TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga survei Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) merilis hasil survei terbarunya bertajuk “Kondisi Ekonomi-Politik dan Kinerja Pemerintah: Evaluasi Publik Nasional”.
Satu di antara yang dibahas dalam survei itu terkait tingkat kepuasan masyarakat terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Survei SMRC ini digelar pada 13-20 Maret 2022 kepada 1.027 responden yang dipilih secara acak dengan margin of error kurang lebih 3,12 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.
Dari survei tersebut, SMRC menyimpulkan bahwa mayoritas publik masih puas dengan kinerja Presiden Jokowi.
Kendati demikian, adan tren penurunan tingkat kepuasan apabila dibandingkan dengan data survei sebelumnya.
Jokowi tercatat pernah memperoleh kepuasan sebesar 77% di Maret 2021 dan 71,7% pada Desember 2021.
Baca juga: Blusukan ke Pasar Cek Harga Sembako, Jokowi Belanja Cabai Rp 40 Ribu dan Ikan Teri Jengki
Baca juga: Mohamad Taufik Bantah Hengkang dari Gerindra ke Nasdem, Tegaskan Masih Jadi Pimpinan DPRD DKI
Baca juga: Polemik Anggaran Baju Dinas DPRD DKI Capai Rp 1,7 Miliar, Wagub hingga Anggota Dewan Bersuara
Direktur Riset SMRC, Deni Irvani mengatakan, sebanyak 64,6 persen publik masih merasa puas atau sangat puas atas kinerja presiden Jokowi.
Sementara yang menyatakan kurang atau sangat tidak puas sebanyak 32,2 persen.
"Approval rating atau tingkat kepuasan pada kinerja presiden ini mengalami penurunan dalam tiga bulan terakhir. Maret 2022 sebesar 64,6 persen. Kalau kita bandingkan 1 tahun sebelumnya, ada penurunan dari 77 persen pada Maret 2021 menjadi 64,6 persen pada Maret 2022. Secara lebih spesifik, ada penurunan dari Desember 2021 yang mencapai 71,7%,” kata Deni saat memaparkan hasil survei itu, Selasa (30/3). "Penurunan ini terendah sejak kerusuhan penetapan hasil Pemilu pada Juni 2019 atau sebesar 62,2 persen," ujarnya menambahkan.
Menurut Deni, kepuasan terhadap kinerja Presiden Jokowi berhubungan dengan evaluasi atas kondisi ekonomi, politik, keamanan, dan penegakan hukum.
Pertama, dalam hal ekonomi. Persepsi publik terhadap kinerja pemerintah dalam mengatasi masalah ekonomi menurun dalam tiga bulan terakhir.
"Pada survei Desember 2021, apresiasi publik atas kinerja pemerintah pusat di bidang ekonomi mencapai 60,1 persen. Angka ini turun signifikan menjadi 54,5 persen pada Maret 2022," jelasnya.
Deni menambahkan 41 persen responden menilai tren kinerja pemerintahan Jokowi dalam membuat harga kebutuhan pokok terjangkau semakin buruk.
"Penilaian negatif ini mengalami lonjakan yang sangat tajam dari survei Desember 2021, yakni sekitar 27 persen. Sementara yang menilai sebaliknya atau positif mengalami penurunan dari 29 persen pada Desember 2021 menjadi 23 persen pada Maret 2022," tuturnya.
Diketahui, sejumlah bahan pokok mengalami fluktuasi harga dan kelangkaan belakangan, terutama minyak goreng. Berbagai jurus Pemerintah tak sanggup mengatasinya sejauh ini.
Konsisten dengan itu, penilaian negatif warga atas kinerja pemerintah pusat di sektor ekonomi meningkat.
Dari 34,7 persen pada survei Desember 2021 menjadi 41,8 persen pada survei Maret 2022.
Baca juga: Jelang Idulfitri, Minyak Goreng Curah dan Daging Sapi Diprediksi Alami Kenaikan Harga Paling Tinggi
Hal senada juga terjadi dalam kinerja pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19.
Pada survei Maret 2022 ini, 62,2 persen masyarakat menyatakan puas. Namun angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan Desember 2021 di mana pemerintah mendapatkan kepuasan sebesar 74,9 persen.
“Dalam kinerja pemerintah mengatasi Covid-19, yang puas kinerja pemerintah atasi Covid-19 ada 62,2 persen, mayoritas. Yang tidak puas atau kurang puas ada 35,1%. Tingkat kepuasan masih tinggi,” bebernya.
“Dalam survei 1,5 tahun terakhir, penurunan yang cukup tajam dan besar pada tingkat kepuasan atas pemerintah atasi Covid-19 di Desember 2021 sebesar 74,9 persen menjadi 62,2 persen di Maret 2022,” lanjut Deni.
Menurutnya, rendahnya angka tersebut disebabkan lonjakan kasus corona Omicron yang sempat terjadi pada Februari 2022, sehingga berdampak pada tingkat kepuasan masyarakat terhadap pemerintah dalam penanganan pandemi.
“Ini cerminan bagaimana keadaan kondisi Covid-19 di negara kita pada Desember 2021. Kita tahu kasus harian hampir 0, rendah. Pada Maret 2022, gelombang Omicron terjadi di Februari 2022 dan Maret 2022 kasus belum nol. Artinya publik respons dengan memberikan penilaian yang lebih rendah,” ujarnya.
Ketiga, kondisi politik. Berdasarkan survei SMRC, 23,5 persen warga menilai bahwa kondisi politik nasional buruk atau sangat buruk. Angka ini naik dari Desember 2021 yang mencapai 22 persen.
Sementara, 32,6 persen menilai kondisi politik baik atau sangat baik, atau menurun dari tiga bulan lalu yang mencapai 35,3 persen atau bahkan anjlok dari angka tiga tahun lalu, September 2019, dengan 41 persen.
Sebaliknya, yang menilai keadaan politik sekarang lebih buruk atau jauh lebih buruk mengalami peningkatan dari 14,5 persen pada September 2019 menjadi 23,5 persen pada Maret 2022.
Baca juga: TB Hasanuddin: Stop Bicara Penundaan Pemilu, Hanya Buang Energi Saja
Baca juga: Syaikhu Sebut PKS Akan Ajukan Judicial Review Presidential Threshold ke Mahkamah Konstitusi
Adapun mengenai kepuasan terhadap penegakan hukum, temuan SMRC menyimpulkan bahwa kondisi penegakan hukum buruk atau sangat buruk naik dari 15,1 persen pada survei September 2019 menjadi 24,9 persen pada Maret 2022.
"Walaupun persepsi positif terhadap kondisi penegakan hukum masih lebih besar dari persepsi negatif, namun ada kecenderungan persepsi buruk mengalami peningkatan dalam tiga tahun terakhir," ujar Deni.(tribun network/den/dod)