TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Sejauh ini menurut Pakar Epidemiologi Griffith University, Dicky Budiman, Indonesia masih memiliki keterbatasan dalam deteksi dini yaitu testing, tracing dan treatment (3T)
Sehingga menurut Dicky, kasus yang dilaporkan tidak mencerminkan kasus positif Covid-19 di lapangan. Bahkan tidak setengahnya.
"Temuan kasus yang ada tidak mencerminkan setengah yang ada di masyarakat. Apa lagi bicara Omicron jumlah infeksi bisa jauh lebih banyak dari Delta, 3-4 kali," ungkap Dicky pada Tribunnews, Sabtu (29/1/2022).
Baca juga: Sentil Anies Sibuk Urus Formula E, Ketua DPRD DKI: Jangan Memaksakan Kehendak, Omicron Lagi Naik
Baca juga: Sejumlah RS Laporkan Pasien Covid Melonjak, Wagub DKI Minta Warga Waspada Transmisi Lokal Omicron
Apa lagi varian Omicron ini sebagian besar tidak bergejala.
Di sisi lain ia juga menyebutkan jika penyebab lonjakan tidaklah tunggal dan selalu multifaktor.
"Jadi tidak hanya karena libur panjang. Semua berkontribusi. Oleh karena itulah libur yang panjang kemarin terkendali, ya sulit untuk dikatakan. Kita juga bicara pintu masuk sampai ke dalam negeri, ada banyak faktor," kata Dicky menambahkan.
Baca juga: Masih Ada Ketimpangan Cakupan Vaksin Covid-19 di Beberapa Daerah Indonesia
Gelombang ketiga diprediksi akan terjadi pada pertengahan Februari mendatang.
Dan Jawa Bali akan menjadi daerah yang terdampak lebih dahulu.
Dicky pun memprediksi akan terjadi kasus harian hingga 500 ribu.
"Dan kalau bicara angka ya prediksi sama sepeti Delta 500 ribu perhari pada puncaknya. Pada laporan tidak terjadi. Tapi bukan tidak terjadi di masyarakat. Kita tidak akan menemukan termasuk omicorn 500 sampai sejuta," papar Dicky.
Kata Dicky, tidak menemukan bukan berarti memang tidak terjadi.
Hal ini dikarenakan Indonesia masih punya masalah perihal deteksi dini atau 3T.