TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Jakarta Journalist Center (JJC), Deni Muhtarudin menilai, bahwa kebijakan pemerintah yang mencabut Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng kemasan sudah tepat.
Sebab, menurut Deni, hal itu akan menciptakan keseimbangan harga antara minyak goreng kemasan dan curah.
Pasalnya, langkah pencabutan HET itu juga menyertakan kebijakan menaikkan pungutan ekspor kelapa sawit mentah dan produk turunannya.
Deni menegaskan, bahwa selain akan menambah dana kelolaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk menyubsidi minyak goreng curah, aturan itu juga akan membuat para eksportir lebih memilih menjual Crude Palm Oil (CPO) di dalam negeri ketimbang ke luar negeri.
Baca juga: Penjelasan Wagub Terkait Rencana Pemprov DKI Bangun Pabrik Minyak Goreng
"Ini (kebijakan pencabutan HET) akan turut mendorong keseimbangan harga beberapa waktu ke depan," ungkapnya dalam keterangan tertulis, Jakarta, Jumat (25/3/2022).
Deni meyakini, Pemerintah tidak akan mungkin membiarkan kelangkaan dan harga minyak goreng yang semakin tinggi.
"HET minyak kemasan dicabut, tapi minyak curah untuk masyarakat bawah kan tetap dipastikan terjangkau dengan HET Rp14 ribu per liter," ujarnya.
Dengan begitu, lanjut Deni, masyarakat akan lebih memilih minyak curah ketimbang minyak kemasan.
Sehingga nantinya, para produsen minyak kemasan pun akan kembali menurunkan harga produknya.
Baca juga: Politikus PDIP Usul Pemerintah Bentuk Satgas Minyak Goreng Libatkan Sejumlah Lembaga
Di samping itu, Deni menilai, bahwa Pemerintah pasti juga memikirkan asas keadilan bagi masyarakat bawah dalam mengambil kebijakan tersebut.
Hal itu terbukti dari penarikan keuntungan ekspor CPO yang disalurkan dalam bentuk subsidi minyak curah untuk masyarakat bawah serta industri kecil dan menengah.
Deni menilai, beberapa hari sejak pencabutan HET minyak goreng kemasan, antrean masyarakat yang mencari minyak goreng pun hilang karena tiba-tiba saja minyak goreng kemasan ada dimana-mana.
Namun memang, Deni mengakui, masyarakat kini mengeluhkan harganya yang masih tinggi yakni di kisaran Rp19 ribu hingga Rp22 ribu per liter.
"Tapi masyarakat jangan khawatir, harganya pasti akan kembali stabil ketika pasokan dan permintaannya sama besar. Itulah realitas objektif antara jumlah komoditas dengan jumlah kebutuhan masyarakat terpenuhi," katanya.
Pada prinsipnya, Deni menambahkan, baik itu permasalahan minyak goreng maupun komoditas lainnya yang sangat fluktuatif tergantung kebutuhannya memang akan sangat rentan jika faktor eksternal turut mencampurinya.
"Untuk menyelesaikannya, butuh kerja sama dan partisipasi semua elemen, termasuk kami para awak media,” ungkapnya.