Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli pidana dari Universitas Kristen Indonesia (UKI) Mompang Panggabean menyebut cuitan Ferdinand Hutahaean haruslah dicermati apakah sebagai bentuk kesengajaan atau kealpaan.
Sebab, menurut Mompang, Ferdinand secara tidak langsung telah mengaku bila cuitannya tersebut keliru.
Dia menilai hal itu terlihat saat Ferdinand menghapus cuitannya setelah viral di media sosial.
"Ada semacam upaya yang dilakukan oleh pelaku sehingga dengan suatu tekad, dengan suatu niat yang baik, dia berupaya untuk menarik kembali kata-kata tadi, sehingga di sini lah memang harus berhati-hati untuk melihat apakah memang perbuatan itu dilakukan dengan sengaja atau dengan kealpaan," ucap Mompang saat bersaksi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (8/3/2022).
Dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, disebutkan Mompang, bahwa unsur kesengajaan meliputi adanya kesadaran dan pengetahuan yang cukup.
Kemudian dalam pasal tersebut juga disebutkan adanya unsur kesengajaan manakala seseorang menyadari perbuatannya itu tidak pantas tapi tetap melakukan itu.
Baca juga: Ferdinand Hutahaean: Kebenaran dan Fakta Akan Terungkap
"Ketika kita mau menerapkan Pasal 14 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 tahun 1946, di sana dikatakan ada kesengajaan, bahwa kesengajan itu sudah dapat menimbang dengan jelas, dia sudah memiliki adanya kesadaran, pengetahuan yang cukup, bahwa perbuatan yang dia lakukan itu tidak pantas tetapi dia tetap melakukan itu," ujarnya.
Mompang kemudian berbicara mengenai cuitan 'Allahmu' yang kemudian dihapus Ferdinand.
Menurut dia, penghapusan itu menunjukkan Ferdinand sadar cuitannya keliru.
"Dengan melihat adanya kronologis dari perbuatan pertama dengan yang kedua, yang pertama itu mengajukan suatu yang demikian yang bisa dikategorikan sebagai kebohongan, tetapi ketika menghapuskan itu ada semacam kesadaran bahwa saya sudah keliru, sehingga dia seolah-olah mau meminta maaf dengan itu," katanya.
Baca juga: Saksi Haris Pertama: Cuitan Ferdinand Menyasar Bahar Bin Smith
"Nah di situ artinya penting untuk menimbang bagaimana unsur kesalahan si pelaku itu, demikian kita juga kembali juga kepada apa yang sebetulnya yang diinginkan oleh terdakwa atau setelahnya dengan cuitan tersebut," lanjut dia.
Dalam perkara ini, mantan Politikus Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean didakwa menyiarkan berita bohong, menimbulkan keonaran, dan memicu kebencian suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Adapun jaksa dalam menyusun dakwaannya mengacu pada cuitan Ferdinand di akun Twitter pribadinya @FerdinandHaean3 yang mengomentari sejumlah hal, khususnya soal pemeriksaan Habib Bahar bin Smith di Mapolda Jawa Barat.
Jaksa menilai, cuitan Ferdinand merupakan perbuatan yang dapat menerbitkan keonaran.
Pasalnya dalam cuitan tersebut, Ferdinand meminta Polda Jabar untuk langsung menetapkan Habib Bahar sebagai tersangka demi keadilan.
Kata "Demi Keadilan" dinilai jaksa merujuk pada makna bahwa jika Polda Jabar tidak menetapkan tersangka kepada Habib Bahar, maka masyarakat menerima ketidakadilan dari Polda Jabar.
Baca juga: Ketum KNPI: Cuitan Ferdinand Bikin Gaduh dan Gejolak Sosial, Maka Kami Lapor Polisi
Dalam dakwaan kedua, Ferdinand didakwa dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).
Perbuatan tersebut dilakukannya dalam bentuk cuitan "Kasihan sekali Allahmu ternyata lemah harus dibela. Kalau aku sih Allahku luar biasa, maha segalanya, DIA lah pembelaku selalu dan Allahku tak perlu dibela".
Jaksa beranggapan bahwa kalimat "Allahmu lemah harus dibela" ditujukan kepada yang berlainan agama dengan terdakwa, yakni kepada Habib Bahar dan kelompoknya yang beragama Islam.
Akibat perkataan terdakwa dimuka umum yang menyatakan perasaan permusuhan dan kebencian, muncul unjuk rasa atau demonstrasi di Solo pada 7 Januari 2022 oleh tujuh kelompok organisasi massa berbeda.
Usai cuitan tersebut dibanjiri respons warganet, Ferdinand menghapusnya dan kembali mencuit "Saya hapus biar ngga brisik org sprt lu. Ngga diapa2in tp merasa diapa2in wkwkwk".
Jaksa menilai cuitan Ferdinand tersebut ditujukan untuk mengejek kelompok tertentu, utamanya imbuhan kata "wkwkwk" pada penutup kalimat.
"Sehingga jelas bahwa terdakwa menghendaki kegaduhan yang menerbitkan keonaran pada kalangan rakyat," kata jaksa.
Atas perbuatanya, Ferdinand didakwa melanggar Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut UU ITE) atau Pasal 156a huruf a dan/atau Pasal 156 KUHP.