TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin mengakui ada korban yang meninggal dalam kerangkeng di rumahnya.
Pengakuan itu diungkapkan Terbit Rencana saat diperiksa oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Gedung Merah Putih KPK, Senin (7/2).
"Enggak ngomong jumlah orang tapi bahwa ada yang meninggal iya (mengakui)," kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam.
Baca juga: Pengakuan Bupati Langkat Soal Kerangkeng di Rumahnya: Kukuh Sebut Pembinaan, Akui Ada yang Tewas
Anam mengungkapkan salah satu korban tewas di kerangkeng tersebut hanya berselang tujuh hari semenjak masuk.
"Jadi kami enggak mengandalkan berita, karena memang perbedaan bisa ada. Misalnya, di beberapa berita disebutkan meninggal setelah satu bulan. Enggak. Yang benar adalah meninggal setelah tujuh hari. Itu firm," kata Anam.
"Kenapa firm? Karena kita tanya, 'ini ngomongnya satu bulan?', (dijawab) 'lupa, mas' kemudian dicek lah ke sesama anggota keluarga kapan diantar, kapan diterima jenazahnya, dan lain-lain. Akhirnya ketemu memang seminggu. Kita crosscheck lagi bener enggak seminggu? Benar hari pertama ngapain, hari kedua ngapain, termasuk dia yang ngobatin," sambung Anam.
Anam tak merinci penyebab penghuni tersebut tewas. Termasuk apakah penghuni tersebut merupakan bagian dari pecandu narkoba.
Sebab, belakangan, terungkap tak semua penghuni kerangkeng tersebut adalah pecandu narkoba.
Namun yang pasti, kata Anam, jumlah korban tewas lebih dari tiga orang.
"Lebih dari 3 (orang)," ujarnya saat menjawab pertanyaan wartawan terkait jumlah korban tewas di kerangkeng tersebut.
Baca juga: Fakta Baru Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat, Satu Tahanan Disiksa hingga Cacat Permanen
Angka tiga orang yang tewas di kerangkeng tersebut sebelumnya pernah disampaikan oleh Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrianto saat menyambangi Polda Sumut.
Namun demikian, sambung Anam, angka tersebut berpotensi bertambah seiring penyelidikan yang dilakukan oleh pihaknya.
"Sebenarnya angka tiga itu angka Sabtu kemarin itu yang kami bilang lebih dari satu, dan saat ini kami sedang mendalami lagi, karena potensial juga nambah," kata Anam.
Selain mengaku mengetahui ada penghuni kerangkeng yang meninggal, kepada Komnas HAM Terbit Rencana Perangin Angin juga mengakui mempekerjakan penghuni kerangkeng di kediamannya di pabrik kelapa sawit tanpa dibayar.
"Ya, yang bekerja di pabrik sawit, iya. Kami sudah cek pabriknya. Iya (enggak dibayar)," kata Anam usai memeriksa Terbit.
Baca juga: Penghuni Kerangkeng Manusia Bupati Langkat Dipekerjakan di Ladang Sawit Tanpa Upah, Ada yang Tewas
Anam tidak merinci mengenai Terbit yang memperkerjakan para penghuni kerangkeng tersebut.
Namun demikian, Anam membeberkan bahwa ada semacam surat pernyataan yang harus ditandatangani keluarga dan calon penghuni kerangkeng sebelum 'dibina'.
Terbit Rencana saat ini tengah ditahan di KPK. Dia merupakan tersangka korupsi penerimaan suap dari hasil operasi tangkap tangan yang dilakukan oleh lembaga antirasuah beberapa waktu lalu.
Dia diduga menerima suap terkait pengadaan barang dan jasa 2020-2022 di Langkat.
Diduga, Terbit Rencana memerintahkan anak buahnya untuk berkoordinasi memilih pihak rekanan yang akan dimenangkan atas proyek di Dinas PUPR dan Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat.
Informasi mengenai adanya kerangkeng manusia di rumah Terbit terungkap saat KPK melakukan OTT terhadap Terbit.
Kerangkeng tersebut dikenal oleh warga setempat merupakan tempat rehabilitasi pecandu narkoba.
Anam tak merinci apakah di dalam surat pernyataan tersebut ada klausul mengenai bersedia dipekerjakan atau tidak secara cuma-cuma.
"Surat pernyataan itu modelnya variatif, enggak hanya tunggal kaya gitu, ada juga model yang lain. Yang intinya memang, masyarakat masuk ke sana harus membuat surat pernyataan. Tapi modelnya tidak tunggal," ucap Anam.
Di sisi lain Komnas HAM juga mengungkapkan adanya indikasi kekerasan di kerangkeng tersebut.
Indikasi kekerasan terhadap penghuni kerangkeng ini ditemukan Komnas HAM beserta dengan alat bukti usai melakukan penyelidikan di lapangan.
Bahkan, kekerasan ini diduga menyebabkan lebih dari tiga penghuni kerangkeng tewas.
Saat ini, Komnas HAM masih mendalami siapa saja yang melakukan kekerasan tersebut, termasuk dugaan keterlibatan Bupati Terbit Rencana.
"Itu sedang kami dalami (indikasi keterlibatan Terbit melakukan kekerasan)," kata Anam.
"Kekerasan yang berpola itu kami tahu konstrim waktunya, kami tahu apa alat yang digunakan, kami tahu siapa yang melakukan, kami tahu pengawasan untuk itu," kata Anam.
"Jadi memang ini yang kita sebut berpola. Bagaimana detailnya? Nanti setelah kami konfirmasi semua dan ini semakin lama semakin terang peristiwanya," sambung dia.
Anam juga mengatakan pihaknya mendapatkan foto beberapa tahun terakhir terkait dengan kondisi korban yang diduga mendapatkan kekerasan.
Bukti-bukti itu masih akan dikonfirmasi kepada sejumlah pihak lainnya.
"At the moment, saat itu, ada kurang lebih 52 orang. Itu dokumen yang ada dan tercatat, kalau soal kondisi dan sebagainya seperti yang sudah kami bilang sebelumnya, kami menemukan adanya kekerasan, bentuk kekerasan, pola kekerasan, sampai alat kekerasannya," kata Anam.
"Termasuk juga bagaimana ... waktunya, termasuk juga ada hilangnya nyawa, kalau kemarin Sabtu, Minggu kemarin, lebih dari satu, ya terus sekarang dibilang tiga," sambung dia.
Sementara, Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara mengatakan, pemeriksaan terhadap Terbit Rencana berjalan selama lebih dari dua jam. Sejumlah hal dikonfirmasi kepada Terbit.
"Kami mendapatkan informasi terkait sejarah kerangkeng yang ada, metode pembinaan yang dilakukan oleh tim yang mengelola kerangkeng itu sehari-hari, termasuk juga mengkonfirmasi ada yang meninggal apa tidak. Dan memang terkonfirmasi ada yang meninggal dalam kerangkeng tersebut dan juga bagaimana SOP penanganan kalau ada kekerasan atau korban jiwa," kata Beka.
"Yang lain bagaimana posisi yang ada sebelum Pak Terbit jadi bupati maupun ketika pak terbit jadi bupati dari 2019. Kira kira itu poin-poin yang kami konfirmasi," ujarnya.
Semua keterangan dari Terbit tersebut, kata Beka, akan kembali dikonfirmasi kepada pihak lain. Hal tersebut guna mendapatkan kebenaran dari informasi yang dia sampaikan.
"Setelah ini kami perlu mengkonfirmasi beberapa hal kepada pihak lain karena tadi ada keterangan pak Terbit yang butuh data informasi lebih kuat sehingga kami enggak begitu saja langsung menyimpulkan keterangan dari pak Terbit tadi," ujarnya.(tribun network/ham/dod)