TRIBUNNEWS.COM - Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi angkat bicara soal naiknya harga minyak goreng kemasan setelah pemerintah mencabut harga eceran tertinggi (HET).
Dengan adanya pencabutan HET pada minyak goreng kemasan ini, maka harganya akan dilepas pada mekanisme pasar.
Diketahui pencabutan HET minyak goreng kemasan ini telah ditentukan lewat Permendag Nomor 11 Tahun 2022.
"Pada 16 Maret telah ditentukan Permendag Nomor 11 Tahun 2022 yang mencabut Permendang Nomor 06 tentang harga eceran tertinggi minyak goreng dan Permendag Nomor 11 Tahun 2022 tersebut baru dan sudah diundangkan," kata Lutfi dilansir Kompas.com, Jumat (18/3/2022).
Baca juga: HET Dicabut, Stok Minyak Goreng di Majalengka Kini Melimpah, Harganya Langsung Melejit
Sebagai ganti dari pencabutan HET minyak goreng kemasan, pemerintah telah menetapkan HET pada minyak goreng curah sebesar Rp 14.000 per liter, atau Rp 15.500 per kilogram.
Minyak goreng curah tersebut disubsidi melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
Lebih lanjut Lutfi meyakini bahwa harga minyak goreng kemasan yang melambung tinggi bisa berangsur turun.
Seiring dengan kian banyaknya stok minyak goreng kemasan di pasaran.
"Ya kita lihat nanti, kan ini sekarang mereka jual di Rp 23.000, tetapi karena jumlahnya banyak nanti pasti akan turun juga," terang Lutfi.
Baca juga: 2 Kali Absen Rapat di DPR, Mendag Bantah Mengelak Hindari Masalah Minyak Goreng
Lutfi menambahkan, pemerintah juga akan menaikkan pungutan eskpor minyak goreng dan mencabut kebijakan domestic market obligation (DMO).
Diharapkan nantinya produsen minyak goreng akan lebih tertarik untuk memberikan hasil produksinya ke pasar dalam negeri, daripada mengeskpor ke luar negeri.
"Akan terdapat keekonomian di mana akan lebih untung untuk menjualnya di dalam negeri daripada mengekspor ke luar negeri. Ini adalah mekanisme pasar."
"Karena ini mekanisme pasar, mudah-mudahan dapat menjaga kestabilan nasional untuk paling tidak pasokannya kepada masyarakat," ujar Lutfi.
Baca juga: Duga Ada Mafia Minyak Goreng, Mendag Akui Tak Bisa Melawan: Maaf, Tidak Bisa Mengontrol
Komisi VI DPR akan Panggil Pengusaha Sawit dan Distributor Minyak Goreng
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, Komisi VI DPR RI akan memanggil pengusaha kelapa sawit dan distributor minyak goreng untuk melakukan rapat dengar pendapat.
Demikian kesimpulan rapat kerja Komisi VI DPR bersama Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, pada Kamis (17/3/2022).
"Komisi VI DPR akan memanggil pengusaha/produsen kelapa sawit dan distributor minyak goreng untuk melakukan rapat dengar pendapat umum," kata Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Mohamad Hekal, saat membacakan hasil kesimpulan rapat.
Komisi VI juga akan membentuk panja pangan dan barang kebutuhan pokok.
Baca juga: PROFIL Muhammad Lutfi, Menteri Perdagangan yang Disorot lantaran Kisruh Minyak Goreng
Terkait pasokan kebutuhan bahan pokok jelang Ramadan, Komisi VI meminta Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk melakukan tindakan yang antisipatif terkait perkembangan stabilitas dan harga pasokan barang kebutuhan pokok menjelang Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri 2022, serta melaporkan secara berkala.
Kemudian, Komisi VI meminta Kemendag ketika kewajaran harga tidak tercapai, maka pemerintah harus mengeluarkan pengaturan untuk menghentikan ekspor kelapa sawit.
Komisi VI DPR juga mendesak Kemendag untuk segera berkoordinasi dengan Satgas Pangan dan aparat penegak hukum dalam menjamin ketersediaan dan kestabilan harga minyak goreng di masyarakat, serta menindak tegas para pelaku pelanggaran hukum.
Sementara itu, terkait stabilitas harga dan pasokan kedelai, gandum dan komoditas barang pokok lainnya, Komisi VI mendorong Kemendag untuk segera melakukan intervensi pasar/subsidi dan melakukan diversifikasi sumber pasokan untuk mencegah kelangkaan komoditas impor dampak situasi global.
Baca juga: HARGA Minyak Goreng Terbaru Berbagai Merek: Mulai dari Filma, Sunco hingga Bimoli
Selanjutnya, Komisi VI DPR meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan audit produksi dari hulu ke hilir untuk mencari harga produksi minyak goreng sesuai angka perekonomian.
Komisi VI dan Kemendag juga sepakat merekomendasikan pelaku usaha yang melakukan penyimpangan dan tidak mendukung program pemerintah agar izin usahanya dicabut, dan manakala pengusaha tersebut juga mengelola kebun sawit di tanah negara agar izin hak guna usaha (HGU) akan dicabut.
Yang terakhir, Komisi VI meminta Kemendag untuk memberikan jawaban secara tertulis dalam waktu paling lama 10 hari kerja atas pertanyaan anggota Komisi VI DPR RI.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Chaerul Umam)(Kompas.com/Ardito Ramadhan)