TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konsultan pajak yang mewakili PT Gunung Madu Plantations (GMP), Ryan Ahmad Ronas, mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan tersangka dan penahanan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ryan merupakan salah satu tersangka dalam kasus dugaan suap pemeriksaan perpajakan tahun 2016-2017 pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.
Gugatan Ryan didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (7/3/2022).
Dalam petitumnya, Ryan meminta majelis hakim untuk menerima dan mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya.
Pertama, menyatakan penetapan tersangka pemohon yang berdasarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Nomor B/61/DIK.00/23/ 02/2021 Tanggal 5 Februari 2021 dan penahanan dalam Surat Nomor B/130/Dik.01.03/23 /02/2022 tanggal 17 Februari 2022 segala akibat hukumnya keliru hukumnya dan keliru mengenai orangnya sehingga tidak sah dan oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
"Apakah dia memenuhi unsur sebagai yang memberikan suap? Jadi kalau penetapan tersangka itu harus A,B,C,D. Terus penahanan juga, ini yang kita anggap tidak sah hukum acaranya," ujar Mangaranap Sirait, kuasa hukum Ryan, dalam keterangannya, Selasa (29/3/2022).
Baca juga: Tersangka Konsultan Pajak PT Gunung Madu Plantations Gugat Praperadilan KPK
Kemudian, kedua, Mangaranap juga menilai proses penyidikan yang dilakukan KPK bertentangan dengan prosedur yang diatur secara khusus (lex specialis) dalam Pasal 43A Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Diubah Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 KUP Terakhir Diubah Dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
"Meminta majelis hakim memerintahkan KPK untuk menghentikan penyidikan terhadap diri pemohon," katanya.
Berikutnya, ketiga, menyatakan batal dan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang telah dan akan dikeluarkan lebih lanjut KPK berkaitan dengan penetapan pemohon sebagai tersangka.
Dan terakhir, keempat, memerintahkan KPK untuk merehabilitasi nama baik pemohon menurut hukum.
"Jadi penetapan tersangkanya dibatalkan karena tidak sah, juga harus direhabilitasi namanya," tutur Mangaranap.
Dia menyatakan, Ryan tidak pernah menyuap eks Pejabat Ditjen Pajak Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdani.
"Ryan itu bukan kuasa (pajak), dia tidak ikut prosesnya (pemeriksaan pajak). Kenapa dia bisa masuk di situ? Karena dia bersama-sama dengan tersangka lain," bebernya.
"Kalau dianalogikan, dalam satu ruangan ada yang buang angin, apakah kita semua yang bertanggung jawab? Tidak. Pidana begitu. Pertanggungjawaban pribadi. Dia kebawa-bawa dalam Tempus dan locus-nya," imbuh Mangaranap.
Mangaranap berharap hakim praperadilan mengabulkan gugatan praperadilan tersebut.
"Karena ini membawa-bawa profesi konsultan pajak, ini merugikan konsultan pajak secara umum," tandasnya.
Sementara Praktisi Pajak Wirawan B. Ilyas menyebut, seharusnya dalam perkara perpajakan, ultimum remedium harus dikedepankan.
Artinya, apabila suatu perkara dapat ditempuh melalui jalur lain seperti hukum perdata maupun hukum administrasi hendaklah jalur tersebut ditempuh sebelum mengoperasionalkan hukum pidana.
"Karena dugaan korupsi melibatkan pegawai pajak dalam proses pemeriksaan pajak, harus dilakukan penyelidikan dari DJP, jika ada bukti permulaan, setelah clean and clear, baru tinggal serahkan ke KPK. Ini, penyelidikannya dari KPK, informasinya dari informasi pengaduan dan laporan," tuturnya.
KPK sebelumnya telah membenarkan bahwa Ryan Ahmad Ronas menggugat praperadilan.
"Benar, yang bersangkutan mengajukan permohonan praperadilan dimaksud," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (28/3/2022).
Ali memastikan pihaknya siap menghadapi gugatan tersebut.
Sebab, lembaga antirasuah menilai penyidikan terhadap Ryan telah sesuai kaidah hukum.
"Tentu kami siap hadapi. Penyidikan perkara tersebut telah sesuai dengan mekanisme aturan hukum," kata Ali.