Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik merespons terkait temuan LPSK soal kasus Kerangkeng Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Peranginangin.
Taufan mengatakan dalam kasus tersebut Komnas HAM dan LPSK memiliki mandatnya masing-masing yakni tugas Komnas HAM menyelidiki peristiwa pelanggaran HAM dan tugas LPSK menangani perlindungan saksi dan korban.
"Sesuai dengan mandat sudah kami sampaikan ke Polri, ke TNI bahkan ke Panglima, ke Menko Polhukam dan lainnya. Mabes Polri dan Polda Sumut sedang menindaklanjuti rekomendasi Komnas HAM," kata Taufan ketika dihubungi Tribunnews.com, Kamis (10/3/2022).
Ketika ditanya mengenai rekomendasi LPSK agar Menko Polhukam membentuk tim untuk mengusut kasus tersebut hingga tuntas, Taufan mengatakan pihaknya tidak mendengar adanya usulan tersebut.
Ia mengatakan pekan lalu Komnas HAM dan LPSK telah bertemu dalam rapat yang dipimpin Menko Polhukam Mahfud MD.
Baca juga: Update Kerangkeng Bupati Langkat: Daftar Hukuman Keji, Tahanan Disuruh Melakukan Hubungan Sejenis
Namun demikian, dalam rapat tersebut tidak ada usulan itu.
"Tidak ada usulan itu. Polri dan TNI akan menindaklanjuti rekomendasi Komnas, bahkan sudah mulai berjalan," kata dia.
Ia mengungkapkan dalam rapat pertama terkait kasus tersebut pihak yang hadir adalah Komnas, Panglima TNI, dan Menko Polhukam.
Taufan mengatakan saat itu Polri sudah berkoordinasi dengan Komnas HAM karena memang ada mekanisme kedua lembaga untuk semua kasus.
Baca juga: Terungkap Tindakan Biadab di Kerangkeng Bupati Langkat, Penghuni Ditelanjangi hingga Minum Air Seni
Hasil rapat tersebut, kata dia, untuk keterlibatan TNI maka Panglima TNI akan mengawal proses hukum aparatnya.
Kemudian, setelahnya ada rapat lagi yang dihadiri Komnas HAM, LPSK dan Menko Polhukam.
"Hasilnya Menko akan memastikan proses hukum di Polri dan TNI. Jadi tidak ada pembahasan soal Tim. Kita awasi saja penegakan hukum Polri dan TNI langsung atau melalui Menko," kata dia.
Diberitakan sebelummya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengeluarkan rekomendasi untuk Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD, atas temuan kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat Nonaktif Terbit Rencana Peranginangin.
Rekomendasi itu berangkat dari adanya temuan LPSK, soal beragamnya dugaan tindak pidana yang terjadi selama Terbit Rencana membangun kerangkeng manusia tersebut.
Baca juga: LPSK Minta Mahfud MD Bentuk Tim Agar Temuan Kerangkeng Manusia Bupati Langkat Diproses Tuntas
Adapun dalam rekomendasi itu, Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu meminta agar Menkopolhukam untuk membentuk tim khusus dengan melibatkan sejumlah kementerian dan lembaga.
"Kepada Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, membentuk tim yang terdiri dari kementerian dan Lembaga untuk memastikan proses hukum terhadap temuan kerangkeng manusia di Langkat ini ditindak lanjuti secara professional dan tuntas," kata Edwin saat konferensi pers di Gedung LPSK, Jakarta Timur, Rabu (9/3/2022).
Tak hanya ditindaklanjuti secara profesional, Edwin juga berharap proses hukum yang nantinya dilakukan oleh tim bentukan Mahfud MD itu bisa memperhatikan hak para korban.
Sebab, berdasarkan temuan LPSK, Edwin menyebut, kalau tindakan yang dilakukan oleh pihak Terbit Rencana kepada para anak kereng, sebutan korban yang ditahan di kerangkeng, merupakan suatu perlakuan yang sadis.
"Dengan memperhatikan pemenuhan hak-hak korbannya, termasuk memastikan tidak ada praktiknya yang sama di wilayah lainnya," ucap Edwin.
Di mana kata Edwin, pihaknya mendapati adanya tindakan merendahkan martabat manusia di dalam kerangkeng tersebut.
Setidaknya ada 12 poin temuan yang dilakukan LPSK.
"Kami mendapati adanya peristiwa merendahkan martabat para anak kereng (sebutan penghuni kerangkeng atau korban)," kata Edwin.
Edwin lantas menjabarkan beberapa poin tindakan merendahkan martabat yang dialami anak kereng selama di dalam kerangkeng milik Terbit Rencana Peranginangin itu.
Pertama, kata dia, ada tindakan membotakkan kepala anak kereng, kedua, menelanjangi, serta meludahi mulut dari anak kereng.
Tak hanya itu, terdapat pula tindakan menelan air seni sendiri, menjilati sayur di lantai, mengunyah cabai sebanyak setengah kilogram lalu dilumuri ke wajah serta kelamin.
Bahkan kata Edwin, ada tindakan yang membuat dirinya tak kuasa menyebut hal itu, yakni anak kereng diminta untuk lomba onani hingga menjilati kelamin hewan.
"Ini bahkan, sampai saya tak kuasa menyebutnya, baru saat ini selama 20 tahun saya menangani korban, kasus ini yang paling kejam yang saya temui," ujarnya.
"Disuruh minum air seni sendiri dan menjilati kemaluan hewan anjing, anak kereng disuruh lomba onani," tukas dia.
Sebelumnya, rekomendasi yang disampaikan LPSK tersebut berdasarkan hasil tim investigasinya ke Sumatera Utara untuk melakukan pendalaman terkait adanya kerangkeng manusia di rumah Terbit.