(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat maka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(4) Pidana yang ditentukan dalam pasal ini diterapkan juga bagi orang yang dengan sengaja dan melawan hukum memberi tempat untuk perampasan kemerdekaan," demikian bunyi pasal itu.
Baca juga: LPSK Duga Ada Pembiaran Terstruktur Terkait Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat
Sebagai advokat, Priyanggo mengaku baru pertama kali ini melihat kasus temuan kerangkeng dimiliki secara perseorangan.
Menurutnya, tak ada aturan yang memperbolehkan seseorang membangun penjara manusia di kediaman pribadi.
Priyanggo juga menyoroti temuan LPSK mengenai adanya pernyataan dari pihak penghuni kerangkeng tak boleh menuntut pengelola jika sakit atau meninggal.
Dia menilai pernyataan tersebut telah bertentangan dengan hukum, sehingga tak berkekuatan apa-apa.
"Isi dari pernyataan tersebut apabila terjadi suatu hal dalam hal ini meninggal dunia, keluarga tidak boleh menuntut si pengelola pembinaan."
"Ini sangat aneh ketika ini pernyataan bertentangan dengan hukum, ini tidak berguna," tutur Ketua Young Lawyers DPC Peradi Solo itu.
Baca juga: Kuasa Hukum Bupati Langkat Heran Temuan Tahanan Meninggal di Kerangkeng: Ada Oknum yang Diuntungkan
Sehingga, menurut dia, dalam kasus ini tak hanya perihal tindak pidana yang terjadi.
Melainkan juga pada dugaan pelanggaran HAM.
Ia pun berharap pihak pengelola kerangkeng bisa-bisa betuk mengungkapkan tujuan dibangunnya penjara manusia itu.
"Tujuannya seperti apa? Kalau memang ini tujuan rehabilitasi, ada hal-hal yang harus mereka jelaskan, soal legalitas tempat rehabilitasi."
"Dari kacamata hukum, ini sudah ada tidak hanya dugaan perbuatan pidana saja, tetapi juga dugaan pelanggaran HAM," katanya.