News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Masa Jabatan Presiden

Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Karena Publik Merasa Puas Dinilai Tak Logis

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Arya Fernandes

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wacana perpanjangan masa jabatan presiden karena masyarakat merasa puas dinilai tidak logis.

Pasalnya, dikatakan Pengamat politik Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes, tingkat kepuasan publik di survei hanya sampel dan tidak menggambarkan publik secara keseluruhan.

"Argumen soal kepuasan publik dan itu juga tidak logis yang disampaikan sejumlah pihak ya, kenapa tidak logis karena ada beberapa hal. Dalam ilmu-ilmu sosial, itu biasanya untuk mengecek bagaimana pendapat populasi atau pendapat masyarakat umum secara luas itu digunakan survei opini publik yang representatif," kata Arya dalam diskusi Tolak Penundaan Pemilu 2024 dilihat dari YouTube Rumah Pemilu, Sabtu (26/2/2022).

"Jadi dia mengambil sampel dari populasi di seluruh Indonesia dengan pendekatan probablilitas di mana setiap individu di populasi itu punya kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai responden," sambungnya.

Baca juga: Perludem Sebut Tak Ada Negara Tunda Pemilu dengan Alasan Pemulihan Ekonomi

Baca juga: Eks Hakim MK Sebut Penundaan Pemilu dan Perpanjang Masa Jabatan Cuma Cari Masalah, Ini Penjelasannya

Arya mengatakan, jika dilihat dari sejumlah survei, mayoritas masyarakat justru tak sepakat adanya wacana perpanjangan masa jabatan presiden.

"Kalau kita mengacu pada survei opini publik misalnya yang dilakukan Indikator politik, saya kutip pada September 2021 dan Desember 2021, itu menunjukkan sebagian besar masyarakat atau di atas 70 persen masyarakat itu tidak setuju terhadap perpanjangan masa jabatan presiden atau masyarakat tetap menginginkan jabatan presiden itu hanya 10 tahun," katanya.

Karena itu, kata Arya, alasan perpanjangan masa jabatan presiden yang saat ini mencuat tak masuk akal karena mayoritas masyarakat justru tak ingin adanya perpanjangan tersebut.

"Penggunaan alasan kepuasan publik untuk mendorong perpanjangan masa jabatan itu jelas tidak masuk akal, tidak berdasarkan bukti, karena buktinya berdasarkan survei opini publik tadi mayoritas publik justru tidak menginginkan adanya perpanjangan masa jabatan," ujar Arya.

Baca juga: Ketum Parpol Hembuskan Wacana Penundaan Pemilu, Muhammadiyah: Berpotensi Langgar Konstitusi 

Baca juga: Pandemi Covid-19 Belum Usai, Zulkifli Hasan: Setuju Pemilu Diundur

Dia menilai saat ini belum ada alasan untuk memperpanjang masa jabatan presiden.

"Kalau mau menggunakan alasan ekonomi itu jelas sama sekali enggak rasional atau enggak masuk akal, karena kalau kita lihat berdasarkan data-data ekonomi, justru sekarang ekonomi kita itu sedang tumbuh dan membaik dibandingkan tahun 2020," ucap Arya.

Sebelumnya, Ketua Umum PKB Abdul Muhaimin Iskandar alias Cak Imin mengatakan banyak orang setuju dengan usulannya agar Pemilu 2024 ditunda satu hingga dua tahun.

Klaim itu ia sampaikan dengan mengacu pada analisa big data perbincangan yang ada di media sosial. 

Menurutnya, dari 100 juta subjek akun di media sosial, sebanyak 60 persen mendukung penundaan pemilu dan 40 persen menolak.

"Big data mulai jadi referensi kebijakan dalam mengambil keputusan. Pengambilan sikap bergeser dari sebelumnya mengacu pada survei, beralih pada big data," ujar Cak Imin dalam keterangannya, Sabtu (26/2/2022).

Baca juga: Sekjen Gerindra: 2024 Adalah Waktunya Prabowo Presiden

Ia mengatakan perubahan itu terjadi karena survei hanya memotret suara responden pada kisaran 1.200-1.500 orang saja. 

Sementara responden big data bisa mencapai 100 juta orang.

"Pro kontra pilihan kebijakan ini akan terus terjadi seiring memanasnya kompetisi dan persaingan menuju 2024," sebutnya.

Kendati demikian, ia mengakui bahwa temuan big data tersebut berbeda dengan hasil survei yang kebanyakan menyatakan tidak setuju dengan wacana penundaan pemilu atau penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode.

"Fakta politik survei terbaru kepuasan terhadap Pak Jokowi tinggi, 73 persen. Di atas 60 persen itu disebut tinggi. Tapi tidak berseiringan dengan persetujuan penundaan pemilu. Sekitar 60 persen tak setuju dan 40 persen mendukung," kata Cak Imin.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini