Laporan Wartawan Trbunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Rahmat Bagja mengungkap salah satu faktor banyaknya korban panitia pemilihan berjatuhan dalam pelaksanaan Pemilu Serentak 2019.
Berdasarkan pengawasan jajaran Bawaslu di lapangan, salah satu faktornya karena kagetnya KPPS dalam pemungutan yang menggunakan 5 kotak suara.
Hal ini disampaikan oleh Bagja dalam diskusi daring Gelora Talks bertajuk 'Pemilu 2024: Daulat Parpol vs Daulat Rakyat', Rabu (9/2/2022).
"Memang pengalaman kita dalam 5 kotak suara mungkin kurang dan KPPS agak kaget pada saat itu," kata Bagja.
Permasalahan besar penyelenggara bisa kaget, kata Bagja, karena permasalahan Daftar Pemilih Tetap (DPT), keterlambatan surat suara, hingga adanya putusan MK soal DPTHP.
"Kemudian juga ada permasalahan besar, kenapa penyelenggara kaget? Menurut pengawasan kami, masalah DPT itu yang membuat kaget KPPS. Misalnya surat suara terlambat datang, ada beberapa di teman PPS karena DPTHP menurut putusan MK kembali ke DPTHP2. Sehingga kemudian yang sudah dikumpulkan diubah kembali," jelas dia.
Baca juga: Fahri Hamzah Cemas Jika Daulat Partai Politik Menguat dalam Pemilu 2024
Terkait surat suara, Bagja mengatakan banyak petugas lapangan yang menunggu hingga subuh atau beberapa jam sebelum TPS dibuka untuk pemungutan suara.
Suasana menunggu dan ketegangan memberi tekanan tersendiri bagi para petugas KPPS.
"Ada juga yang menunggunya terlambat, seharusnya kan malam jam 9 sudah diterima surat suara, tapi ini menjelang jam 4 subuh baru diterima, kemudian ada keterlambatan pembukaan TPS. Itu suasana menunggu itu menegangkan karena diprotes," ujarnya.
"Orang kalau dibuat tegang terus ya kadang kolaps, makanya usia 50-60 yang paling banyak," ungkap dia.