TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli Informasi Transaksi Elektronik (ITE), Ronny mengatakan cuitan viral berisi dugaan bermuatan SARA yang dihapus oleh Ferdinand Hutahaean selaku terdakwa, tak begitu saja langsung menghilangkan unsur pidana.
Ronny menyampaikannya saat dihadirkan sebagai saksi ahli dalam sidang lanjutan kasus dugaan ujaran kebencian bermuatan SARA.
Duduk di kursi terdakwa adalah Ferdinand Hutahaean, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (15/3/2022).
"Kalau orang sudah menghapus, bukan artinya menghilangkan (unsur pidana). Tapi dihapus itu adanya itikad baik, karena itu menimbulkan viral dan sebagainya biar tidak semakin viral. Bukan berarti akibat yang ada itu menjadi gugur," tutur Ronny.
Meski begitu menurutnya, upaya Ferdinand menghapus cuitan yang viral merupakan bentuk itikad baik agar pesan tersebut tidak punya dampak berkepanjangan dan semakin viral.
Namun dihapusnya cuitan viral itu tidak begitu saja menghilangkan unsur pidana yang terkandung di dalamnya.
"Tapi kalau sudah berhari-hari baru dihapus, saya kira bukan lalai. Tapi itu bentuk itikad baik karena viral," kata dia.
Dalam perkara ini, mantan politikus Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean didakwa menyiarkan berita bohong, menimbulkan keonaran, dan memicu kebencian suku agama ras dan antargolongan (SARA).
Baca juga: Ahli Pidana: Cuitan Ferdinand Hutahaean Harus Dicermati Sebagai Kesengajaan atau Kealpaan
Adapun jaksa dalam menyusun dakwaannya mengacu pada cuitan Ferdinand di akun Twitter pribadinya @FerdinandHaean3 yang mengomentari sejumlah hal, khususnya soal pemeriksaan Habib Bahar bin Smith di Mapolda Jawa Barat.
Jaksa menilai, cuitan Ferdinand merupakan perbuatan yang dapat menerbitkan keonaran.
Pasalnya dalam cuitan tersebut, Ferdinand meminta Polda Jabar untuk langsung menetapkan Habib Bahar sebagai tersangka demi keadilan.
Kata "Demi Keadilan" dinilai jaksa merujuk pada makna bahwa jika Polda Jabar tidak menetapkan tersangka kepada Habib Bahar, maka masyarakat menerima ketidakadilan dari Polda Jabar.
Dalam dakwaan kedua, Ferdinand didakwa dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).
Perbuatan tersebut dilakukannya dalam bentuk cuitan "Kasihan sekali Allahmu ternyata lemah harus dibela. Kalau aku sih Allahku luar biasa, maha segalanya, DIA lah pembelaku selalu dan Allahku tak perlu di bela".
Jaksa beranggapan bahwa kalimat "Allahmu lemah harus dibela" ditujukan kepada yang berlainan agama dengan terdakwa, yakni kepada Habib Bahar dan kelompoknya yang beragama Islam.
Akibat perkataan terdakwa dimuka umum yang menyatakan perasaan permusuhan dan kebencian, muncul unjuk rasa atau demonstrasi di Solo pada 7 Januari 2022 oleh tujuh kelompok organisasi massa berbeda.
Usai cuitan tersebut dibanjiri respons warganet, Ferdinand menghapusnya dan kembali mencuit "Saya hapus biar ngga brisik org sprt lu. Ngga diapa2in tp merasa diapa2in wkwkwk".
Jaksa menilai cuitan Ferdinand tersebut ditujukan untuk mengejek kelompok tertentu, utamanya imbuhan kata "wkwkwk" pada penutup kalimat.
"Sehingga jelas bahwa terdakwa menghendaki kegaduhan yang menerbitkan keonaran pada kalangan rakyat," kata jaksa.
Atas perbuatanya, Ferdinand didakwa melanggar Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut UU ITE) atau Pasal 156a huruf a dan/atau Pasal 156 KUHP.