Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wali Kota nonaktif Bekasi Rahmat Effendi (RE) akan lebih lama mendekam di sel tahanan Rutan Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tim penyidik KPK memutuskan memperpanjang masa penahanan Rahmat Effendi yang menjadi tersangka kasus dugaan suap terkait proyek dan jual beli jabatan di lingkungan Pemkot Bekasi tersebut.
Tak hanya Rahmat Effendi, tim penyidik juga memperpanjang masa penahanan Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Bekasi, M. Bunyamin, Lurah Karti Sari Mulyadi, Camat Jatisampurna, Wahyudin, dan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan Kota Bekasi Jumhana Lutfi.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan masa penahanan Rahmat Effendi dan empat tersangka lainnya itu diperpanjang selama 30 hari ke depan.
Baca juga: KPK Rampungkan Berkas Perkara 4 Penyuap Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi
Dengan demikian, kelima tersangka penerima suap itu setidaknya bakal mendekam di sel tahanan masing-masing setidaknya hingga 5 April 2022.
"Tim penyidik hari ini (4/3/2022) memperpanjang masa penahanan tersangka penerima suap atas nama RE dan kawan-kawan berdasarkan penetapan pengadilan untuk masing-masing selama 30 hari, sampai nanti tanggal 5 April 2022," kata Ali dalam keterangannya, Jumat (4/3/2022).
Dengan demikian, Rahmat Effendi tetap mendekam di Rutan Gedung Merah Putih KPK bersama Wahyudin.
Sementara, M. Bunyamin, Mulyadi dan Jumhanan Lutfi diketahui ditahan di Rutan KPK Kavling C1.
Ali memastikan tim penyidik akan terus mengusut hingga tuntas kasus dugaan suap yang menjerat Rahmat Effendi dan kawan-kawannya tersebut.
"Saat ini proses pengumpulan bukti dan pemberkasan perkara masih dilakukan tim penyidik," kata Ali.
Dalam perkara ini, Rahmat Effendi dan delapan orang lain telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta jual beli jabatan di lingkungan Pemkot Bekasi.
Kedelapan orang itu antara lain Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP M. Buyamin; Lurah Kati Sari Mulyadi; Camat Jatisampurna Wahyudin; dan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertahanan Kota Bekasi Jumhana Lutfi.
Kemudian Direktur PT MAM Energindo Ali Amril; pihak swasta Lai Bui Min; Direktur Kota Bintang Rayatri Suryadi; dan Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Pemerintah Kota Bekasi pada 2021 menetapkan APBD Perubahan Tahun 2021 untuk belanja modal ganti rugi tanah dengan total anggaran Rp286,5 miliar.
Ganti rugi itu untuk pembebasan lahan sekolah di wilayah Kecamatan Rawalumbu senilai Rp21,8 miliar serta pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp25,8 miliar dan lahan Polder Air Kranji senilai Rp21,8 miliar.
Selanjutnya, ganti rugi lain berbentuk tindakan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp15 miliar.
Atas proyek-proyek tersebut, Rahmat Effendi diduga menetapkan lokasi tanah milik swasta dan melakukan intervensi.
Ia memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek itu serta meminta mereka tidak memutus kontrak pekerjaan.
Sebagai bentuk komitmen, Rahmat Effendi diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemerintah Kota Bekasi dengan sebutan 'untuk sumbangan masjid.'
Uang itu diserahkan melalui perantara orang-orang kepercayaannya, yaitu Jumhana Lutfi dan Wahyudin.
Tidak hanya itu, Rahmat Effendi diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemerintah Kota Bekasi sebagai pemotongan terkait posisi jabatan yang diembannya.
Uang tersebut diduga dipergunakan untuk operasional Rahmat Effendi yang dikelola Mulyadi.
Ada pula tindakan korupsi terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi dan Rahmat Effendi diduga menerima Rp30 juta dari Ali Amril melalui M. Bunyamin.