TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa sejumlah saksi untuk mengusut aliran uang yang diterima mantan Bupati Buru Selatan Tagop Sudarsono Soulisa (TSS).
Diduga, uang diterima tersangka kasus dugaan suap proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Buru Selatan tahun 2011-2016 itu karena memenangkan kontraktor tertentu untuk menggarap proyek di Pemkab Buru Selatan.
"Seluruh saksi hadir dan dikonfirmasi pengetahuannya antara lain terkait adanya dugaan aliran uang untuk tersangka TSS karena memenangkan kontraktor tertentu dalam beberapa kegiatan proyek pekerjaan di Pemkab Buru Selatan," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (9/3/2022).
Baca juga: KPK Dalami Dugaan Bupati Eks Buru Selatan Beli Kendaraan Pakai Identitas Pihak Lain
Baca juga: KPK Dalami Ikut Serta PT Waringin Megah dan PT Kuala Persada Papua Nusantara Garap Gereja Kingmi
Baca juga: Firli Bahuri Dilaporkan ke Dewas Ihwal Mars dan Himne KPK
Adapun para saksi yang diperiksa antara lain, Laurenzius C. S. Sembiring, Advokat/Law Firm Lima & Bintang; Muji Nurjaroh, Karyawan Swasta/Sekretaris di Law Firm Lima & Bintang; dan Rismawan Andrianto, Perangkat Desa/mantan Site Manager PT Dharma Bakti Abadi tahun 2013.
Tim penyidik juga memeriksa tersangka Direktur PT Vidi Citra Kencana (VCK) Ivana Kwelju (IK). Dia diperiksa kapasitasnya sebagai saksi.
KPK menetapkan tiga tersangka kasus dugaan suap, gratifikasi, dan TPPU terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Buru Selatan tahun 2011-2016.
Sebagai penerima suap, yaitu Tagop Sudarsono Soulisa (TSS) dan Johny Rynhard Kasman (JRK) dari pihak swasta; sedangkan sebagai pemberi suap, yakni Ivana Kwelju (IK) dari pihak swasta.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Tagop, yang saat itu menjabat Bupati Buru Selatan periode 2011-2016 dan 2016-2021, diduga telah memberikan atensi lebih untuk berbagai proyek pada Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Buru Selatan sejak awal menjabat.
Atensi dan intervensi Tagop tersebut antara lain mengundang secara khusus kepala dinas dan kepala bidang Bina Marga untuk mengetahui daftar serta nilai anggaran paket setiap pekerjaan proyek.
Kemudian, Tagop juga merekomendasikan dan menentukan secara sepihak terkait rekanan mana saja yang bisa dimenangkan untuk mengerjakan proyek, baik melalui proses lelang maupun penunjukan langsung.
KPK menduga dalam menentukan rekanan tersebut, Tagop meminta sejumlah uang sebagai bentuk fee bernilai 7-10 persen dari nilai kontrak pekerjaan.
Khusus untuk proyek yang bersumber dari dana alokasi khusus (DAK), besaran fee-nya antara 7-10 persen ditambah 8 persen dari nilai kontrak pekerjaan.
Proyek-proyek tersebut adalah pembangunan jalan dalam kota Namrole tahun 2015 dengan nilai proyek sebesar Rp3,1 miliar, peningkatan jalan dalam kota Namrole (hotmix) dengan nilai proyek Rp14,2 miliar, peningkatan jalan ruas Wamsisi-Sp Namrole Modan Mohe (hotmix) dengan nilai proyek Rp14,2 miliar serta peningkatan jalan ruas Waemulang-Biloro dengan nilai proyek Rp21,4 miliar.
Atas penerimaan sejumlah fee tersebut, Togop diduga menggunakan orang kepercayaannya, Johny, untuk menerima sejumlah uang dengan menggunakan rekening bank milik Johny.
Selanjutnya, uang itu kemudian ditransfer ke rekening bank milik Tagop.
KPK menduga sebagian dari nilai fee yang diterima oleh Tagop sekitar Rp10 miliar diberikan oleh Ivana, karena telah dipilih untuk mengerjakan salah satu proyek pekerjaan yang anggarannya bersumber dari dana DAK Tahun 2015.