TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PDI Perjuangan (PDIP) turut merayakan Tahun Baru Imlek 2573 untuk menegaskan komitmennya sebagai Rumah Kebangsaan Indonesia Raya.
Perayaan itu dilaksanakan secara virtual dari Gedung Badan Kebudayaan Nasional Pusat (BKNP) PDIP, dipimpin oleh Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto, Selasa (1/2/2022).
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, perayaan ini sekaligus mendoakan Indonesia Harmoni, dan menyuarakan semangat warga Indonesia etnis Tionghoa ikut membangun Indonesia berdiri di atas kaki sendiri (Berdikari) berbasis gotong royong.
Hasto menyampaikan salam dari Ketua Umum Megawati Soekarnoputri, yang ketika menjabat sebagai Presiden RI Kelima, melakukan langkah bersejarah berdasarkan ideologi Pancasila, dengan menetapkan Hari Raya Imlek sebagai Hari Libur Nasional.
Hasto mengatakan, keputusan Megawati itu bermakna sangat luas. Di satu sisi, hal tersebut merupakan pengakuan atas kepeloporan tokoh Indonesia beretnis Tionghoa dalam perjuangan pergerakan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Sekaligus sebagai sebuah perwujudan pemahaman kultural atas hubungan Indonesia yang berabad lamanya dengan Tionghoa.
Baca juga: Imlek, Anies Sambangi Kelenteng Hian Thian Siang Tee Bio di Kawasan Palmerah
Hal ini yang kemudian bisa dipahami oleh Proklamator RI Soekarno yang ketika diminta berpidato pada 1 Juni 1945, yang kemudian menjadi Hari Lahir Pancasila, membeberkan falsafah Indonesia Merdeka.
"Bung Karno menyampaikan prinsip kebangsaan yang kemudian dirumuskan dalam persatuan Indonesia. Intinya adakah bahwa semua manusia Indonesia adalah setara. Persatuan Indonesia itu tidak pernah membeda-bedakan orang berdasarkan suku, agama, jenis kelamin. Karena konstitusi sudah mengatur dengan hebatnya," ujar Hasto.
"Bung Karno sudah mengatakan Indonesia merdeka untuk semua. Semua untuk satu, satu untuk semua," tegasnya.
Maka perayaan Imlek ini menjadi penting demi memperkuat pemahaman seluruh warga negara Indonesia bahwa khasanah kebudayaan Indonesia bukan tunggal.
Namun sangat heterogen, yang kemudian membentuk suatu watak, suatu kultur bangsa yang bermusyawarah dan bergotong royong.
Hasto menambahkan, Ketua Umum Megawati Soekarnoputri mengarahkan agar PDI Perjuangan menjadi Rumah Kebangsaan Indonesia Raya. Maka sebagai satu-satunya partai nasionalis soekarnois, maka PDIP merayakan hari besar nasional.
"Namun bukan hanya Imlek yang kita rayakan. Tetapi kita rayakan juga hari lahir NU, hari lahir Muhammadiyah kita rayakan, hari lahir PDI Perjuangan tentunya, Natal, Nyepi. Dan di bulan puasa, di Rumah Budaya ini, juga kita angkat nilai Islam sebagai rahmatan lilalamain selama sebulan penuh," urai Hasto.
"Inilah ekspresi Rumah Kebangsaan Indonesia Raya yang jadi jati diri PDI Perjuangan," tegasnya.
Lebih jauh, Hasto menjelaskan dengan merayakan Imlek, PDIP ingin membangun sebuah keharmonian bangsa.
"Maka Ibu Megawati dan keluarga besar PDI Perjuangan mengucapkan selamat hari raya imlek. Untuk seluruh yang merayakan di tahun macan air ini, semoga kita dapat keberkahan, kita dapat bersama keluar dari berbagai persoalan pandemi," kata Hasto.
"Sehingga dengan merayakan keharmonian di dalam imlek ini kita dapat membangun tekad persatuan. Inilah yang diinginkan PDI Perjuangan khususnya Ibu Megawati Soekarnoputri," tambahnya.
Megawati sendiri sudah membuktikan bahwa hal ini bukanlah sekedar kata-kata belaka.
Baca juga: Tanpa Atraksi Barongsai, Perayaan Imlek di Klenteng Hok Lay Kiong Bekasi
Menurut Hasto, semua bisa memahami prinsip itu ketika PDIP mengusung Basuki Tjahaja Purnama alias BTP atau Ahok, menjadi calon gubernur DKI Jakarta.
"Kita tak melihat etnisnya. Pak Ahok ketika dicalonkan menjadi calon gubernur DKI, bukan karena dilihat etnisnya tetapi kualifikasi kepemimpinannya. Itulah yang menjadi karakter Pancasila dibumikan dalam seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara. Inilah Indonesia tanpa diskriminasi," beber Hasto.
Bagi warga negara etnis Tionghoa, Hasto mengajak semuanya mengingat semangat perjuangan Indonesia merdeka.
Bagaima warga Indonesia etnis Tionghoa masa perjuangan dahulu, berjuang untuk Indonesia merdeka, dengan menghidupi semangat antikolonialisme dan antiimperialisme.
Dalam konteks sekarang, kata Hasto, maka bisa diwujudkan lewat aspek kepedulian dan keadilan sosial.
"Mereka yang memegang kendali korporasi besar misalnya, tidak hanya CSR, namun bagaimana melalui bidang usaha mereka, membawa spirit berdikari. Karena sebagai bangsa kita satu. Ini yang ditegaskan Bung Karno. Menyatu dalam jiwa bangsa Pancasila yang mengedepankan gotong royong," ujar Hasto.
"Pendeknya, dengan jiwa kemanusiaan berkobar, kalau melihat orang susah, apapun sukunya, kita harus bergerak untuk memberikan uluran tangan. Itu yang kita harapkan," pungkasnya.