News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Cerita Lepasnya Sipadan-Ligitan Diungkap ANRI, Gara-gara Satu Arsip Ini Kalah dari Malaysia

Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pulau Sipadan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Masalah kearsipan di dalam sebuah lembaga negara ternyata punya dampak yang begitu besar terhadap kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Peristiwa lepasnya Sipadan-Ligitan dari bumi Indonesia karena kurangnya dukungan arsip kepemilikan dua pulau tersebut menjadi pelajaran berharga bagi Pemerintah Indonesia.

Sekretaris Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Restuardy Daud mengakui kenyataan tersebut sehingga perlu penguatan arsip untuk pulau-pulau lainnya di Indonesia, terutama Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT) tak berpenghuni.

"Kita punya peran atau kontribusi atau ruang yang sangat besar di situ karena cukup banyak dokumen negara yang berkaitan dengan tugas-tugas BNPP. Naskah perjanjian, kemudian ada peta yang disepakati dengan negara tetangga, dan sebagainya, yang kita peroleh dari pelaksanaan fungsi kita. Ini perlu kita amankan, ini aset negara," kata Restuardy dalam keterangannya, Senin (7/3/2022)

Menyinggung arsip di kawasan perbatasan negara, Direktur Kearsipan Pusat Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Azmi meminta BNPP belajar dari sengketa Sipadan-Ligitan antara Indonesia dan Malaysia yang terjadi di era 2000-an, jauh sebelum terbentuknya BNPP.

Baca juga: Mendagri Ingatkan Kasus Seperti Sengketa Sipadan dan Ligitan Jangan Sampai Terulang

Indonesia saat itu kalah di Mahkamah Internasional karena tidak punya satu dokumen penting yang menjadi penentu atas kepemilikan lahan di perbatasan.

"Kita kalah dalam satu jenis arsip yang bernama administration record," kata Azmi di Jakarta.

Ia menyebut proses penyelesaian sengketa Sipadan-Ligitan kala itu sempat melalui beberapa tahapan  pengecekan arsip dari masing-masing negara dan pemerintah kolonial pendahulunya.

Pertama, dilakukan pengecekan eksistensi "Sipadan-Ligitan" dalam berbagai peraturan yang berlaku, mulai dari Undang-Undang Dasar (UUD), Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), dan sebagainya.

"Yang kedua, ada treaty record. Ada enggak perjanjian Hindia Belanda dengan local kingdom saat itu? Ada. Tetapi Inggris/Malaysia juga punya," tutur Azmi.

Selanjutnya, dilihat catatan batas wilayah atau demarcation record. Baik Indonesia maupun Malaysia, sama-sama memiliki peta yang memasukkan Sipadan-Ligitan ke dalam wilayah mereka.

"Yang tidak kita miliki adalah administration record. Administration record itu adalah arsip tentang mengolah wilayahnya. Nah, Malaysia sudah mengolah (pulau-pulau) itu sejak tahun 40-an, adanya penarikan pajak umum, pembangunan infrastruktur, dan kita tidak punya data itu," urai Azmi.

Pemerintah kolonial Hindia Belanda pun baru dua kali menyambangi Pulau Sipadan dan Ligitan, yakni saat mendrop barang logistik dan mengejar bajak laut yang kabur ke wilayah ini.

Alhasil, Indonesia kalah di Mahkamah Internasional, sehingga Sipadan-Ligitan jatuh ke tangan Malaysia.

Baca juga: Mahfud MD: Ada Pulau di Aceh Barat Lebih Luas dari Sipadan-Ligitan, Diakui Milik Indonesia oleh PBB

Azmi menegaskan peristiwa ini sepatutnya menjadi pembelajaran bagi pemerintah Indonesia, khususnya BNPP yang mengelola kawasan perbatasan.

Eksistensi pemerintahan di wilayah perbatasan harus dikelola dengan baik dan arsipnya harus dijaga.

Sebagaimana dikabarkan sebelumnya, BNPP tengah meningkatkan kualitas pengarsipan melalui kegiatan Bimtek Kearsipan yang dilaksanakan selama dua hari, yakni pada 3-4 Februari 2022.

Lewat acara ini, diharapkan pengelolaan kearsipan di lingkungan BNPP semakin baik.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini