TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polri berencana untuk menghentikan kasus Nurhayati, seorang wanita yang ditetapkan sebagai tersangka seusai melaporkan kasus dugaan korupsi. Kasus ini ditutup karena kurang alat bukti.
Menanggapi hal itu, Ketua Indonesia Police Watch Sugeng Teguh Santoso menyampaikan penghentian kasus ini menjadi bukti bahwa Polri hanya menindak kasus yang viral.
Dia mengungkit tagar no viral no justice yang sempat viral di media sosial.
"Ini kembali terjadi #noviralnojustice, padahal Kapolri pada akhir tahun 2021 memerintah jajarannya serius melayani pengaduan masyarakat dengan sebaik-baiknya. Nyatanya ini terjadi lagi. Artinya aparatur Polri ditingkat bawah bagaikan paku kalau tidak dipukul tidak bergerak," ujar Sugeng saat dikonfirmasi, Senin (28/2/2022).
Sugeng menyatakan bahwa kasus ini menjadi cermin rendahnya profesionalisme anggota Polri dalam bertugas. Khususnya, tindakan profesionalisme anggota yang bekerja di bidang reserse.
"Sikap tidak profesional, penyalahgunaan wewenang bahkan tindakan tercela oknum Polri yang sulit dideteksi adalah dalam wilayah tugas penegakan hukum dalam fungsi reserse karena proses kerja reserse adalah proses tertutup. Karena itu memang kalau ada warga masyarakat yang merasa dikriminalisasi harus berani memviralkan agar menjadi perhatian pimpinan Polri," jelas dia.
Baca juga: Kabareskrim Turun Langsung Temui Jampidum-Jampidsus Minta Kasus Nurhayati Disetop
Dalam kasus Nurhayati, kata Sugeng, memang Polri tidak sepenuhnya dapat disalahkan karena penetapan tersangka tersebut. Sebab, penyidik mendapatkan arahan dari Jaksa saat proses pelengkapan berkas perkara.
Namun, Sugeng menilai penyidik Polri tidak memiliki kepekaan dalam hukum terkait kasus tersebut. Apalagi, Nurhayati tidak pernah menerima sepeser pun dalam kasus korupsi tersebut.
"Kami melihat problemnya adalah profesionalisme yaitu terkait indikasi tidak diterapkannya ketentuan pidana sebagai alasan pemaaf yang dapat menghapus tuntutan pidana sebagaimana diatur dalam pasal 51 KUHP terkait perintah atasan yang tidak sah. Tapi IPW mengapresiasi Polri bila kasus ini di SP3 karena ada celah dengan dasar alasan pemaaf tersebut," ungkap dia.
IPW, kata Sugeng, mendapatkan banyak laporan dugaan ketidakprofesionalan kepolisian dalam bertugas. Kasus yang dialami Nurhayati hanya satu di antaranya banyak kasus yang terjadi di Indonesia.
"Karena warga yang jadi korban tidak memviralkan terhadap mereka tidak mendapatkan perhatian pimpinan Polri," pungkas dia.
Diberitakan sebelumnya, kasus Nurhayati, seorang wanita yang ditetapkan sebagai tersangka seusai melaporkan kasus dugaan korupsi mulai menemukan titik terang. Kasus itu kini direncanakan bakal dihentikan oleh pihak kepolisian.
Penegasan itu disampaikan oleh Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto. Menurutnya, pihaknya berencana akan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) terhadap Nurhayati.
Agus menyampaikan penerbitan SP3 tersebut setelah Biro Wassidik melakukan gelar perkara. Hasilnya, penyidik menyimpulkan bahwa tidak menemukan bukti yang cukup agar kasus itu dilanjutkan ke persidangan.