Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak terus melakukan pemantauan terhadap 34 santriwati yang menjadi korban tindakan pencabulan dari seorang guru di pondok pesantren di Trenggalek, Jawa Timur.
KemenPPPA memastikan bahwa korban mendapatkan pendampingan dan menjalani proses pemulihan dari trauma akibat kekerasan seksual yang dialaminya.
"Melalui koordinasi yang kami lakukan dengan P2TP2A di Provinsi Jawa Timur dan Kabupaten Trenggalek kami memastikan korban mendapatkan pendampingan dan pemulihan psikis sesuai hasil assessment. Korban saat ini relatif telah pulih dan sudah melaksanakan aktivitasnya secara normal," kata Deputi Perlindungan Khusus Anak, KemenPPPA Nahar melalui keterangan tertulis, Jumat (11/02/2022).
Kasus pencabulan tersebut dilaporkan ke polisi oleh korban pada September 2021 yang didampingi oleh orang tua korban dan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kabupaten Trenggalek.
Baca juga: Polisi Tangkap 7 Pelaku Pencabulan Anak di Tangerang, 2 Diantaranya Guru Ngaji dan Guru SD
Pengadilan PN Trenggalek dalam sidang vonis, 7 Februari 2022 telah menjatuhkan hukuman 18 tahun penjara kepada terdakwa lebih tinggi satu tahun dari tuntutan JPU.
Selain vonis 18 tahun, hakim juga menjatuhkan pidana denda senilai Rp 500 juta, subsider kurungan tiga bulan penjara.
"KemenPPPA menghormati vonis yang telah dijatuhkan oleh hakim PN Trenggalek dan mengharapkan setiap vonis yang dijatuhkan dapat menimbulkan efek jera bukan hanya pada pelaku tapi mencegah terjadinya kasus serupa berulang," kata Nahar.
Pendekatan pemulihan terhadap korban tidak hanya pemulihan psikis, termasuk memberikan pelatihan ketrampilan yang melibatkan Unicef.
Korban diharapkan setelah kembali ke masyarakat memiliki ketrampilan yang membuatnya dapat percaya diri.
Nahar mengatakan, juga dilakukan pelaksanaan asesmen lingkungan untuk memetakan kebutuhan perlindungan dan pemenuhan hak anak korban serta penyusunan program bersama terkait penguatan kebijakan Pondok Pesantren Ramah Anak.
Melalui koordinasi di Kantor Kementerian Agama telah meminta LP-KIPI (Lembaga Pelatihan dan Konsultan Inovasi Pendidikan Indonesia) untuk melakukan intervensi ponpes untuk mewujudkan pondok pesantren ramah anak.