saat keluar gedung usai menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin (20/1/2020). Siwi diperiksa terkait laporannya terhadap akun Twitter @digeeembok, yang menudingnya sebagai simpanan atau gundik mantan Dirut Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra alias Ari Askhara. Tribunnews/Jeprima

TRIBUNNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan, mantan pramugari Garuda Indonesia, Siwi Widi Purwanti, akan mengembalikan uang terkait kasus suap.

Siwi Widi saat ini dipanggil KPK sebagai saksi dalam dugaan kasus aliran dana kasus suap mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak, Wawan Ridwan.

Wawan saat ini terdakwa kasus suap, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang terjadi dalam pemeriksaan perpajakan tahun 2016 - 2017 di Direktorat Jenderal Pajak.

TPPU Wawan ini, menurut jaksa, dilakukan bersama anak kandungnya, Muhammad Farsha Kautsar.

Wawan diduga melibatkan Farsha untuk membuat rekening baru, menukarkan valas, melakukan pembelian barang hingga membagikan uang ke sejumlah pihak.

Dari rekening Farsha terdapatn 21 kali transfer uang ke rekening Siwi selaku teman dekatnya sejak 8 April 2019 hingga 23 Juli 2019 sejumlah Rp 674,8 juta.

Aliran dana ini diungkap jaksa ketika membaca surat dakwaan yang dilakukan Wawan Ridwan pada Rabu (26/1/2022).

Baca juga: Kasus Kontroversi Siwi Widi, Dituding Jadi Simpanan Bos Garuda hingga Oplas Pakai Uang Negara

Dikutip dari Kompas.com Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (27/1/2022) memberi tanggapan mengenai aliran dana yang diberikan kepada Siwi.

Ali mengkonfirmasi mengenai rencana pengembalian dana tersebut.

"Informasinya memang yang bersangkutan kooperatif akan mengembalikan sebesar Rp 647 juta lebih ya itu, sejauh ini akan mengembalikan," ungkap Ali.

"Sudah ada komitmen, sehingga nantinya kami tunggu termasuk ketika nanti proses persidangan kan pasti kami panggil sebagai saksi ya," kata Ali.

Kendati demikian KPK menegaskan kemungkinan Siwi Widi terjerat hukum masih ada.

Ali menyatakan mantan pramugari Garuda itu tidak serta-merta lolos dan terlepas dari jerat hukum.

Jika terdapat bukti mengenai keterlibatannya dalam kasus suap perpajakan tersebut, ia akan tetap dijerat hukum.

Baca juga: Sosok Muhammad Farsha Kautsar yang Transfer Rp 647 Juta ke Siwi Widi, Anak Terdakwa Kasus Korupsi

"Tentu tidak lolos dari jerat hukum. Jadi begini, kooperatifnya seseorang itu atau pun ia mengembalikan hasil tindak pidana korupsi itu tidak berpengaruh terhadap pembuktian," papar Ali.

Terlibat atau tidak terlibatnya seseorang saksi dan penerima uang yang diduga berasal dari tindak pidana akan dibuktikan melalui adanya alat bukti.

Menurut dia, tim jaksa memiliki berbagai alat bukti yang telah dituangkan ke dalam surat dakwaan terdakwa dalam kasus itu.

Selebihnya, kata Ali, terdakwa dan saksi-saksi yang akan dipanggil akan dikonfirmasi untuk pembuktian alat bukti yang ada di surat dakwaan tersebut.

"Ini kan perilaku perbuatan tersangka yang akan dibuktikan berdasarkan kecukupan alat bukti. Maksudnya pembuktian unsur dakwaan adalah ketika ada unsur-unsur perbuatan terpenuhi di pasal-pasal yang diterapkan," ucap Ali.

Ali menyampaikan, pengakuan yang jujur dari seseorang yang menjadi tersangka akan berpengaruh pada peringanan hukuman yang dijatuhkan.

"Bahwa kemudian ada yang mengaku, berterus terang, mengembalikan, sebenarnya ini alasan yang meringankan hukuman saja nantinya di persidangan," tuturnya.

Dugaan keterlibatan Widi akan dilihat secara normatif dan norma hukumnya pada Pasal 5 TPPU mengenai pelaku pasif.

Hal tersebut dijelaskan dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang berbunyi sebagai berikut:

Setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Terkait dugaan TPPU yang dilakukan wawan, jaksa mendakwa dengan Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 66 Ayat (1) KUHP.

(Tribunnews.com/ Milani Resti)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini