TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel angkat bicara soal kabar pemetaan masjid mengantisipasi aktivitas radikalisme hingga terorisme.
Dirinya mengaku sepakat bahwa aksi terorisme harus dilawan, menurutnya rencana program itu malah terkesan mirip The NYPD Muslim Surveillance Program.
"Setelah digugat, NYPD bayar settlement sekitar 80 ribu dolar kepada masjid dan warga yang dirugikan," kata Reza dalam keterangan yang diterima, Minggu (30/1/2022).
Reza membeberkan sejumlah kerumitan dari rencana program pemetaan masjid oleh Polri dan Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme (BPET) Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu.
Per Maret 2021, terdapat 598 ribuan masjid se-Indonesia. Data Dewan Masjid Indonesia, hingga tahun 2020 jumlah masjid adalah 800 hingga 900 ribu.
Pemantauan terhadap suatu objek yang tidak kasat mata (paham, ideologi, isme) terhadap ratusan ribu masjid pasti sulit sekali dilakukan.
Baca juga: Soal Terorisme di Pesantren, Ketua Komisi VIII: BNPT Terburu-buru Ekspose, Harus Kedepankan Dialog
"Dibutuhkan parameter dan indikator yang akurat dan lengkap untuk menyimpulkan secara valid masjid mana saja yang menyebarkan radikalisme dan terorisme. Begitu pula dari sisi reliabilitas: ketika sebuah masjid dicap berafiliasi dengan terorisme, berapa lama cap itu akan berlaku? Pasti perlu monitoring berkala, dan itu mahal dari segi anggaran," kata Reza.
Reza menilai, rencana pemetaan itu menstigma masjid sebagai satu-satunya rumah ibadah yang dianggap bermasalah.
"Ini pertanda bias sekaligus gross generalization terhadap rumah ibadah tertentu," katanya.
Dirinya khawatir pemetaan bisa menggangu keharmonisan relasi antar umat Islam (jamaah masjid) sendiri.
Baca juga: BNPT: Hanya Butuh Lima Menit, Generasi Muda Bisa Terpapar Paham Radikal Terorisme
"Jadi saling menaruh prasangka. Bahkan polisi yang datang ke masjid sebatas untuk shalat pun bisa disikapi sebagai orang yang "mencurigakan"," ujarnya.
"Isme-isme destruktif pada masa kini menyebar deras lewat situs-situs internet dan media sosial. Self-radicalization dan self-recruitment adalah mekanismenya. Penyebaran seperti itu bisa terjadi di mana pun dan kapan pun Alhasil, dengan nature regenerasi teror sedemikian rupa, apa justifikasi Polri dan BPET MUI untuk melakukan pemetaan sekaligus pemantauan terhadap masjid?" tambahnya.
Menurutnya, jika terlaksana, rencana program itu justru kontraproduktif bagi situasi kamtibmas serta berdampak negatif terhadap hubungan antara Polri dan masyarakat.
"Sayang jika kesadaran yang sudah terbangun untuk melawan terorisme justru setback akibat program pemetaan tersebut. Apalagi andai nantinya warga yang merasa dirugikan menggugat Polri untuk bayar settlement, bisa terkuras anggaran Polri," katanya.
Baca juga: Hidayat Nur Wahid Tolak Pengkaitan Radikalisme Dengan Masjid dan Pesantren
Reza menjelaskan, soft approach, begitu kabarnya pemetaan masjid akan dilakukan.
"Tapi hard hit, itu ekses yang justru mungkin terjadi. Jadi, timbanglah kembali. Batalkan, lebih baik lagi," katanya.