News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Masa Jabatan Presiden

Bila Penundaan Pemilu Terealisasi, Diprediksi Rencana Berikutnya Adalah Pilpres Tak Langsung

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota Dewan Pengawas Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini.

Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menduga menduga akan muncul sikap politik untuk mengubah tatanan pemilihan dalam konstitusi, jika wacana penundaan Pemilu 2024 direalisasikan.

Salah satunya kata Titi, ialah membuat sosok presiden maupun kepala daerah dipilih secara tidak langsung.

Dengan kata lain, pemilihannya tak lagi melibatkan rakyat.

"Akan ada sikap politik baru, yakni misalnya Pilpres tidak perlu langsung, kemudian Pilkada tidak perlu langsung," kata Titi dalam diskusi publik bertajuk Meninjau Pandangan Publik dan Analisis Big Data Soal Penundaan Pemilu, Kamis (17/3/2022).

Tak sampai di situ, Titi menduga juga akan ada sikap politik terkait kehausan kekuasaan dengan menambah masa jabatan tak lagi lima tahun, tapi tujuh hingga 10 tahun per periode.

Baca juga: Ingatkan Ada Konstitusi, Pengamat: Pejabat Tak Boleh Ikuti Keinginan Publik Soal Penundaan Pemilu

Periodisasinya pun tak menutup kemungkinan akan ditambah dari semula dibatasi hanya dua periode, menjadi tiga periode.

"Kemudian masa jabatan tidak cukup lima tahun, maka dibuat tujuh tahun, 10 tahun, kemudian bisa saja periodisasi (jabatan) jangan hanya dua periode, tapi tambah tiga periode," ungkap Titi.

Bila wacana penundaan pemilu jadi terealisasi, maka menurutnya hal tersebut merupakan cermin membuka lebar pintu pemberangusan suara dan kedaulatan rakyat.

Baca juga: Ketika Pernyataan Dua Menteri Jokowi Berbeda soal Penundaan Pemilu 2024

Sebab suara rakyat tak lagi dianggap penting. Kedaulatan rakyat dalam pemilu akan dianggap berisiko mengganggu stabilitas.

"Ada kemungkinan polarisasi juga menguat karena ketidakpuasan, kegundahan, kekacauan, dan instabilitas di berbagai sektor," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini