Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta dan LBH Pers buka suara terkait dugaan kasus kekerasan seksual yang dialami oleh seorang jurnalis perempuan berinisal IW.
Dua lembaga tersebut mengutuk keras peristiwa yang terjadi pada tahun 2015 itu.
"Benar bahwa AJI Jakarta dan LBH Pers mendapat pengaduan terkait kasus kekerasan seksual berupa dugaan upaya pemerkosaan dan pelecehan seksual terhadap reporter perempuan di Geotimes. Kami mengutuk segala bentuk tindakan kekerasan seksual dan mendukung sepenuhnya upaya korban untuk mendapatkan keadilan," bunyi keterangan tertulis AJI Jakarta dan LBH Pers pada Kamis (3/2/2022).
Atas permintaan korban, AJI Jakarta dan LBH Pers telah mendampingi korban dan kemudian mendatangi kantor Geotimes di Menteng, Jakarta Pusat.
Baca juga: Empat dari lima perempuan alami pelecehan seksual di ruang publik, menurut survei
Menurut keterangan AJI Jakarta dan LBH Pers, sesampainya di kantor Geotimes, tim pendamping menunggu di ruang tamu dan korban menyampaikan ke redaksinya bahwa tim pendamping korban ada di kantor Geotimes untuk membicarakan kasus yang menimpanya.
"Pada akhirnya, tim pendamping tetap tidak berhasil bertemu manajemen redaksi yang saat itu berada di kantor," terangnya.
Atas dasar itu pihak AJI Jakarta dan LBH Pers sangat menyayangkan kejadian yang menimpa korban.
Menurut AJI Jakarta dan LBH Pers, siapa pun bisa menjadi korban dan perempuan belum bisa mendapatkan ruang yang aman dan nyaman bahkan di lingkungan kantornya sendiri.
"AJI Jakarta dan LBH Pers mendorong perusahaan media untuk menaati kode etik jurnalistik dalam pemberitaan kasus kekerasan seksual. Perusahaan media sebaiknya menghormati pengalaman traumatis korban," jelasnya.
Baca juga: Oknum Guru Kontrak di Konawe Sultra Jadi Tersangka Kasus Pelecehan Seksual 3 Siswi Madrasah
AJI Jakarta dan LBH Pers mendorong perusahaan media untuk membuat standar penanganan kasus kekerasan seksual di tempat kerja.
Hal ini untuk menciptakan ruang yang aman dan nyaman bagi pekerja khususnya kelompok perempuan dan marginal.
Kasus dugaan kekerasan seksual di kantor Geotimes sendiri mencuat setelah korban berinisial IW menceritakan insiden yang dialaminya itu melalui sebuah rangkaian cuit di akun Twitter pribadinya pada Rabu (2/2/2022).
IW menyebut kejadian tersebut berlangsung pada 2015 lalu.
"2015 saya menjadi reporter di geotimes, pelecehan verbal dilakukan oleh Zahari, manager distribusi. Saya masih mampu menegur secara keras kelakuannya," ujar IW dalam utasannya di Twitter.
IW mengungkapkan kejadian pelecehan seksual itu dilakukan secara berulang-ulang oleh pelaku.
Baca juga: Polisi Minta Korban Pelecehan Seksual di Kampus di Jateng Melapor
Usai melakukan ekspedisi bersama TNI AL selama tiga bulan, korban bercerita pernah mendapatkan pelecehan verbal yang tidak pantas.
"Pelaku juga beberapa kali masuk ke ruang kerja saya dan mengunci pintu dan memaksa saya untuk having sex dengan dia, lampu dia matikan dan dia bilang mumpung sepi. Yang bisa saya lakukan hanya teriak tapi tidak ada yang nolong. Padahal banyak orang di lantai bawah," jelas IW.
IW kemudian menjelaskan bahwa pelaku juga pernah melakukan pelecehan seksual hingga percobaan pemerkosaan. Namun saat itu, korban sempat berhasil melarikan diri.
"Saya berhasil lari dan minta tolong ke teman2 yang ada diruang redaksi dan pelaku berhasil mengejar saya dan dia menjambak rambut saya dan kepala saya dibenturkan ke besi rangka ruang kaca," ungkap IW.
IW menyatakan bahwa saat itu banyak saksi yang melihat kejadian tersebut.
Korban pun bercerita bahwa ia sempat melaporkan hal tersebut kepada FG yang saat itu menjadi pemred di Geotimes.
"Saya tetap menuntut adanya sanksi buat pelaku, bahkan saya juga melaporkan hal tersebut ke pemred FG. dia hanya memanggil saksi2 lalu bilang ini akan diselesaikan oleh managing editor," jelas IW.
Baca juga: Cegah Pelecehan Seksual, INAYES Desak DPR Segera Sahkan RUU TPKS
Karena tidak ada penyelesaian, IW pun meminta bantuan dan mengadukan kasusnya ke Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia.
"Mba Hesty dari @AJIIndonesia memperkenalkan saya kepada salah seorang pengurus @AJI_JAKARTA kemudian menjadi pendamping saya untuk melaporkan kasus ini ke @lbhpersjakarta," tulis IW.
Korban lalu melanjutkan bahwa proses mediasi kemudian gagal terjadi.
Korban mengatakan bahwa FG mengusir perwakilan dari AJI Jakarta dan LBH Pers Jakarta.
"Yang terhormat Pemred saya FG mengusir pendamping saya @AJI_JAKARTA dan @lbhpersjakarta dan berteriak jika kasus ini saya lanjutkan dia akan hancurkan karir saya," tulis Irine.
Bantahan FG
Menanggapi tuduhan dari mantan anak buahnya itu, FG membantah. Di akun Twitter pribadinya, jurnalis senior membantah semua tuduhan korban bahwa dirinya melindungi pelaku kekerasan seksual.
"Respon cepat thd tuduhan korban: Untuk fakta yang krusial: Saya TIDAK PERNAH BERTEMU dg tim/delegasi AJI/LBH Pers, tidak pernah tahu kedatangan mereka dan tidak diberitahu. Bagaimana bisa saya mengusir? Saya bersedia diperiksa utk kesaksian krusial ini," tulis FG.
FG juga menulis bantahan di akun Facebooknya.
"Saya tidak ingin dibela dalam kasus ini. Saya hanya ingin Anda mendengar versi saya, tanpa harus serta-merta mempercayainya," tulis FG.
"Saya bersedia diperiksa oleh sebuah tim independen untuk menguji kesaksian ini," katanya lagi.
Di akun facebook-nya FG juga menulis kronologis kejadian 7 tahun lalu itu versi dirinya, saat ia masih bekerja sebagai pemimpin redaksi di Majalah Geotimes.
IW diakui FG saat itu merupakan salah satu reporternya.
Berikut penjelasan lengkap FG di akun facebooknya:
1. Suatu hari saya menerima laporan yang disampaikan oleh beberapa reporter pria. Mereka mewakili IW yang mengaku coba diperkosa oleh Z.
Peristiwa itu, menurut mereka, terjadi di kantor kami, di Jalan Lembang, Jakarta Pusat. Mereka mendesak saya mengambil tindakan pemecatan.
Saya bilang kepada mereka: "Mencoba memperkosa adalah perbuatan kriminal. Itu tidak cukup dengan hukuman pemecatan. Kriminal harus dilaporkan ke polisi dan dihukum."
2. Kepada saya, Z memberi kesaksian berbeda, dia membantah melakukan apa yang dituduhkan. Z teman dekat saya (saya mengenal istri dan keluarganya).
3. Saya meminta teman-teman pendamping IW untuk mencarikan satu pihak/lembaga yang bisa mengkaji tuduhan secara independen.
"Biar obyektif, mengingat kedekatan saya dengan Z, kalian yang cari dan putuskan."
Teman-teman memutuskan Yayasan Pulih untuk memverifikasinya. Pulih adalah lembaga advokasi pembela korban perkosaan. Saya setuju.
"Saya akan menerima rekomendasi Yayasan Pulih," kata saya. "Jika Pulih mengkonfirmasi tuduhan IW, saya akan memecat Z dan mendukung IW untuk melaporkannya ke polisi."
4. Rencananya, Pulih akan memanggil baik IW maupun Z secara terpisah dan mencoba menguji kedua kesaksian berbeda. Tapi, beberapa hari kemudian, tiba-tiba IW menyatakan mengundurkan diri dari Geotimes. Sementara Pulih belum sempat bekerja sesuai permintaan saya.
5. Belakangan lagi, beredar kabar bahwa saya menolak mediasi yang dilakukan LBH Pers sebagai pendamping Irine. Mereka datang ke kantor dan, kata mereka, saya menolak menemui.
(Di Twitter kemarin, Irine mengatakan saya MENGUSIR, bukan cuma menolak)
6. Tim LBH Pers memang datang ke kantor (saya tahu hal ini jauh di belakang hari). Tapi, saat itu saya TIDAK PERNAH BERTEMU mereka, tidak tahu dan tidak ada yang memberitahu saya kehadiran mereka. Bagaimana, saya bisa menolak, atau bahkan mengusir?