Terlebih, menurut Praswad, KPK semestinya tak memerlukan sebuah mars dan hymne.
"Terus terang saya kehabisan kata-kata atas tindakan ketua KPK memilih lagu ciptaan istrinya menjadi himne KPK," ujar Praswad kepada Kompas.com, Kamis.
"KPK bukan perusahaan keluarga, dan pemberantasan korupsi tidak perlu hymne," lanjutnya.
Indonesia Corruption Watch (ICW) juga menduga ada konflik kepentingan dalam penciptaan mars dan hymne KPK.
Hal ini terkait pemilihan istri Firli, Ardina Safitri, sebagai pencipta lagu tersebut.
“Sebagai insan KPK semestinya Firli menghindari setiap kegiatan yang berpotensi memiliki benturan kepentingan,” kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, dalam keterangannya, Kamis, mengutip Kompas.com.
Lebih lanjut, Kurnia menilai dibuatnya lagu untuk KPK tak akan bisa memperbaiki citra buruk lembaga antirasuah tersebut.
Baca juga: KPK: Tak Ada Alasan Hentikan Kasus Korupsi Pengadaan AW-101, Semua Unsur Terpenuhi
Baca juga: Ini Isi Lirik Mars dan Hymne KPK Ciptaan Istri Firli Bahuri: Baru Dirilis Langsung Menuai Kritik
Sejak awal, ICW sudah menganggap KPK di bawah kepempimpinan Firli Bahuri dan kawan-kawan hanya dipenuhi gimik dibanding prestasi.
“Mars dan hymne yang baru saja dibuat KPK tidak akan menaikkan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia, berkontribusi bagi kerja KPK, dan memperbaiki citra buruk KPK di mata masyarakat,” terangnya.
“Maka dari itu sejak awal ICW sudah mengatakan bahwa kepemimpinan Firli Bahuri dan kawan-kawan, hanya dipenuhi dengan gimik dan kontroversi ketimbang prestasi,” jelas dia.
Kurnia pun meminta pada Firli agar tak membuat KPK seolah-olah menjadi miliknya.
Lantaran, KPK adalah lembaga negara yang dibiayai oleh APBN, yang artinya dimiliki oleh seluruh masyarakat.
“Jadi jangan pernah beranggapan karena dirinya adalah Ketua KPK, maka lembaga antirasuah itu menjadi miliknya atau keluarganya,” pungkas Kurnia.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Ilham Rian Pratama, Kompas.com/Irfan Kamil/Tatang Guritno)