TRIBUNNEWS.COM - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengungkapkan hasil investigasinya terhadap kasus kerangkeng manusia milik Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin Angin.
Ternyata, bukan hanya kerangkeng yang tidak manusiawi, di dalamnya juga terjadi sederet penyiksaan terhadap penghuninya.
Bahkan penyiksaan dilakukan sampai penghuni meninggal dunia.
Bukan hanya penyiksaan, temuan LPSK juga menguak pihak-pihak yang terlibat dari berjalannya kerangkeng manusia penuh kebiadaban itu.
Dengan jelas, LPSK menyebut ada keterlibatan sejumlah anggota TNI dan Polri termasuk berpangkat perwira.
Baca juga: LPSK Minta Mahfud MD Bentuk Tim Agar Temuan Kerangkeng Manusia Bupati Langkat Diproses Tuntas
Baca juga: LPSK Ungkap Ada Tindakan Penistaan Agama dalam Kasus Kerangkeng Manusia Bupati Langkat
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu, mengatakan, pihaknya menemukan adanya tindak pidana meliputi penganiayaan, penyiksaan, perbudakan, merendahkan martabat di kerangkeng Terbit Rencana.
Tindak pidana perdagangan orang hingga penistaan agama diduga melibatkan banyak pelaku mulai dari Terbit, pihak sipil, pegawai negeri sipil (PNS), hingga oknum anggota TNI-Polri.
"Kami buat dua kategori, penganiayaan sedang dan berat. Ini semua korban, semua orang dalam kerangkeng itu mengalami kekerasan," kata Edwin di kantor LPSK, Rabu (9/3/2022).
Penganiayaan ringan seperti ditampar, ditendang, dipaksa tidur beralas daun yang menyebabkan gatal, kepala diinjak, disiram air garam, hingga dibenamkan ke dalam kolam ikan.
Baca juga: Fakta Baru Kasus Kerangkeng Manusia Terbit Rencana, Ada 26 Bentuk Penyiksaan Untuk Penghuninya
Sementara penganiayaan berat mencakup dipukul menggunakan selang kompresor, kunci inggris, batu, balok, palu, tubuh diteteskan plastik yang dibakar, disundut rokok, disetrum.
"Ada korban cacat, banyak korban cacat. Ada jari tangan putus, dibakar didada. Jadi baja ringan dibakar kemudian ditempelkan ke dada. Jari dipukul pakai palu sampai terbelah jarinya," ujarnya.
Kemudian ada korban yang mengalami pincang karena kaki dilempar ganco, empat gigi tanggal empat, jari kaki kanan dan kiri cacat karena didudukkan pada kursi besi, kemaluan disundut rokok.
Akibatnya belasan korban mengalami gangguan jiwa, stres lantaran setiap hari disiksa, diperbudak sebagai buruh dengan jam kerja nyaris 24 jam, dan diberi makan tidak layak.
Penyiksaan juga mengakibatkan sejumlah korban meninggal, dan ada jenazah yang dimandikan dengan air kolam ikan oleh 'pengurus' kerangkeng lalu dikafankan begitu saja.
Baca juga: Keluarga Hingga Oknum TNI-Polri Diduga Lakukan Kekerasan di Kerangkeng Bupati Langkat Non AktifÂ
"Sepanjang saya melakukan advokasi terhadap korban kekerasan selama kurang lebih 20 tahun saya belum pernah menemukan kekerasan sesadis ini. Belum pernah menemukan kekerasan sesadis ini," tutur Edwin.
Pernyataan Edwin sebagai pimpinan LPSK yang menangani perlindungan korban berbagai kasus tindak pidana, mulai pidana umum hingga terorisme atas kejinya kasus Langkat bukan tanpa sebab.
LPSK menemukan ada serangkaian perbuatan merendahkan martabat seperti dipaksa minum air kencing sendiri dan penghuni lain, dipaksa melakukan hubungan sesama jenis.
"Jadi kedua korban disuruh berhubungan (seks) dan direkam. Dipaksa mengunyah cabai setengah kilogram. Sudah dikunyah lalu cabai itu dilumuri ke muka, kemudian dioles ke alat kelamin," lanjut dia.
Tak berhenti di situ, ada korban yang dipaksa menjilat kemaluan anjing, dipaksa melakukan lomba onani, makan nasi yang sudah diludahi, seluruh tindak biadab ini dilakukan sejumlah pelaku.
Dalam hal ini LPSK mendapati kerangkeng dikelola ibarat Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), di mana Terbit merupakan Ketua, Wakilnya berinisial DW, belasan pembina, dua orang Kepala Lapas.
Keamanan, bahkan ada sejumlah korban yang tidak ubahnya berperan sebagai tahanan pendamping (Tamping) pada Lapas resmi dengan tugas membantu 'mengelola' kerangkeng.
Baca juga: Komnas HAM Sebut Puspom TNI Juga Akan Dikerahkan Selidiki Kasus Kerangkeng Langkat
Tidak berhenti di penyiksaan fisik, Kepala Biro Penelaahan Permohonan LPSK Muhammad Ramdan mengatakan tim LPSK menemukan kasus penistaan agama dialami para korban.
"Ada larangan melakukan Salat Jumat bagi (tahanan) Muslim dan Ibadah minggu bagi umat Kristiani. Kemudian larangan ibadah di hari besar. Menyuguhkan makanan haram bagi umat Muslim," kata Ramdan.
LPSK juga mendapati ada tindak pidana pembunuhan pada kasus kerangkeng manusia di rumah Terbit yang dialami tahanan, tercatat pada tahun 2021 dengan inisial korban ASG.
Lalu pada tahun 2019 dengan korban berinisial YD, dua korban tersebut hanya contoh atas kasus kerangkeng manusia yang hingga penanganan kasusnya belum jelas karena belum ada tersangka.
Keterlibatan Oknum TNI dan Polri
Sementara, Edwin mengatakan, berdasar investigasi pihaknya kini tercatat ada tujuh oknum anggota TNI dan lima anggota Polri yang terlibat dalam kasus kerangkeng tersebut.
Edwin memaparkan jelas peran para oknum aparat itu termasuk yang berpangkat perwira.
"Ada Letkol Inf (inisial) WS, Peltu SG, Serma R, Serka PT, Sertu LS, Sertu MFS, dan Serda S alias WN," kata Edwin di kantor LPSK, Ciracas, Jakarta Timur, Rabu (9/3/2022).
Dari temuan LPSK Letkol Inf WS merupakan rekan bisnis Terbit, Peltu SG terlibat menganiaya penghuni kerangkeng, Serma S terlibat sebagai pengawas dan pengaman judi togel milik Terbit.
Sertu LS terlibat menganiaya penghuni kerangkeng yang kabur ketika tertangkap, Sertu MFS terlibat sebagai tim pemburu penghuni kerangkeng yang kabur, Serda WN terlibat menganiaya penghuni.
"Kalau menyangkut TNI kami sudah mendapat informasi dari pihak TNI bahwa sudah ada proses pemeriksaan (kepada oknum anggota yang diduga terlibat)," ujarnya.
Masih berdasar investigasi LPSK, Edwin menuturkan terdapat lima oknum anggota Polri yang diduga juga terlibat atas pelanggaran HAM pada kerangkeng manusia milik Terbit.
Yakni AKP HS yang berstatus sebagai saudara ipar Terbit, Aiptu RS dan Bripka NS terlibat sebagai ajudan, Briptu YS berperan menjemput penghuni kerangkeng yang kabur.
"Bripda ES menjemput penghuni kerangkeng dan melakukan penganiayaan. Kami belum mendapat informasi apakah sudah dilakukan proses pemeriksaan terhadap anggota Polri ini atau belum," tuturnya.
Dari hasil investigasi LPSK juga menemukan serangkaian bentuk penganiayaan terhadap para penghuni kerangkeng, seperti perbudakan, penganiayaan.
Seluruh rangkaian tindak pidana ini melibatkan banyak pelaku, mulai dari pihak sipil yang mengelola kerangkeng, pegawai negeri sipil (PNS), hingga oknum anggota TNI-Polri.
Artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Sederet Penyiksaan Bengis di Kerangkeng Manusia Bupati Langkat, Oknum TNI dan Polri Diduga Terlibat