News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Sejoli Tewas Tertabrak Mobil

Peluang Handi Selamat Sangat Besar, Pembelaan Kolonel Priyanto: Saya Awam, Buang dalam Keadaan Kaku

Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana terkait kecelakaan di Nagreg Jawa Barat Kolonel Inf Priyanto di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta pada Kamis (31/3/2022).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli forensik yang dihadirkan menjadi saksi kasus pembunuhan berencana yang dilakukan Kolonel Inf Priyanto mengungkap fakta soal nasib korban Handi Saputra (17).

Dokter Muhamad Zaenuri Syamsu Hidayat menyebutkan, nyawa Handi bisa diselamatkan bila tidak dibuang ke Sungai Serayu, Jawa Tengah pada 8 Desember 2021 lalu.

Zaenuri mengatakan hal itu berdasar hasil autopsi memastikan sebab kematian yang dilakukannya Handi masih hidup saat dibuang ke Sungai Serayu.

Zaenuri yang dihadirkan sebagai ahli dalam sidang Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta pada Kamis (31/3/2022) juga menyampaikan dari hasil autopsi Handi tidak menderita luka fatal.

Sehingga bila usai kejadian kecelakaan di Jalan Raya Nagreg, Kabupaten Bandung Priyanto membawa Handi ke fasilitas kesehatan maka peluang hidup korban untuk selamat besar.

"Besar, besar. Karena dia hanya (mengalami luka) patah linear saja ya. Orang pendarahan di otak saja menunggu proses lama baru meninggal," kata Zaenuri di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Kamis (31/3/2022).

Berdasar hasil autopsi yang dilakukannya terhadap jasad Handi terdapat rentan sekitar enam jam sejak kecelakaan terjadi hingga korban dibuang Priyanto dari satu jembatan Sungai Serayu.

Baca juga: Terungkap Perbuatan Keji Kolonel Priyanto, Buang Handi Saputra ke Sungai Meski Merintih Kesakitan

Sementara terkait waktu kematian Handi Zaenuri menyebut tidak bisa memastikan, dia hanya menjelaskan bahwa saat dia melakukan autopsi korban setidaknya sudah meninggal lima hari.

Perkiraan itu terhitung saat dia selaku Kepala Instalasi Forensik dan Medikolegal RSUD Prof Margono mendapat permintaan autopsi jenazah dari penyidik pada 13 Desember 2021 lalu.

"Kemudian kematian lebih dari lima hari dari pemeriksaan saya karena memang (jasad) sudah pembusukan lanjut. Saya enggak berani bilang berapa hari karena itu bisa menjebak kita sendiri," ujarnya.

Zaenuri menuturkan saat diminta penyidik melakukan autopsi jenazah dia dan tim dokter RSUD Prof Margono awalnya tidak mengetahui identitas korban merupakan Handi Saputra.

Baru setelah proses identifikasi menggunakan parameter gigi korban dipastikan merupakan Handi, dan penyebab kematian akibat tenggelam dalam keadaan tidak sadar.

"Wajahnya (Handi) tidak bisa diidentifikasi, hanya gigi itu," tuturnya.

Ahli forensik yang mengautopsi korban dalam kasus dugaan pembunuhan berencana terkait kecelakaan di Nagreg Jawa Barat Handi Saputra, dokter Muhamad Zaenuri Syamsu Hidayat, usai menyampaikan keterangannya di persidangan dengan terdakwa Kolonel Inf Priyanto di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta pada Kamis (31/3/2022). (Tribunnews.com/Gita Irawan)

Zaenuri dihadirkan sebagai ahli dalam sidang untuk membuktikan dakwaan Oditur Militer kepada Priyanto yang didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Handi dan Salsabila.

Pembelaaan Priyanto

Dalam sidang pada Kamis (31/3/2022), Priyanto mengatakan tubuh Handi sudah dalam keadaan kaku setelah tertabrak mobil yang dia naiki di Jalan Raya Nagreg, Kabupaten Bandung.

"Saya buang (Handi) dalam keadaan kaki menekuk karena sudah kaku. Apakah itu bisa dinyatakan dia bisa meninggal atau tidak?" tanya Priyanto ke Zaenuri di ruang sidang, Kamis (31/3/2022).

Zaenuri yang dihadirkan sebagai ahli dari pihak Oditur Militer lalu menjawab bahwa dia tidak bisa memastikan kondisi masih hidup atau tidak bila berdasar keadaan tubuh tersebut.

Mendengar jawaban Zaenuri, Priyanto kembali bertanya terkait hasil autopsi yang menyatakan ditemukan air dan darah dalam tubuh Handi ketika dilakukan autopsi memastikan sebab kematian.

"Tadi Pak Dokter menyampaikan ada air dan darah 500 cc. Tidak bisa dibedakan airnya berapa cc, dan darah berapa cc?" ujar Priyanto.

Zaenuri lalu menjawab bahwa dia tidak bisa memastikan hal tersebut, termasuk waktu pasti kematian Handi yang jasadnya sudah membusuk saat diautopsi pada 13 Desember 2021 lalu.

Di akhir pertanyaan kepada Zaenuri, Priyanto yang didakwa Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana bahwa dia tidak mengetahui bila Handi masih hidup saat dibuang.

Menurutnya, usai mobil yang dianikinya menabrak Handi dan Salsabila (14) di Jalan Raya Nagreg, Kabupaten Bandung tubuh kedua sejoli itu sudah dalam kondisi kaku ketika dievakuasi.

"Jadi memang saya orang awam, tidak tahu, saya temukan, kemudian saya buang sudah dalam keadaan kaku. Ya pikiran saya sudah meninggal," tutur Priyanto.

Baca juga: Pengakuan Terbaru Kolonel Priyanto soal Buang Jasad Handi: Jadi Memang Saya Orang Awam, Tidak Tahu

Pada sidang hari ini, Zaenuri menjelaskan bahwa dasar dia menyatakan Handi masih hidup saat dibuang karena dari hasil autopsi ditemukan air dan pasir dalam organ paru Handi.

Hanya saja Handi dalam keadaan tidak sadarkan diri ketika dibuang oleh Priyanto, Kopda Andreas Dwi Atmoko, dan Koptu Ahmad Soleh korban dalam keadaan tidak sadarkan diri.

"Jadi ada tiga (kondisi kematian) masuk ke dalam air. Sadar masuk ke dalam air dan meninggal. Tidak sadar masuk ke dalam air dan meninggal. Atau dalam keadaan meninggal masuk ke dalam air," jelas Zaenuri.

Oditur Militer Tinggi II Jakarta Kolonel Sus Wirdel Boy mengatakan keterangan dr Zaenuri yang menyatakan Handi masih hidup saat dibuang memperkuat dakwaan kepada Priyanto.

Keterangan dr Zaenuri sebagai ahli ini jadi bukti medis dan memperkuat keterangan empat warga yang jadi saksi fakta karena turut menyatakan Handi masih hidup saat dievakuasi ke mobil.

"Ini mendukung sekali karena ahli tadi menyebutkan adanya temuan pasir ditenggorokan sama di paru ini menyatakan bahwa pada waktu dibuang kondisi korban masih dalam keadaan pingsan," kata Wirdel.

Handi merintih kesakitan

Kejadian bermula pada 8 Desember 2021 saat Priyanto bersama dengan Koptu Ahmad Soleh dan Kopda Andreas Dwi Atmoko menaiki mobil melintas di Jalan Raya Nagreg menuju Yogyakarta.

Dalam perjalanan tersebut, mobil Isuzu Panther yang dikemudian Kopda Andreas Dwi Atmoko menabrak sepeda motor Satria FU yang dikemudian Handi dengan penumpang Salsabila.

Baca juga: Berseragam Lengkap Jalani Sidang Perdana, Kolonel Priyanto Didakwa Lakukan Pembunuhan Berencana

"Sekira pukul 15.30 WIB tiba di Jalan Raya Nagreg. Kendaraan yang dikemudian saksi dua bertabrakan dengan sepeda motor Satria FU," kata Wirdel di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa (8/3/2022).

Kencangnya benturan mengakibatkan kedua korban terpental dalam keadaan Handi tergeletak dekat ban depan, sementara Salsabila masuk ke dalam kolong mobil Isuzu Panther.

Sejumlah warga di sekitar lokasi yang diperiksa jadi saksi oleh penyidik Puspom TNI sempat berupaya menolong korban sembari menunggu jajaran Unit Laka Satlantas setempat tiba.

Namun setelah beberapa saat ditunggu petugas kepolisian setempat tidak kunjung datang, sehingga Priyanto 'berinisiatif' membawa kedua korban dengan memasukkan ke dalam mobil.

Saat Handi hendak dimasukkan ke dalam bagasi tersebut empat warga yang jadi saksi mendapati Handi dalam keadaan hidup, bahkan sempat merintih menahan sakit akibat luka tertabrak.

"Saksi empat, lima, enam, dan tujuh melihat saudara Handi Saputra dalam keadaan hidup dan masih bernafas serta bergerak seperti merintih menahan sakit," ujar Wirdel membacakan dakwaan.

Baca juga: Empat Saksi Kasus Pembunuhan Sejoli di Nagreg Ungkap Sejumlah Fakta Baru, Apa Saja?

Sementara Salsabila yang dimasukkan ke bagian kursi penumpang sudah meninggal dunia, karena saat dicek oleh saksi remaja perempuan tersebut sudah tidak menghembuskan nafas.

Merujuk keterangan saksi, Wirdel menuturkan saksi mendapati Salsabila mengalami luka berat di bagian kepala sehingga mengalami pendarahan dan bagian kaki kanan patah.

"Saksi berkata jangan dulu dibawa sebelum ada petugas atau keluarga datang. Namun terdakwa memerintahkan saksi dua dan tiga untuk segera masuk ke dalam mobil," tuturnya.

Singkat cerita, Kopda Andreas dipaksa Priyanto untuk memacu kendaraan pergi dari lokasi kejadian hingga akhirnya tiba di aliran Sungai Serayu, Jawa Tengah lokasi kedua korban dibuang.

Akibat dibuang ke aliran Sungai Serayu tersebut Handi meninggal dunia, ini yang membuat Priyanto sejak penyidikan sudah disangkakan pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana.

Wirdel menuturkan kondisi Handi yang masih hidup saat dibuang ke Sungai Serayu juga diperkuat bukti medis berupa hasil autopsi tim dokter forensik pada laporan Visum et Repertum.

"Pemeriksaan terhadap jenazah Handi Saputra ditemukan fakta-fakta sebagai berikut. Pada bagian tenggorokan ditemukan pasir halus menempel di dinding rongga tenggorokan," lanjut Wirdel.

Selama jalannya sidang ini Priyanto yang dihadirkan di ruang sidang utama Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta dengan mengenakan pakaian dinas TNI tampak mendengarkan pembacaan dakwaan.

Priyanto yang kini ditahan di Rutan Pomdam Jaya dihadirkan ke ruang sidang Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta dengan pengawalan ketat sejumlah personel Polisi Militer. (Tribunnews/Gita)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini