TRIBUNNEWS.COM - Mulai hari ini, 1 Maret 2022, lampiran kartu peserta BPJS Kesehatan menjadi syarat dalam mengurus sejumlah layanan publik.
Hal tersebut tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Nomor 1 Tahun 2022 yang diteken Presiden Joko Widodo.
Sejumlah layanan publik yang mempersyaratkan kepesertaan BPJS mulai dari pembuatan SIM dan SKCK, pengurusan STNK, izin usaha, jual beli tanah, naik haji, umrah, hingga keimigrasian.
Pengamat hukum sekaligus pengacara Muhammad Sholeh menilai kebijakan ini jalan pemerintah untuk menutupi defisit BPJS bukan memperbaiki layanan.
"Ini jalan kompas pemerintah untuk menutupi defisit BPJS, bukan memperbaiki layanan BPJS," kata Sholeh, saat dihubungi Tribunnews.com, Selasa (1/3/2022).
Baca juga: Pengacara M Sholeh akan Gugat Inpres Terkait BPJS Kesehatan jadi Syarat Wajib Layanan Publik
Baca juga: 4 Poin Catatan Fadli Zon soal BPJS Kesehatan jadi Syarat Wajib Pembuatan SIM hingga Jual Beli Tanah
Adapun syarat BPJS Kesehatan yang dilampirkan dalam sejumlah layanan publik tersebut harus merupakan peserta aktif.
Maka perseorangan yang status BPJS-nya nonaktif harus membayar iuran yang menunggak.
Namun, ada batas maksimal masa tunggakan iuran yang harus dibayarkan oleh peserta BPJS Kesehatan tersebut.
"Tunggakan dihitung maksimal 24 bulan, jika 5 tahun, cukup dibayarkan yang 24 bulan atau 2 tahun," kata Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma'ruf, Kamis (24/2/2022), dikutip dari Kompas.com.
Lebih lanjut, Muhammad Sholeh yang akrab disapa Cak Sholeh ini menganggap syarat lampiran kartu peserta BPJS Kesehatan sangat memberatkan masyarakat.
Apalagi di tengah situasi pandemi seperti ini.
Ia juga menilai aturan ini tidak berkorelasi dengan sejumlah layanan publik yang disebutkan dalam Inpres itu.
"Dalam situasi covid seperti ini sekarang aturan Inpres ini menurut saya sangat memberatkan masyarakat,"
"Dan tidak ada korelasi antara jual beli tanah, SIM, Umrah dengan BPJS, menjadi aneh kebijakan yang mewajibkannya,"ujarnya.
Tak hanya itu, Sholeh mengatkan pemerintah seharusnya tidak mewajibkan kepada masyarakat untuk ikut BPJS.
Menurutnya jika kualitas layanan BPJS baik, tanpa diwajibkan masyarakat akan ikut dengan sendirinya.
"BPJS itu asuransi, dan seharusnya tidak boleh mewajibkan kepada masyarakat untuk ikut wajib BPJS," kata Sholeh.
"Apalagi sampai sekarang kualitas BPJS masih kurang baik, banyak kelas menengah yang ikut asuransi swasta, anehnya meski ikut asuransi swasta tetap wajib ikut BPJS, itu namanya double asuransi, " lanjutnya.
"Kalau memang BPJS kualitasnya bagus, tanpa diwajibkan warga akan ikut dengan sendirinya," tandasnya.
Baca juga: Jadi Syarat Administrasi Sederet Layanan Publik, BPJS Kesehatan Harus Aktif dan Tak Menunggak
Jika dilihat dari sisi birokrasi, Sholeh juga mengatakan kebijakaan yang dibuat tidak konsisten dengan janji pemerintah terkait reformasi birokrasi.
"Tidak konsisten dengan janji pemerintah yang mempermudah birokrasi," kata Sholeh.
Sholeh menyesalkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang justru mendukung pemerintah terkait kebijakan ini.
"DPR sebagai wakil rakyat justru mendukung pemerintah anehnya rakyat disuruh ikut BPJS, sementara DPR pakai asuransi bukan BPJS, ini patut kita sesalkan," kata Sholeh.
"Dan kesannya kita tidak pernah lihat ada pejabat antri BPJS di rumah sakit, karena kebijakan ini hanya untuk rakyat, bukan pejabat,"pungkasnya.
Baca juga: Mulai Hari Ini Jual Beli Tanah Wajib Lampirkan BPJS Kesehatan, Syaratnya Harus Peserta Aktif
Baca juga: Jadi Syarat Administrasi Sederet Layanan Publik, BPJS Kesehatan Harus Aktif dan Tak Menunggak
Dinilai memuat celah dalam kebijakan ini, Sholeh akan melakukan gugatan uji materi terkait Inpres 1/2022.
Gugatan akan dilayangkan ke Mahkamah Agung (MA) minggu depan.
"Minggu depan kami akan gugat ke MA terkait Inpres Nomor 1 Tahun 2022," ungkap Sholeh.
Menurutnya kebijakan ini bertentangan dengan Pasal 26 Undang-Undang (UU) Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
"Dimana Inpres ini mewajibkan beberapa persyaratan seperti jual beli tanah, SIM, STNK, Umrah dan lain-lain wajib menunjukkan BPJS Kesehatan. Aturan ini bertentangan dengan pasal 26 UU No 25/2009 tentang pelayanan publik," jelasnya.
Baca juga: Cara Cek Status BPJS Kesehatan untuk Akses Layanan Publik
(Tribunnews.com/Milani Resti) (Kompas.com/Mutia Fauzia)