TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) memberlakukan BPJS Kesehatan sebagai syarat jual beli tanah atau pendaftaran peralihan hak atas tanah menuai polemik.
Dadan S Suharmawijaya dari Ombudsman RI meminta pemerintah untuk meninjau ulang pelayanan kesehatan jika memang ingin menjadikan BPJS Kesehatan sebagai syarat melakukan jual beli tanah.
Pasalnya, sebagaimana diketahui sebelumnya banyak aspek-aspek yang perlu dibenahi BPJS Kesehatan untuk meningkatkan semangat pelayanan kepada masyarakat.
“Masukan dari masyarakat tentu berbeda-beda, ada yang pro dan ada yang kontra. Saya kira itu merupakan keniscayaan pada setiap kebijakan, tentu harus diuji publik juga,” kata Dadan dalam diskusi Ombudsman RI secara virtual, Rabu (23/2/2022).
Aturan BPJS Kesehatan sebagai syarat jual beli tanah, sesuai dengan diberlakukannya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Pemerintah menargetkan kepesertaan Program JKN-KIS sebesar 98 persen di 2024, sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Baca juga: BPJS Jadi Syarat Buat SIM hingga Jual Beli Tanah, Pengamat: Akan Banyak Kendala
Pemerintah ingin menjadikan BPJS Kesehatan sebagai program yang melingkupi semua jaminan kesehatan, sehingga membuat terobosan-terobosan kebijakan untuk mengoptimalkan kepesertaan.
Melihat respon masyarakat, ombudsman dalam studinya membeberkan, bahkan tidak semua masyarakat bisa dengan mudah mendaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan, apalagi masyarakat miskin yang benar-benar membutuhkan.
Bahkan masyarakat yang seharusnya masuk kategori penerima penerima bantuan iuran (PBI) lewat pemerintah daerah pun terkadang tidak bisa dengan mudah mendaftar kepesertaan BPJS Kesehatan, karena prosesnya yang panjang.
Banyak pula perusahaan yang memiliki kewajiban mendaftarkan kepesertaan karyawan, tidak melakukan pendaftaran kepada karyawannya secara optimal.
Mulanya memang pemerintah berharap kepesertaan BPJS ini meluas dan tercapai itu dengan upaya menyadarkan masyarakat secara mandiri, kalau ini adalah sebuah kepentingan yang bisa melindungi dirinya.
Namun menurut Ombudsman, hal lain yang perlu diperhatikan untuk menarik minat kepesertaan BPJS Kesehatan untuk mendaftarkan secara mandiri adalah dengan meningkatkan kualitas pelayanan.
Misalnya dengan menyelesaikan problem di pelayanan kesehatannya, dan memberikan pelayanan terbaik.
Karena sebelum-sebelumnya peserta BPJS Kesehatan kerap dianggap customer kelas 2 yang dipisahkan pelayanan kesehatannya dengan peserta yang bisa membayar secara mandiri dan tunai.
“Prasyarat masyarakat akan tertarik bergabung dengan BPJS secara sukarela secara mandiri, seandainya beberapa persoalan di BPJS tertangani dengan baik, akhirnya ada hal yang membuat masyarakat berbondong-bondong kesana,” ujarnya.
Dadan mengatakan hasil riset ombudsman ini sudah disampaikan kepada direksi BPJS Kesehatan di periode sebelumnya.