Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Wali Kota nonaktif Bekasi Rahmat Effendi (RE) memonopoli beberapa proyek pengadaan lahan di wilayah Pemerintah Kota Bekasi.
Dugaan itu berusaha digali tim penyidik lewat pemeriksaan terhadap Sekretaris Dinas (Sekdis) Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (Perkimtan) Kota Bekasi, Heni Susilowati.
Heni diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemkot Bekasi yang menjerat Rahmat Effendi pada Jumat (18/2/2022).
"Yang bersangkutan hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan adanya beberapa proyek pengadaan lahan lain di wilayah Pemkot Bekasi yang diduga dalam pengadaannya ditentukan lebih dulu oleh tersangka RE tanpa melibatkan tim yang memiliki tupoksi dalam pengadaan dimaksud," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Sabtu (19/2/2022).
Dalam perkara ini, Rahmat Effendi dan delapan orang lain telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta jual beli jabatan di lingkungan Pemkot Bekasi.
Baca juga: Sekda Bekasi Kembalikan Uang ke KPK Terkait Kasus Rahmat Effendi
Kedelapan orang itu antara lain Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP M. Buyamin; Lurah Kati Sari Mulyadi; Camat Jatisampurna Wahyudin; dan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertahanan Kota Bekasi Jumhana Lutfi.
Kemudian Direktur PT MAM Energindo Ali Amril; pihak swasta Lai Bui Min; Direktur Kota Bintang Rayatri Suryadi; dan Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Pemerintah Kota Bekasi pada 2021 menetapkan APBD Perubahan Tahun 2021 untuk belanja modal ganti rugi tanah dengan total anggaran Rp286,5 miliar.
Baca juga: KPK Dalami Kasus Rahmat Effendi, Diduga Tunjuk Pemenang Proyek sebelum Pelaksanaan Lelang
Ganti rugi itu untuk pembebasan lahan sekolah di wilayah Kecamatan Rawalumbu senilai Rp21,8 miliar serta pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp25,8 miliar dan lahan Polder Air Kranji senilai Rp21,8 miliar.
Selanjutnya, ganti rugi lain berbentuk tindakan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp15 miliar.
Atas proyek-proyek tersebut, Rahmat Effendi diduga menetapkan lokasi tanah milik swasta dan melakukan intervensi.
Ia memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek itu serta meminta mereka tidak memutus kontrak pekerjaan.
Sebagai bentuk komitmen, Rahmat Effendi diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemerintah Kota Bekasi dengan sebutan 'untuk sumbangan masjid.'
Uang itu diserahkan melalui perantara orang-orang kepercayaannya, yaitu Jumhana Lutfi dan Wahyudin.
Baca juga: KPK Periksa Sekda Kota Bekasi Terkait Kasus Suap Rahmat Effendi
Tidak hanya itu, Rahmat Effendi diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemerintah Kota Bekasi sebagai pemotongan terkait posisi jabatan yang diembannya.
Uang tersebut diduga dipergunakan untuk operasional Rahmat Effendi yang dikelola Mulyadi.
Ada pula tindakan korupsi terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi dan Rahmat Effendi diduga menerima Rp30 juta dari Ali Amril melalui M. Bunyamin.